Majelis Hakim dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Josua Hutabarat telah menjatuhkan vonis kepada Bharada Eliezer. Sebagaimana diketahui bersama, Eliezer divonis penjara 1 tahun 6 bulan. Vonis ini tidak boleh dipungkiri telah memberi rasa keadilan bagi masyarakat Indonesia.
Kalau dilihat secara perspektif teori hukum, maka vonis terhadap Eliezer adalah bukti dari hukum yang responsif yakni hukum yang terbuka terhadap nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan kata lain, hukum yang sarat akan keadilan filosofis dan sosiologis. Bukan hukum yang terpasung oleh positivisme akut.
3 Bentuk Pertimbangan Hakim
Ada 3 bentuk pertimbangan hakim dalam membuat sebuah putusan atau vonis terhadap perkara yang dipersidangkan.
Pertama, pertimbangan filosofis.
Pertimbangan filosofis artinya pertimbangan mengenai falsafah atau pandangan hidup bersama dari masyarakat Indonesia terhadap keadilan dan kejujuran. Dalam kaitannya dengan memberikan vonis ringan kepada Eliezer maka dasar pertimbangannya ialah soal kesadaran dan hati nurani Eliezer yang dalam posisi pasrah akibat terikat oleh perintah atasan.
Maka dari itu, pandangan hidup akan keadilan terhadap pelaku tindakan kejahatan yang dilakukan karena perintah atasan, memiliki alasan pembenar. Selain itu, kejujuran yang melekat dalam diri Eliezer untuk membuka kotak pandora pembunuhan berencana Brigadir J, sejalan dengan filosofi hidup bangsa Indonesia.
Kedua, pertimbangan sosiologis.
Pertimbangan sosiologis artinya pertimbangan tentang nilai-nilai keadilan yang hidup dan berlaku di tengah masyarakat. Dalam hal ini, tentu saja Majelis Hakim menggali dan mengamati secara cermat mengenai betapa maha pentingnya nilai kejujuran dan keberanian sebagaimana yang dilakukan Eliezier dalam mengungkap kasus.
Dukungan dari berbagai elemen masyarakat terhadap kejujuran dan keberanian Eliezer juga tentu menjadi bagian dari pertimbangan sosiologis Majelis Hakim. Bagaimanapun juga, hukum haruslah selalu hidup dan berjalan dalam koridornya sebagai instrumen sosial untuk ketertiban, keteraturan dan keadilan.
Ketiga, pertimbangan yuridis.
Pertimbangan yuridis artinya pertimbangan yang berdasarkan hukum yang berlaku atau hukum positif. Kalau kita menyimak pembacaan vonis Eliezer dapat diketahui bahwa ada 3 pertimbangan yuridis yang menguntungkan Eliezer.
Pertama, alasan perintah jabatan-penghapusan pidana.
Sejak awal persidangan, pembelaan diri Eliezer yang paling dasar ialah melakukan kejahatan atas dasar perintah jabatan. Bahkan dalam pledoinya memohon kepada Majelis Hakim agar melepaskannya dari jeratan hukuman. Hal ini dikarenakan melakukan perbuatan atas perintah jabatan/atasan memang tidak dapat dipidanakan (Pasal 51 ayat (1) KUHP).
Kedua, alasan sebagai justice collaborator-mengungkap perkara.
Keberanian Eliezer untuk menjadi JC atau pelaku kejahatan yang membantu penegak hukum untuk membongkar kejahatan; nyatanya bernilai sangat penting bagi Majelis Hakim. Terutama pula, sikap jujur Eliezer yang kemudian membuka kasus pembunuhan rencana Brigadir J meyakinkan para hakim untuk menjadikan keterangan Eliezer sebagai sumber informasi dan fakta yang benar dan akurat.
Ketiga, bukan pelaku utama melainkan pembantu kejahatan.
Tuntutan JPU yang menetapkan Eliezer sebagai eksekutor yang membuatnya tidak dapat dimaafkan demi hukum, tampaknya tidak mempengaruhi pertimbangan Majelis Hakim. Jangankan menyebut Eliezer sebagai pelaku, Majelis Hakim malahan menyebut Eliezer sebagai pembantu kejahatan. Itulah sebabnya Eliezer divonis dengan pasal pembantu kejahatan (Pasal 55 KUHP).
Corak Hukum Responsif
Hukum responsif adalah hukum yang terbuka dengan aspek-aspek di luar hukum, seperti sosial budaya, falsafah, ekonomi, agama, politik, lingkungan dan lainnya. Namun, meskipun terbuka tidak berarti hukum dapat dikangkangi oleh aspek-aspek tersebut. Terbuka terhadap aspek politik tidak berarti hukum dapat dipolitisasi. Begitu dengan aspek lainnya.
Keterbukaan hukum dalam logika hukum responsif dalam pengertian terbuka secara bertanggungjawab. Ini artinya, hukum terbuka dengan aspek lain bertujuan supaya aspek-aspek lain di luar hukum dapat melengkapi hukum dalam mencari tujuan dari hukum itu sendiri, semisal kepastian, keadilan dan kemanfaatan.
Dalam mengadili Eliezer dapat dipastikan Majelis Hakim menggunakan pendekatan hukum responsif. Hal demikian dapat dilihat dari kentalnya unsur filosofis dan sosiologis semisal menimbang soal hati nurani yang tumpul akibat tekanan perintah atasan, kejujuran mengungkap kejahatan hingga dorongan simpati publik terhadap Eliezer. Aspek-aspek seperti inilah yang dapat melengkapi hukum untuk mencapai tujuannya.
Fais Yonas Bo’a
Direktur Lembaga Anamnesis Indonesia