Akibat dari semuanya adalah gugurnya kesadaran terdalam bahwa caci maki, penyesatan, hoaks, pembunuhan karakter, atau kampanye miring dan hitam lagi berkerayapan. Sebab itulah sepasang kuping tak boleh dibiarkan seolah telah ‘terbeli dan dikuasai’ agar yang krusial-prinsipil-fundamental dibikin terdengar fakultatif dan alternatif semata.
Tidak kah joget gembira ‘demokrasi’ dipertontonkan, namun yang sebenarnya itulah jelas-jelas aksi pengangkangan demokrasi yang menggelikan? Semesta Nusantara benar-benar tak boleh terhipnotis oleh kata-kata, oleh dagelan penuh sandiwara politik yang justru sungguh meludahi marwah demokrasi itu sendiri.
Lectio Divina Politik, mungkinkah?
Sebenarnya yang telah terjadi adalah ‘kampanye’ yang belum dibikin kasat mata dan jelas terang menderang. Dan sepertinya, di hari-hari tersisa ini, ada bagusnya kita mengundurkan diri. Demi menyaring semua yang telah singgah di telinga. Iya, sepantasnya kita ‘tarik diri’ dari segala hingar bingar pekik kata-kata bersuara jika memang tak berkehendak bahwa telinga jadi pekak.
Dan, mungkinkah ‘lectio divina politik’ dapat dikaroseri? Mungkinkah alam negeri, Sabang hingga Merauke, bisa masuk dalam membaca-mendengar, bermeditasi, berdoa, dan berkontemplasi atas segala riak-riak politik yang berkecamuk?
Akhirnya…
Mari tinggalkan dulu area panggung kampanye. Yang sumpek dengan kata-kata bersuara penuh pikat namun bisa menjebak. Janganlah pula berlama-lama menatap ke baliho-baliho berjejer. Pada wajah-wajah senyum penuh misteri. Yang lampaui misteri lukisan senyum Monalisa itu. Berhijrahlah dulu ke tempat hening demi membatinkan segala gemuruh politik yang tengah terjadi.
Ini semua tentu punya tujuan mulia. Agar semuanya tiba pada discernment politik yang tak kebablasan, melainkan bermuara pada penentuan yang benar, bijak dan seharusnya! Semuanya demi Hiduplah Indonesia Raya…
Verbo Dei Amorem Spiranti
Collegio San Pietro – Roma
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel