Oleh Fais Yonas Bo’a
infopertama.com – Iptu Rudy Soik telah diberhentikan Tidak Dengan Hormat oleh Polda NTT. Pemberhentian ini tercantum dalam Putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri Nomor PUT/38/X/2024, yang dikeluarkan pada 11 Oktober 2024 lalu, oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pemberhentian Rudy Soik diduga kuat karena mengungkap jejaring mafia penimbunan BBM jenis solar, yang mengakibatkan kelangkaan solar di Kupang dan daratan Timor. Artinya, polisi ini dibebastugaskan oleh instansinya karena aksi heroismenya dalam mengungkap sindikat penimbun BBM. Kejadian seperti ini sangatlah miris bukan?
Ini semacam air susu dibalas dengan air tuba. Kebaikan Rudy dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota Polda NTT dibalas dengan pemecatan tidak dengan hormat oleh instansi kebanggannya tersebut. Lebih ironisnya ketika Rudy sedang berupaya membongkar kasus, tiba-tiba munculah daftar-daftar pelanggaran kode etik Rudy yang kemudian menjadi acuan pemecatannya. Kasus yang dialami Rudy memperlihatkan kepada publik bahwa Polda NTT ternyata bagai kotak Pandora; kelihatan indah dari luarnya tetapi busuk di dalamnya.
Pada waktu Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, Kapolda NTT Inspektur Jenderal Daniel Tahi Monang Silitonga menerangkan bahwa Rudy Soik telah terbukti melakukan 5 jenis pelanggaran kode etik. Kalau mencermati penjelasan Kapolda 5 pelanggaran etik yang dimaksud ialah: 1. Karaoke pada saat jam dinas; 2. Minum minuman beralkohol; 3. Tidak kooperatif; 4. Menghina petugas Propam; 5. Memasang garis polisi (police line) pada salah satu pengusaha BBM.
Namun demikian, tudahan-tuduhan pelanggaran tersebut dibantah oleh Rudy Soik. Pokok pembelaan dirinya adalah tidak benar melakukan pelanggaran kode etik sebagaimana dituduhkan dan dilaporkan Propam Polda NTT kepada Kapolda terkait dirinya. Lalu, bagaimana sebenarnya yang terjadi? Apakah Rudy benar-benar melakukan pelanggaran kode etik? Apakah dia benar-benar dikorbankan oleh oknum-oknum sesama anggota Polda NTT? Tentu saja kita tidak tahu pasti! Tuhan, Rudy Soik dan oknum polisi Polda NTT yang terlibat sindikat BBM saja yang tahu pasti!
Akan tetapi, mari kita coba melihat lebih dekat isi dari kotak pandora yang telah Rudy buka. Pertama-tama, perlu menjadi pemahaman bersama bahwa kasus ini adalah bagian dari sengkarut fenomena penimbunan BBM sekaligus TPPO. Iptu Rudy dalam hal ini sering kali dianggap sebagai pahlawan masyarakat karena sudah sering membongkar praktik timbun BBM. Lebih dari itu, Rudy juga sering membongkar sindikat perdagangan manusia (human traffiking) yang memang menjadi masalah tujuh temurun di NTT.
Terkait kejahatan human traffiking atau dalam bahasa hukumnya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), menurut laporan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak NTT, pada semeseter I 2023 terdapat 185 orang warga NTT yang menjadi korban TPPO. Angka ini belum seberapa jika melihat data-data tahun sebelumnya, katakanlah tahun 2021 mencapai angka 624 kasus. Ini sangat-sangat memilukan.
Sebagaimana telah saya terangkan bahwa kenyataan sebenarnya dari kasus yang kini fenomenal itu tidaklah diketahui secara pasti. Kalau melihat rekam jejak Iptu Rudy yang juga pernah dipenjara karena memperjuangkan kasus serupa, pastilah memberi gambaran gamblang kepada kita akan kejahatan-kejahatan terselubung dari oknum-oknum penegak hukum terutama anggota Polda NTT. Namun di lain sisi, Rudy juga merupakan bagian dari Polda NTT. Ini artinya, pandora yang dibuka Rudy juga sekaligus membuka dirinya sendiri.
Barang kali Rudy juga menjadi bagian lain dari sindikat yang ia berantas tersebut. Mungkin saja ini soal tidak kebagian jatah ataupun masalah jatah yang tidak adil. Atau memang Rudy benar-benar pahlawan bagi masyarakat NTT. Sekali lagi hanya Tuhan dan Rudy yang tahu hal ini.
Berikutnya perhatikan alasan-alasan Polda NTT dalam memberhentikan Iptu Rudy Soik. Kalau dicermati, alasan yang paling ditekankan oleh Kapolda NTT sebagaimana dalam RDP dengan Komisi III DPR ialah soal asusils. Berikut penjelasannya:
“Sebelumnya kami tidak tahu Ipda Rudy Soik ini siapa sesungguhnya, tapi karena ada informasi pada saat itu yang menyatakan bahwa ada anggota Polri yang sedang melaksanakan karaoke pada jam dinas, maka Propam melaksanakan tindakan OTT dan ditemukan 4 anggota Polri.”
“Nah, ketika ditangkap, mereka sedang duduk berpasangan, melaksanakan hiburan dan kemudian minum-minuman beralkohol. Nah, atas peristiwa ini, maka Kabid Propam melaporkan kepada Kapolda dengan informasi khusus sehingga saya mendisposisi untuk dilakukan proses secara hukum.”
Pelanggaran kode etik yang berkaitan dengan asusila seperti ini mengingatkan kita pada kasus kematian Brigadir Joshua yang dibunuh oleh bosnya yang menjabat Kepala Provos Ferdy Sambo. Alibi Sambo bahwa Joshua melakukan pencabulan terhadap istrinya Putri Candrawati ternyata hanyalah sandiwara Sambo dan Putri. Nyatanya, tuduhan itu hanyalah bagian dari perencanaan pembunuhan terhadap Brigadir Joshua.
Pada kasus ini, publik akhirnya paham bahwa asusila menjadi alibi paling menarik simpati di Indonesia. Tidak perlu dipungkiri isu asusila menjadi isu yang paling mudah menggiring opini masyarakat.
Namun demikian, meskipun motif alibinya sama-sama terkait asusila tentu saja Soik bukanlah Joshua; Daniel Silitonga bukanlah Ferdy Sambo. Hal terpenting dalam kasus ini adalah kotak pandora Polda NTT sudah dibuka Iptu Soik. Untuk kelanjutannya biarkanlah proses hukum yang berjalan.
Tidak untuk dilupakan pula aksi yang paling aneh dalam prahara Soik. Beredar vidio yang menunjukan istri Iptu Soik di tilang kendaraannya oleh oknum propam. Anehnya adalah apa urusan propam dengan istri Soik. Atau memang propam NTT sekarang berhak menilang warga? Bukankah propam mengurusi kode etik anggota polri?
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â