Artinya, masyarakat desa yang dianggap kurang mampu, kurang berpendidikan dsb lebih sadar pajak daripada masyarakat kota. Masyarakat kota yang nota bene banyak dihuni ASN atau setidaknya dengan latar pendidikan yang mumpuni.
Pada kondisi ini, lantas suara masyarakat mana yang diklaim para politisi Demokrat dkk? Atau, jangan-jangan suara mereka hanya mewakili diri pribadi mereka yang mungkin saja belum sepenuhnya sadar pajak.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, infopertama.com mencoba melakukan penelusuran mandiri sejak Jumat, 27 Juni 2025 hingga Minggu, 29 Juni.
Hasilnya, membenarkan dugaan bahwa suara kepedulian para politisi hanya menggadaikan masyarakat, mereka lebih mewakili diri mereka sendiri.
Sumber infopertama di desa Golo Worok kepada infopertama.com menjelaskan bahwa salah satu lokasi di desa itu seharusnya sudah menjadi objek Pajak, namun belum terdaftar sebagai objek pajak. Padahal, kata sumber itu, potensi pendapatan daerah dari objek pajak itu sangat besar karena sebagai tempat usaha.
Demikian sumber tersebut, bahwa tempat usaha dimaksud adalah Markedila Cafe, sebuah tempat nongkrong dengan panorama lembah di Wela, perbatasan Manggarai Barat. Markedila Cafe ini merupakan milik anggota DPRD Manggarai dari partai Demokrat – Aleksius Armanjaya, putra asli Wela, desa Persiapan Bangka Wela.
Markedila Cafe, jelas sumber tersebut, berdiri di atas tanah dengan kepemilikan berbeda, salah satunya memang atas nama Aleksius. Tetapi, bangunan usahanya belum terdaftar atau terdata sebagai objek pajak. Praktis, sejak beroperasi atau diresmikan, bisnis Aleksius Armanjaya di Markedila Cafe tidak berkontribusi terhadap PAD dari sektor PBB.
Selain Aleksius, temuan lain juga mengungkap beberapa aset milik pensiunan ASN juga ternyata banyak tidak terdaftar sebagai objek pajak. Hanya saja, tuk hal ini kita akan bahas pada edisi berikutnya.
Bagaimana Sistem Pendataan Objek Pajak?
Aleksius Armanjaya, Politisi Demokrat dalam pernyataan resminya menukil Dian Timur menuding rendahnya realisasi PBB karena kelalaian pemerintah.
Suara seorang Anggota DPRD di ruang publik apalagi diliput media sontak dipercaya khayalak. Terlebih, dari seorang Leksy Armanjaya. Sebagaimana diketahui, Armanjaya sebelumnya berkiprah di Jakarta sebagai Staf AHLI anggota DPR RI kawakan separtainya yang di Senayan hingga kini membidangi Komisi Hukum.
Dengan latar belakang itu, sekiranya apapun yang diucapkan Armanjaya benar adanya sesuai ketentuan Undang-Undang. Namun, faktanya cuap-cuap Armanjaya agak tidak sejalan dengan latar belakangnya sebagai Staf Ahli.
Sebabnya, cuap-cuap Armanjaya berbeda dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 35 tahun 2023 tentang ketentuan umum pajak daerah dan retribusi daerah. Pada bab III dijelaskan mengenai tata cara pemungutan pajak dan retribusi.
Bagian Kesatu atau pertama menjelaskan Pendaftaran dan Pendataan Pajak, pada Pasal 51 poin:
(1) Wajib Pajak untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) wajib mendaftarkan diri dan/atau objek Pajaknya kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dengan menggunakan:
a. surat pendaftaran objek Pajak untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) huruf b sampai dengan huruf e, dan
b. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOB) untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a.
(2) Wajib Pajak untuk jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penghitungan sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (4) wajib mendaftarkan diri dan/atau objek Pajaknya kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.
(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kepada Wajib Pajak diberikan satu NPWPD yang diterbitkan oleh Pejabat yang ditunjuk.
Berdasarkan penjelasan di atas, subjek pajak seharusnya proaktif melakukan pendaftaran objek pajak yang dimiliki.
Pembayaran Pajak
Masih menurut Armanjaya, ia mengusulkan agar pemungutan PBB dilakukan ketika selesai panen.
Usulan Armanjaya baik adanya, sangat positif. Tetapi, lagi-lagi usulan itu sebenarnya cuap-cuap tak berdasar. Lebih karena memanfaatkan moment Edaran Kadis PPO tuk membuat panggung Pencitraan.
Sebab, praksis waktu pemungutan dari dinas teknis terkait hingga ke pemerintahan tingkat desa dilakukan sejak pertengahan semester dalam tahun.
Hal itu sebagaimana pengakuan Kades Bulan, Juven Hamat saat dihubungi infopertama.com via gawainya, Minggu, 29 Juni 2025.
Menurutnya, pelaksanaan pemungutan di tingkat desa berjalan sejak Juli dalam tahun. Memang, penyaluran SPPT dari Badan Pendapatan, jelas Juven sudah dimulai Mei tetapi SPPT itu kemudian disortir lagi menguji kevalidannya.
“Setelah dapat SPPT dari dinas, pemerintah desa harus menyortir lagi agar tidak terjadi pendobelan, sebab bisa saja terjadi perubahan data di lapangan. Misalnya, subjek pajaknya meninggal dunia, atau pergantian kepemilikan objek pajak entah karena jual beli atau hibah dsb.” Tutur Juven, Minggu.
Ia menegaskan, waktu petugas untuk memungut pajak dan subjek pajak membayar pajak itu antara Juli sampai dengan Desember. Khusus untuk desa Bulan, besaran pajak bagi setiap objek pajak berada di kisaran Rp15.000 dan paling besar kewajiban subjek pajak karena memiliki usaha itu beberapa orang di kisaran angka Rp200.000 pertahun.
Senada juga disampaikan Marten Don, kepala Desa Mata Wae – Satar Mese Utara yang juga sebagai ketua APDESI Manggarai. Di Mata Wae, jelas Marten Don kesadaran masyarakat untuk membayar pajak sebagai satu kewajiban itu sangat tinggi. Terbukti, di desanya masyarakat datang sendiri ke Kantor Desa untuk membayar pajak.
Di sisi lain ia mengakui memang masih ada segelintir subyek pajak yang memang tidak mau membayar pajak karena mereka berpikir kalau membayar mereka juga harus mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Merespon usulan Armanjaya soal waktu penagihan pajak seusai panen, Marten menjelaskan hal itu sangat tidak berdasar karena waktu panen tidak seragam bagi setiap subjek pajak dalam satu desa, apalagi dalam kabupaten. Ia menyarankan agar teman-teman di DPRD tidak asal berkomentar biar lebih berkelas.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â