(biarlah kita di jalan ‘ketanpaan’)
“Letakkan harapanmu pada belaskasih Allah dan cinta Kristus; katakanlah setiap setiap saat sambil memandang Salib: “Di sanalah pusat semua harapanku”
(St Paulus dari Salib, 1694 – 1775)
P. Kons Beo, SVD
Perjalanan ke Yerusalem itu terasa sangat menyedihkan. Iya, sekalipun perjalanan itu adalah ‘ziarah menuju kemuliaan.’ Dan Yesus mesti melintasi jalan itu. Bukan sebuah jalan penuh pesona. Ia tak disambut gempita. Tak diiringi gemuruh penuh puja-puji. Tidak! Dan memang semuanya jauh dari gelegar sorak-sorai.
Cemeti, pentungan, mahkota duri, salib, dengan segala adegan siksaan itu telah jadi drama di setiap via crucis tahunan. Namun, apakah via crucis itu berkisah sepintas hanya tentang kekerasan dan darah? Atau Hanya seputar awal tak adil dan kejamnya putusan Pilatus, dan betapa liciknya ia untuk kemudian mencuci tangan, “Aku tidak bersalah atas darah Orang ini?” (Mat 27:24). Mari menangkap ‘lebih.’
“Perjalanan ke Yerusalem sejatinya mengarah pula pada penelanjangan Yesus.” Ketanpaan pada Yesus mesti jadi kisah nyata dan terang benderang pada dunia dan bagi kita. Yesus yang bakal disalib mesti terlihat ‘seperti apa adanya dan sungguh rapuh.’ Yesus yang ‘telanjang dan kosong’ mesti ditatap nyata. Hingga pada tulang-tulangNya yang remuk dan terbilang.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel