Cepat, Lugas dan Berimbang

Mengelaborasi Konsep Penciptaan Alam Semesta Versi Kitab Suci Versus Teori Evolusi

Jalan Tengah

Sebelum Konsili Vatikan II perkembangan ilmu pengetahuan masih sangat dipengaruhi oleh ajaran Kristen, terutama pada abad ke-18. Semua ilmu pengetahuan tunduk di bawah sayap gereja. Tidak ada yang meragukan bahwa alam semesta, manusia, dan segala makhluk hidup diciptakan oleh Tuhan seperti adanya sekarang tanpa perubahan (evolusi) sebagaimana manusia adalah turunan dari penemuan fosil purba (kera) yang menyerupai manusia.

Pengajuan teori evolusi hingga diterima di dalam gereja ialah perjuangan oleh seorang imam Yesuit sarjana geologi dan paleontologi, Teilhard de Chardin (1881-1955). Titik temu antara penciptaan kosmos pandangan Kitab Suci dan teori evolusi terletak pada sebuah pertanyaan refleksi kritis Franz Dähler, “Bagaimana terjadinya hidup?”. Lebih lanjut tandas dia, hidup harus selalu berasal dari sesuatu yang hidup pula.

Pernyataan ini mendamaikan teori evolusi Darwinisme yang mengabaikan (pokok spiritual) arah dan akal dalam evolusi dengan teori evolusi modern [Teilhard de Chardin, R. Wesson, Hans Jonas, dkk.] yang lebih menyadari akan adanya causa prima, berkaitan dengan paham Tuhan sebagai sumber transenden evolusi. Penyimpulan ini lahir dari pandangan bahwa faktor utama evolusi adalah perkembangan kesadaran akan konsep “kebetulan”, bahwa faktor mutasi dan seleksi tidak mencukupi dalam proses evolusi. Artinya jauh lebih mendalam, mengarah pada makna tertentu yang tidak bisa dikenal.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel