KPPK menyadarkan Calon Pasutri untuk membangun keluarga yang berkualitas

Ruteng, infopertama.com – Pater Kristianus Sambu, SVD, Pastor Paroki Ekaristi Kudus Ka Redong mengutip pernyataan Paus Fransiskus bahwa, “Banyak keluarga muda zaman sekarang melihat lembaga perkawinan atau hidup keluarga hanya sebagai sebuah kenikmatan bersama. Tetapi, mereka tidak melihat hidup perkawinan sebagai sebuah panggilan dan perutusan dari Allah. Akibatnya, mereka mudah goyah ketika badai gelombang perkawinan melanda mereka. Bahtera keluarga pun ambruk.”

Pernyataan penting dan bermakna ini oleh Pater Kristianus S. SVD sampaikan ketika menyampaikan sambutan pada acara pembukaan Kursus Persiapan Perkawinan Kartolik (KPPK), Jumat (28/4/2023) kepada 24 Calon Pasangan Suami-Isteri di Aula Paroki Ekaristi Kudus Ka Redong.

Lembaga Perkawinan, Jelas Pater Kris, adalah sebuah institusi yang bermartabat. Bermartabat karena lembaga perkawinan merupakan buah kesepakatan antara dua insan manusia. Tentu, yang didukung atau direstui oleh kedua keluarga besar dari pasangan tersebut. Lalu dikukuhkan dalam adat istiadat di wilayah tertentu. Dan, disahkan secara sakramental dalam tradisi agama, terutama bagi kita dalam Gereja Katolik.

“Oleh sebab itu, kita memahami perkawinan, adalah sebuah panggilan untuk membangun hidup keluarga dengan nilai – nilai kristiani yang terus diembani. Nilai nilai kristiani itu termaktub di dalam hukum perkawinan, moral perkawinan, dan sakramen perkawinan itu,” tegasnya

Begitu tinggi martabat perkawinan, lanjut Pater Kris, maka lembaga ini tidak begitu saja terjadi. Melainkan melewati berbagai proses, sehingga ia memiliki daya tahan dan daya hidup yang baik. Begitu bermartabatnya institusi perkawinan itu maka tidak begitu saja ditinggalkan jika sudah jenuh atau mengalami tantangan.

“Dia harus dipertahankan sehingga dikatakan tidak terceraikan (indisolubilitas). Dan, perkawinan katolik terjadi antara dua orang beriman katolik yang sudah dewasa secara fisik biologis. Dewasa dalam iman/kerohanian, sehat fisik dan mental. Dan, memiliki komitmen untuk menghayati nilai – nilai perkawinan itu dengan baik. Jadi hanya terjadi di antara dua orang yang saling mencintai (monogami),” tuturnya.

Lebih jauh, Pater Kris menjelaskan hidup perkawinan dan keluarga tidak berada secara eksklusif dan terisolir. Melainkan, kata dia melebur di dalam masyarakat: bersama keluarga besar, tetangga, wilayah dan masyarakat luas serta umat. Oleh sebab itu, hal-hal sosial kemasyarakatan perlu diketahui dan dijalani dalam keseharian hidup perkawinan. Maka dalam KPPK ini hal-hal yang bersifat duniawi, sekular dan sosial kemasyarakatan perlu diberikan juga. Semisal, bagaimana hidup yang harmoni dalam keluarga? Bagaimana mengatur Ekonomi Rumah Tangga yang baik, bagaimana membenahi kesehatan dan pendidikan anak dalam keluarga? Bagaimana hidup sebagai warga negara yang baik (DUKCAPIL), dan berbagai persoalan hidup dalam keseharian kelak.

Untuk itu, pinta Pater Kris, kepada segenap peserta KPPK untuk memberi perhatian yang sungguh selama dua hari ini. Jangan kita beranggapan bahwa KPPK hanya sekedar memenuhi tuntutan administratif “Helai Sertifikat”, lalu segala sesuatu yang kita sajikan ini menguap begitu saja seperti embun pagi. Hal ini dapat kami buktikan ketika dalam proses “penyidikan kanonik”. Ketika ditanya satu dua hal yang pernah didapat dari KPPK, tidak ada yang tahu jawab. Bahkan tidak sedikit yang menjawab di luar konteks. Misalnya, ditanya, dalam Gereja Katolik ada berapa sakramen? Dengan lantang dijawab, empat. Ini hal pengetahuan, belum lagi hal-hal yang bersifat pemaknaan dan penghayatan dalam hidup.

Hemat kami, imbuhnya, bisa menjadi salah satu aspek runtuhnya sebuah lembaga perkawinan/keluarga adalah pasangan tidak mengerti untuk apa mereka menikah, untuk apa mereka hidup bersama. Padahal Kitab Suci sudah menegaskan bahwa perkawinan itu Suci karena dipersatukan oleh Allah sendiri, sehingga tidak boleh diceraikan oleh manusia. Namun ada banyak fakta dewasa ini di mana banyak keluarga yang ambruk, anak-anak terlantar, masing-masing orang mencari kesenangan dan kenikmatan sendiri.

Oleh sebab itu, harapnya, melalui KPPK ini sekalipun sangat singkat waktunya dan tidak bisa menyelesaikan semua hal. Namun kita berusaha memetik satu dua poin untuk hidup kita selanjutnya. Untuk itu kami juga siapkan materi KPPK ini dalam bentuk diktat yang dititipkan kepada para peserta untuk dibaca kemudian.

Pada Kursus Perkawinan tersebut, Maria Yasinta Aso, salah satu narasumber kepada para peserta menjelaskan tentang peran keluarga dalam mencegah dan mengatasi soal stunting yang masih ada di Manggarai. Menurut Yasinta, Peran Keluarga sangat penting untuk menciptakan sumberdaya manusia yang berkulitas saat ini. Dia kemudian meyakinkan Para peserta dengan mengutip pernyataan dari Presiden Jokowi di mana titik dimulainya pembangunan sumber daya manusia, adalah sejak janin dalam kandungan dan mesti dilaksanakan secara berkesinambungan sampai lanjut usia.

Sehingga Keluarga, kata Yasinta, mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya menyiapkan generasi yang berkualitas dengan mengkonsumsi makanan bergisi setiap hari. Maka dari itu calon pasangan suami istri yang nantinya akan menjadi satu keluarga baru, perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan dan informasi yang terkait dengan berbagai hal untuk mempersiapkan generasi berkualitas, mencegah stunting pada anak, menjamin agar anak – anak kita melewati “golden period” sebagai haknya dengan status gizi yang baik, bebas dari stunting. Oleh karena itu, saran Yasinta, dalam perencanaan keluarga nanti yang paling prioritas, adalah mengalokasi anggaran keuangan untuk penyediaan makanan bergizi bagi keluarga, agar istri, suami dan anak-anak sehat.

“Kita semua perlu bergandengan tangan dengan Pemerintah Kabupaten Manggarai untuk menciptakan keluarga yang berkualitas sehingga tidak ada lagi anak-anak yang mengalami stunting di masa depan,” pungkasnya.

Panitia KPPK bekerjasama dengan Puskesmas Lao melalukan pemeriksaan hemoglobin, pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA), Tekanan Darah, keadaan umum, dan anamnesis keluhan yang dialami, tujuannya untuk memastikan calon ibu yang akan hamil sehat, bebas dari penyakit-penyait yang memberi kontribusi terhadap lahirnya anak stunting, BBLR, tingginya kasus kematian ibu dan Bayi.

Sedangkan pada sesi lain, Adam Musi, dan Rikhardus Roden Urut, berbagi pengetahuan dan pengalaman terkait pengelolaan ekonomi rumah tangga dan melek keuangan. Menurut adam, setiap keluarga harus memiliki perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga sebagai panduan dalam mewujudkan keluarga yang sejahtera secara sosial ekonomi. Selain itu, dengan perencanaan demikian yang disusun bersama antara suami dan isteri, keduanya bisa menentukan alokasi anggaran berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan bukan keinginan, melakukan evaluasi apakah pendapatan cukup atau tidak, memutuskan apakah pengeluaran tertentu perlu ditekan atau tidak untuk mencegah terjadinya minus anggaran. Dan yang paling penting juga dengan cara demikian kita didorong untuk mengupayakan peningkatan pendapatan, menabung, dan berinvestasi. Sebagai keluarga katolik, tegas Adam, unsur kebersamaan (komunio) dalam merencanakan Ekonomi Rumah Tangga adalah spiritnya demi menjamin keberlanjutan keluarga.

Rikhard Urut pada kesempatan itu, kepada para peserta menegaskan untuk bijaksana dalam mengelola keuangan keluarga. Tujuan keuangan kita semakin banyak saat ini. Tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan Pokok (primer) dan Sekunder saja. Tetapi, pada beberapa tahun terakhir yang tampaknya semakin besar dari segi nilai rupiah yang dikeluarkan dari setiap “dompet” keluarga adalah untuk urusan sosial kemasyarakatan.

KPPK
Peserta KPPK di Paroki Ekaristi Kudus Ka – Redong sedang menyimak materi yang disampaikan para pemateri.

Misalnya pesta sekolah untuk pengumpulan dana pendidikan, urusan adat, pengumpulan dana untuk pernikahan dan acara sambut baru. Implikasi dari realitas sosial ini adalah tidak sedikit kasus di mana keluarga terjebak pada pinjaman yang berbunga tinggi, terlilit utang. Dan, akhirnya ada yang gadai atau menjual tanah bahkan situasi ini memicu terjadinya kekerasan fisik dan verbal dalam keluarga, korban dan pelakunya bisa isteri, bisa juga suami.

Belajar dari situasi ini, maka para peserta diingatkan atau disadarkan agar berpikir porduktif. Yakni untuk mengupayakan peningkatan penghasilan, berinvestasi, berbisnis mengembangkan UMKM dan jangan lupa menabung sebagai wujud dari kebijaksanaan dalam mengelola keuangan.

Novita Rusilia Tama, salah satu peserta kursus kepada media berpendapat bahwa materi kursus sesuai dengan harapan dia dan pasangannya. Bagi kami, ungkapnya, materi-materi kursus sangat penting dan berarti sebagai acuan, inspirasi, dan motivasi dalam membangun keluarga. Di antaranya membicarakan Kesehatan, Cara berkomunikasi dalam keluarga. Kemudian, makna Perkawinan menurut ajaran gereja Katolik /adat Manggarai dan tata kelola ekonomi keluarga/melek keuangan.

Membangun keluarga tentu dengan mengutamakan komunikasi sebagai dasar, cara, dan kekuatan untuk mewujudkan tujuan. Yaitu menjadi keluarga katolik yang berkualitas secara rohani dan jasmani.

Komunikasi, ujarnya harus dua arah antara suami dan isteri sebagai perwujudan cinta kasih kepada pasangan. Serta, doa menjadi dasar dalam memutuskan segala hal, baik untuk internal keluarga maupun dengan sesama.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel 

 

error: Sorry Bro, Anda Terekam CCTV