Cepat, Lugas dan Berimbang

Kisah Murid SD di Manggarai Tak Bisa Sekolah Karena Hak Konstitusionalnya Dirampas

Murid SD
Ilustrasi Murid SD Pulang Sekolah (Radarmalang.id)

Ruteng, infopertama.com – Fransiska Ravalina Ambal (8 tahun) atau Rava begitu sapaan akrabnya, Murid SD yang harus menjadi korban karena suatu kebijakan yang keliru. Kini, sudah hampir satu tahun, Rava tak lagi berkumpul bareng teman-temannya di sekolah. Haknya tuk mendapatkan pendidikan sebagaimana anak-anak lain seusianya hilang.

Pemicunya, sang guru Kepala Sekolah, Mikael Gandi, mempersulit pemberian surat pindah terhadap Rava.

Kabarnya, buah hati dari pasutri Raimundus Ambal dan Valentina Riani Kabut ini ingin pindah sekolah. Rava atas keinginannya pindah ke SD Inpres Redek Hawe, Desa Wajur, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Keinginan Rava pun mendapat restu Orang tuanya.

Sayangnya, keinginan Siswi bernama Rava terhalang administrasi, surat pindahan dari SD Inpres Dongang tak kunjung keluar. Praktis, Rava tak bisa masuk ke sekolah di SD Inpres Redek, Manggarai Barat sebagai murid resmi. Ia hanya dititipkan belajar. Ibu Rava, Valentina menuturkan, anaknya sejak Agustus tahun lalu tak masuk sekolah (SDI Dongang -pen).

Orang tua Rava, Valentina Riani Kabut, merasa heran sikap sang kepala sekolah yang mempersulit anaknya mendapatkan pendidikan di tempat lain. “Anak saya sudah berbulan-bulan tidak sekolah. Kalau begini caranya, anak saya mau buat apa,” ujarnya di Ruteng, Kamis (16/2/2023).

Valentina Kabut mengaku, ia dan Raimundus Ambal pernah dipanggil kepala sekolah, Selasa (14/2/2023), untuk mencari solusi atas pindahan anaknya. Namun pada saat itu hanya bahas permasalahan kami sebagai orang tua.

“Malah saat itu kepala sekolahnya diam saja. Kalau begitu untuk apa undang kami. Padahal kami memastikan perjelas status anak kami. Mohon status anak kami jangan terkatung-katung,” ujarnya.

Di hadapan sang kepala sekolah, Riani Kabut menjelaskan, memang ada perbedaan pendapat antara ia dan Raimundus Ambal terkait perpindahan sekolah anaknya. Tapi, tidak serta merta status anaknya sebagai murid SD biarkan tidak jelas begitu saja. “Kami mau sekolahkan anak kami di sekolah yang baru (SDI Redek), tapi tetap tuntut harus ada surat pindah,” katanya.

Sementara itu Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dinas PPO) Kabupaten Manggarai, Wensislaus Sedan yang dampingi Kabid SD Theresia Dewi Stepi, Selasa (14/2/2023), mengaku belum mengetahui ada penelantaran anak murid di SD Inpres Dongang, lantaran tidak dapatkan surat pindahan dari kepala sekolah. “Saya belum tau itu,” ujarnya.

Namun, menurut Wens, tidak boleh mengganggu hak setiap anak untuk mendapatkan pendidikan. “Itu hak konstitusional. Bukan karena orang tuanya bermasalah. Apapun bentuknya anak berhak mendapatkan pendidikan setara,” katanya.

Wens pun berjanji akan memanggil kepala sekolah yang bersangkutan dan prioritaskan hak pendidikan Murid tersebut. “Tidak boleh tidak, kita ‘selamatkan’ siswi yang bersangkutan harus sekolah,” tegasnya.

Tentang siswi tersebut, Kabid SD Dinas PPO Theresia Dewi Stepi malah memberikan penjelasan berbeda kepada media ini, Kamis 16 Februari 2023. Ia justru menganjurkan kedua orang tua siswi tersebut agar rujuk baik dulu agar proses perpindahan lancar. “Kami saran dulu agar kedua orang tua sama-sama baik. Agar anak juga nyaman,” katanya.

Ia mengatakan, kepala sekolah sudah beri penjelasan ke Dinas. “Namun mengapa kepala sekolah tidak mengeluarkan surat pindah, karena takutnya ada dampak sosial di sekolah,” kata Dewi Stepi.

Sumber di SDI Dongang, Jumat (17/2/2023), mengungkapkan kepala sekolah enggan memberikan surat pindah sekolah terhadap Rava lantaran situasi sekolah terganggu.

Situasi sekolah terganggu, menurut sumber yang enggan sebutkan namanya tersebut, dimaksudkan karena ada perbedaan pendapat atas perpindahan sekolah Rava antara kedua orang tuanya. “Bapaknya tidak setuju mau pindah (sekolah). Mamanya setuju. Kepala sekolah mungkin takut kalau buat surat pindah sepihak. Apalagi Bapak dari siswi dan keluarga klaim ini sekolah bangun di atas lahan mereka,” ungkap sumber tersebut.

Sementara Pemerhati Perempuan dan Anak Keuskupan Ruteng, Romo Marthen Jenarut mengatakan dipersulitnya pindah sekolah Rafa hingga ditelantarkan tidak sekolah sepatutnya tidak terjadi. Lembaga pendidikan harus melepaskan siswi yang ingin pindah sekolah karena merasa tidak nyaman.

“Dan seharusnya permasalahan anak tidak dicampuri orang tua,” kata Romo Marthen saat dihubungi pesan Whasapp, Jumat malam (17/2/2023).

Romo Marthen menjelaskan, bahwa mempersulit mutasi siswa tidak boleh dilakukan karena merugikan siswa. Jika anak sudah tidak nyaman di sekolah maka potensinya untuk maju tidak akan berkembang. Dan hal itu sesuai dengan amanat UU No. 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa jalur pendidikan ditempuh sebagai wahana untuk mengembangkan potensi diri.***

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel