Cepat, Lugas dan Berimbang

Sejarah Gerakan Mahasiswa Indonesia

IV. Gerakan Mahasiswa Pasca ’66: Kritisi Negara Orde Baru dan Anti Negara Orde Baru

Pada masa Rezim Orba yang Totalitarian di bawah Soeharto, kekuatan politik dapat dijinakan dan dikontrol oleh kekutan represif militer di bawah komando tentara yang sudah jauh dari cita-cita tentara revolusi Panglima besar Soedirman yang diperuntukan untuk melindungi, mengayomi dan mengamankan negara dalam mencapai cita-citanya. Namun tetap saja ada kekutan kecil tak terlihat yang selalu menghitung secara cermat kebijakan dan peta politik penguasa Negara Orde Baru (NOB).

Pasca pemberangusan kekuatan pelopor; PKI. Kekuatan nasionalis-Soekarnois juga dipinggirkan dan ditenggelamkan perlahan dari sejarah bangsa, nama tokoh revolusioner seperti Tan Malaka, Semaun, Alimin, Tjokroaminoto, Darsono dll menjadi terlupakan dan generasi tak mengenalnya lagi sebagai tokoh pelopor zaman baru hingga lahir zaman kini. Kekuatan Islamis tradisionalis dipinggirkan dan ditinggalkan roda (pembangunan) developmentalisme dengan stigma “kampungan, kaum sarungan”. Sehingga lahirlah kalangan kaum menengah Borjuis lokal hingga konglomerat (Crony Capitalism) dari kalangan dekat kekuasaan. NOB menciptakan sistem mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan (Oligarkis), makna gotong royong dan kekeluargaan dipelintir menjadi koncoisme (Nepotisme).

Padahal itu adalah ciri sosialisme asli bangsa Indonesia. NOB melakukan rekodifikasi per-undangan kolonial Belanda dengan merancukan dan menghancurkan sistem hukum, merusak tatanan PerUndang-undangan dengan lahirnya Ribuan TAP/MPR berpihak pada kekuasaan. Pancasila menjadi nilai yang “basi” bagi generasi muda karena dijadikan doktrin tak berakar dan formalitas kenaikan jenjang jabatan/kedudukan dengan Santiaji lewat Penataran P4.

Di tengah-tengah kekutan politik yang hipokrit dan suburnya budaya pembodohan dan pemiskinan massa. Maka di tengah-tengah situasi ketertindasan, penghisapan yang tercipta di mana kaum tani (Mayoritas rakyat), kaum buruh, kaum miskin perkotaan, para pengangguran belum menemukan kawan. Maka kaum muda -sadar- diharapkan muncul sebagai pelopor dan kawan bagi perubahan kesadaran dan pembebasan dari massa, oleh massa dan untuk massa. Di situlah bertemu sebuah penderitaan dan pengetahuan sehingga melahirkan kesadaran. Mendobrak kebekuan kebuntuan (Kuldesak) dan kegamangan (malaise) menuju pencerahan bersama, membuka zaman baru yang lebih humanisme. Munculah kekuatan kecil kesadaran dari beberapa mahasiswa untuk berjuang mengubah keadaan, di Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Makassar, dan kota lainnya.

Dengan mengkritisi pertarungan modal Asing yang ingin menguasai Indonesia antara modal Amerika dan Jepang khususnya sekaligus Cina lokal maka pecahlah demonstrasi besar gerakan mahasiswa ’74 sebagai salah satu momentum pada angkatan 70-an yang berakhir dengan provokasi militer sehingga terjadi kerusuhan dan pembakaran proyek senen di bawah komando Pangkopkamtib Soedomo. Lalu lahir momentum-momentum kecil di beberapa daerah baik itu kasus tanah, penembakan, penghilangan secara paksa beberapa pejuang lokal.

Operasi militer di Timor-Timur dimulai lantas suhu provokasi terjadi juga di tanah rencong. Tahun 78, kekuatan kritisi NOB dan sebagian kecil kekuatan anti NOB muncul berdemonstrasi menolak pencalonan Soeharto untuk yang ke 3 kalinya di pemilu tahun‘79. Namun karena persoalan eksistensi, arogansi dan provokasi dari luar kalangan pergerakan mahasiswa saling mendahului antara ITB dan UI juga UGM, USU Medan. Pemerintahan Otonom Mahasiswa di kampus dengan Dewan Mahasiswanya mampu mengorganisir kekuatan kritis maju untuk berbuat sesuatu. Pecah protes besar di ITB Bandung mendahului rencana bersama antara kaukus Jakarta dan Bandung sehingga gerakan itupun menjadi premature dan mudah dipatahkan.

Masuk pada decade 80 an pemerintah pada tahun 1984 di bawah otoritas Daud Joesoef sebagai menteri pendidikan menerapkan program Normalisasi Kehidupan Kampus dan membangun Badan Koordinasi Kampus yaitu Senat perguruan tinggi dan Senat mahasiswa untuk meredam aktivitas politik mahasiswa pasca 1978. Momentum terus terjadi dan akumulasi pecah pada tahun 1989. Aksi mahasiswa menolak NKK/BKK mengakibatkan bentrok dan pemenjaraan mahasiswa seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Di Cina juga terjadi aksi demokratisasi untuk pemerintahan PKC (Partai Komunis China) yang berkuasa namun dilumpuhkan setelah berbulan-bulan mereka menduduki lapangan Istana kekaisaran Tiananmen dan dikenal dengan peristiwa Tiananmen. Hal itu tentu saja menjadi penyemangat dan inspirasi bagi banyak mahasiswa di luar Cina termasuk mahasiswa di Indonesia sendiri.

Pada pertengahan 80-an lahir gerakan mahasiswa yang dibungkus dengan organisasi Pers mahasiswa, forum diskusi dan keluarga mahasiswa. Mereka mengusung nilai kerakyatan, sadar dan maju (populisme, kritis, progressive dan revolusioner) dengan kesadaran seperti itu yang mengawal gagasan, namun pada urusan program perjuangan mereka sering terganjal oleh eksistensi, dan provokasi juga stigmatisasi/cap dari penguasa. Ada sebuah adagium yang disetir dari hasil diskusi-diskusi penyadaran mereka yaitu “Apabila kita memberi makan orang miskin, kita akan disebut orang suci, namun apabila kita bertanya kenapa mereka lapar kita dicap komunis”. Hal itu mewarnai pola pergerakan dan mencirikan geliat massa dalam kelompok kecil-kecil namun pasti. Melakukan transformasi terhadap kawan dan masyarakat.

Sementara penguasa mengkonsolidasikan kekuatan oligarkinya maka oposisi harus melakukan hal yang sama dan lebih baik dari masa yang lampau. Kita harus belajar dari refleksi sejarah gerakan yang bertahun-tahun terputus dan selalu dipenuhi ketidak-sambung-an dan kesalahpahaman. Yang harus dibangun adalah kewaspadaan (kesiap-siagaan) bukan kecurigaan sesama kawan namun hal itu sulit dilakukan karena penguasa mampu melakukan infiltrasi yang mendasar pada gerakan mahasiswa. Sehingga generasi muda yang lahir pada masa NOB memiliki bakat terbesar “pragmatisme” (cara berfikir yang instan dan ingin selalu memperoleh hasil tanpa kerja, atau ingin langsung hasil yang jadi, konkrit di depan mata). Hal itulah yang menyuburkan budaya ketidaksadaran massa, pengetahuan yang pasif dan penuh keragu-raguan. Pengekangan generasi tua telah menyuburkan ketertiduran panjang pelopor-pelopor perubahan. Pembangunan meninabobokan kreativitas dan inovasi kaum muda. Menjerat dengan hutang dan kemiskinan massal. Sementara segelintir orang berkuasa atas modal/rejeki orang banyak.

KETIKA DEMOKRASI MENJADI OMONG KOSONG, KETIKA PENDIDIKAN HANYA MENJADI BISNIS, KETIKA LAPANGAN KERJA DITENTUKAN MODAL ASING, KETIKA BURUH TERHISAP DIBAYAR MURAH, KETIKA PETANI TERAMPAS HAKNYA, KETIKA PENGUASA TERUS MENIPU DAN TAK TERSENTUH HUKUM YANG ADIL, KETIKA KEDAULATAN MENJADI MIMPI, KETIKA KEADILAN MENJADI HARAPAN, KETIKA GENERASI DILINGKUPI MIMPI BURUK AKAN MASA DEPAN… KETIKA HATI BERGETAR MENYAKSIKAN PENDERITAAN BANYAK ORANG…

Kita harus bangkit melawan. Orang-orang harus dibangunkan. Kebenaran harus dikabarkan. Suara itu membangunkan sekelompok mahasiswa dalam kerangka Front Aksi Mahasiswa Indonesia (FAMI) pada tahun’94. Menggugat soeharto dan menyerukan untuk sidang istimewa bagi penguasa NOB itu, perubahan 5 UU Politik, dan Pembubaran lembaga teritorial dan ekstrajudicial ABRI (Dwi Fungsi ABRI). Penangkapan 21 mahasiswa dengan ganjaran 8 hingga 14 bulan penjara menghentikan langkah kesatuan jaringan mahasiswa antarkota tersebut. Sampai pada saat ketika kekuatan modal kapitalis global menerjang kekuatan kropos ekonomi tak bertiang NOB luluh lantak oleh Krisis. Gerakan Mahasiswa yang selama ini tercecer dan berserak mulai terbangun satu-satu. Inilah saatnya!

24 April terjadi tragedi yang kita kenal dengan “AMARAH” April Makasar Berdarah Di UMI (Universitas Muslim Indonesia), 3 mahasiswa menjadi korban penyerbuan aparat ke dalam kampus. Lalu, 27 Juli 96 pecah provokasi. Penguasa merekayasa sebuah miniatur skenario yang pernah membawa NOB berdiri tegak dibantu Amerika 30 tahun kebelakang. Ketika kekuatan nasionalis mulai menguat politik devide et empera tehadap Partai Demokrasi Indonesia memicu dukungan kelompok muda dan berakhir dengan penangkapan, pengkambinghitaman dan kerusuhan yang pasti selalu menelan korban tidak sedikit.

Setelahnya adalah konsolidasi kembali.
Mahasiswa berkumpul kecil-kecil di dalam kampus masing-masing. Tergopoh-gopoh mereka mengorganisir kawan, satu demi satu mereka ajak aksi dalam kampus. Gerak mereka tidak seperti romeo yang sedang meminang Juliet (walaupun ada banyak juga yang seperti itu) tetapi mereka bergaul dalam menggapai kesadaran bersama meningkatkan kesadaran mistis menuju kesadaran naïf untuk menjadi kritis. Pertemuan mereka adalah bangunan kesadaran dari kenyataan sehari-hari orang-orang di sekitarnya yang terbelenggu kehendak bebasnya oleh sistem totaliter. Kawan mulai berhasil digalang, lalu keluar melompati pagar-pagar menara gading kampus masing-masing dengan gagah berani. Berai jari-jemari tangan kirinya terkepal tinggi menjulang ke langit simbol perlawanan. Seakan-akan ingin segera menggapai kuasa rakyat.

Januari, Februari, Maret, April, Mei ’98 tragedi penembakan mahasiswa di Trisakti. Diikuti provokasi massa di tiap daerah hingga pecah kerusuhan dari massa yang selama ini memendam api penderitaan, ketidak adilan dalam dada mereka. Ratusan ribu mahasiswa terkonsolidasi tanpa aba-aba. Mereka marah, mereka meneriakan penguasa NOB harus turun dan diadili, harus bertanggung jawab dengan teriakan “seret ke sidang istimewa!”. Aksi penelikungan gerakan mahasiswa dilakukan oleh orang-orang dekat Soeharto.

Demi menyelamatkan bos mereka 12 menteri mengundurkan diri, dipimpin Ginandjar karta sasmita, maka tuntutan mahasiswa dijawab dengan “lengser keprabon”+mandheg pandhito Durno. Itulah aksi penyelamatan Soeharto yang dilakukan orang dekatnya dari tuntutan pertanggungjawaban dan pengadilan. Menaikan Habibie sebagai presiden secara cacat hukum. Perpecahan kelompok Mahasiswa Pasca pendudukan akibat infiltrasi dan lemahnya gerakan mahasiswa secara internal karena mengandalkan dan mendasarkan diri pada mobilisasi heroisme dan aktivisme massa.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel