infopertama.com – Seorang imam katolik di Flores dari konggregasi SVD, Pater Feliks Baghi membuat pernyataan yang sangat mengejutkan bahwa siapapun orang katolik yang mendukung geothermal adalah orang yang gagal memahami ajaran Katolik, orang yang imannya kurang.
Pernyataan Feliks Baghi itu ia sampaikan dalam sebuah diskusi daring google meet mengenai tanggapan Gereja dan Pemerintah terhadap proyek Geothermal di Flores, salah satunya proyek pengembangan PLTP Ulumbu unit 5-6 Poco Leok.
Demikian menurut Dosen di IFTK Ledalero, Feliks Baghi bahwa, “setiap orang Katolik yang menerima atau mendukung ProyekGeothermal berarti dia orang katolik yang gagal, orang katolik yang kurang beriman.” Ujar Feliks Baghi dalam forum google meet yang disaksikan media ini, Sabtu, 22 Maret 2025.
Pernyataan Feliks Baghi itu merujuk pada kitab kejadian perjanjian lama dalam ajaran gereja Katolik tentang Penciptaan. Selanjutnya, dalam kajian gereja Katolik sehingga para Uskup gerejani Flores (6 Uskup) bersepakat untuk menolak proyek Geothermal di Pulau Flores.
Saat mengikuti google meet yang berlangsung sore, Pater Feliks Bagi masih menggunakan listrik tuk penerangan dan mengakses koneksi internet memggunakan perangkat digital yang sulit tuk tidak bergantung pada energi listrik.
Menurut Feliks Baghi, geothermal tidak bisa dibangun di perkampungan atau di tengah wilayah permukiman atau di tengah wilayah ekonomi umat atau masyarakat. Tidak bisa seperti itu.
Kita punya (Gereja Katolik -pen) punya sikap pengabdian yang radikal dengan orientasi kita bertanggungjawab etik. Karena itu saya pikir kami di IFTK Ledalero yah dan juga para imam.
Uskup sekarang, kata Feliks menggerakkan para imam, suster-suster (Biarawati Katolik) dan JPIC dengan lebih tegas, lebih heroik dengan sikap pengabdian dan spiritualitas yang baik.
Dengan gerakkan ekologi untuk melawan sebuah sitem yang besar diikuti suatu kerohanian ekologis yang baik. Tanpa kerohanian ekologis, gerakakan kita hanya merupakan aktivisme belaka.
Demikian Feliks Baghi, pemerintah seharusnya dalam berpolitik harus green politik atau politik hijau yaitu politik yang berfokus pada isu lingkungan hidup. Pun juga ekonomi, ekonomi yang dibicarakan itu ekonomi hijau, green ekonomi.
“Bukan politik dalam konteks bisnis! Cukup. Cukup dengan apa yang kita terima dari alam. Karena alam itu orang Indonesia menyebutnya sebagai ibu pertiwi. Menggunakan aspek feminisme, ibu.”
Apa hubungannya dengan alam dan ibu? Ibu memiliki rahim yang menjaga kehidupan dan melahirkan. Alam memiliki rahim yang melahirkan kehidupan bagi pepohonan, air.
“Kita harus menjaga ibu bumi, alam. Tapi kalau manusia merusak perut bumi dengan membor tanpa suatu pertimbangan yang baik, menurut saya dia sedang memperkosa ibu bumi, menghancurkan alam. Dan, orang-orang tua kita sebelum membuka lahan yang baru mereka meminta izin kepada alam bahwa mereka juga memberi persembahan yang pertama kepada ibu bumi. Artinya, kerohanian mereka adalah kerohanian ekologis yang membawa mereka ke tingkatan yang lebih tinggi kepada pencipta.” Tegas Feliks Baghi.
Saya pikir, ucap Feliks Baghi, itu menjadi panduan gereja. Gereja mempunyai pendasaran mengapa gereja harus menolak geothermal, atau menolak seluruh sistem pertambangan, sistem perekonomian yang merugikan keutuhan alam ciptaan dan juga menindas kemanusiaan.
Tetapi, selain itu gereja hanya membangun dalam konteks spiritualitas ekologis, kerohanian ekologis bahwa dialog dengan alam itu penting.
Komitmen utuh atau sekedar Cuap-Cuap
Menyimak pernyataan dan penjelasan Pater Feliks Baghi bahwa orang katolik yang menerima Geothermal (termasuk pertambangan yang merusak Alam sebagai ibu bumi) adalah orang katolik yang gagal, yang kurang beriman merupakan suatu penyataan yang berlebihan. Pernyataan yang tidak sesuai konteks dengan era kekinian, bukan hanya bagi umat atu orang Katolik tapi juga bagi gerja itu sendiri.
Bisa jadi, apa yang disampaikan Gereja terutama yang disampaikan Feliks bagi hanya sebagai cuap-cuap belaka, cuap yang punya embel-embel. Sebab, faktanya, gereja sendiri termasuk para imamnya menikmati atau memanfaatkan hasil-hasil pertambangan yang tidak green, termasuk menikmati geothermal. Bahkan, teman seordo Feliks Baghi menjadi pelaku atau pebisnis hasil pemboran alam.
Mari kita lihat bangunan gereja yang megah di daratan Flores sementara bangunan atau rumah-rumah umatnya banyak yang masih sangat sederhana. Gedung-gedung berlantai milik kelompok Gereja itu pasti membutuhkan atau menggunakan beton, rangka baja, semen dan sebagainya yang merupakan produk ibu bumi yang diperkosa tadi.
Begitupun pada perlengkapan liturgi dalam gereja Katolik, Piala. Piala dalam liturgi Gereja Katolik adalah cawan yang digunakan untuk tempat anggur yang dikonsekrasikan. Setelah dikonsekrasikan, piala menjadi tempat untuk Darah Mahasuci Kristus.
Fungsi piala dalam liturgi gereja katolik melambangkan cawan yang digunakan Tuhan Yesus pada Perjamuan Malam Terakhir.
Melambangkan cawan Sengsara Kristus,
melambangkan Hati Yesus, dari mana mengalirlah Darah-Nya demi penebusan kita.
Dan yang paling penting, bahwa bahan piala harus dibuat dari logam mulia, bagian dalamnya biasa dibuat dari emas atau disepuh emas.
Bahan ini bukanlah yang diturunkan dari langit, ini menjadi hasil olahan isi perut bumi yang menurut gereja tadi ibu bumi yang diperkosa.
Salah satu SPBU di Flores juga diketahui milik seorang imam Katolik SVD, tahu kan kalau SPBU itu menjual BBM, ada pertalite, pertamax, solar. Itu bukanlah produk yang kata Pater Feliks tadi sebagai tidak berbasis ekologis. BBM ini selain bisa membuat mobil-mobil mahal para imam dan uskup bisa berjalan, mereka juga bisa hidup atau menikmati keuntungan dari SPBU.
Memang, bahwa bahan baku itu tidak dari perut bumi Flores, tapi gereja seharusnya tidak buta hati, buta ekologis dengan ibu bumi di mana logam mulia, emas, baja, BBM dan sebagainya itu berasal. Sehingga gereja tidak dianggap sebagai buta sempula.
Gaya hidup para imam di Flores dalam praktiknya banyak yang hidup mewah, bermobil mewah dan sebagainya, bertolak belakang dengan ekonomi umat yang dominan sebagai petani kebun, petani ladang. Umat-umat miskin ini malah yang menyisihkan hasil jerih payahnya untuk kehidupan gereja dan para imamnya.
Sangat berlebihan ketika kemudian umat-umat miskin di sekitar lokasi pengembangan Geothermal yang memberikan tanahnya untuk diambil potensi panas bumi dalam perut bumi ini sebagai orang katolik yang gagal, orang katolik yang kurang beriman, tuk tidak dibilang sebagai Katolik Abal-abal, katolik Palsu.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â