KHOTBAH HARI MINGGU BIASA XIV
Minggu, 3 Juli 2022
Yes 66: 10-14c; Gal 6: 14-18; Luk 10: 1-12.17-20
Dalam Injil, Yesus menunjuk 70 murid yang lain. Ia mengutus mereka berdua-dua. Ia mengutus mereka seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.” Salah satu tempat tujuan perutusan mereka adalah rumah keluarga. “Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu ‘Damai bagi rumah ini.’ Jika di situ ada orang yang layak menerima damai, maka salammu itu akan tinggal padanya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu” (Luk 10: 5-6).
Rumah sebagai tempat tujuan perutusan para murid menunjukkan bahwa keluarga itu amat penting bagi kehidupan. Tidak ada kehidupan yang tidak berasal dari keluarga. Keluarga di mana seorang bapa dan seorang ibu saling mencintai secara penuh dan utuh merupakan tempat asal usul kehidupan seorang anak manusia. Menurut Paus Fransiskus, ‘keluarga adalah harta yang paling berharga, yang lebih berharga dari kekayaan dan istana.’
Manusia dapat berusaha untuk mendapatkan dan memiliki harta kekayaan yang berlimpah. Manusia juga dapat membangun istana yang megah dan indah. Tetapi tanpa keluarga, kelimpahan harta kekayaan dan kemegahan istana atau apa saja, tetap sia-sia dan tidak memiliki nilai yang khusus. Untuk siapa harta berlimpah dan untuk siapa istana yang megah atau rumah mewah, bila tidak ada keluarga.
Karena itu keluarga mesti menjadi prioritas usaha dan perjuangan hidup. Keluarga mesti menjadi fokus perhatian dan kasih sayang manusia. Keluarga mesti mengalami suasana gembira dan sukacita, suasana rukun dan damai.
Maka janganlah di dalam keluarga ada anggotanya yang ganas seperti serigala. Keluarga tidak akan rukun dan damai bila ada anggotanya yang galak atau garang, emosi dan marah-marah. Bila ada anggota keluarga yang galak, kita harus tampil seperti anak domba yang tenang, diam dan tidak berbicara. Itulah keunggulan anak domba: tenang, diam dan tidak membuka mulut di hadapan serigala yang galak dan garang, ganas dan menakutkan.
Kata Paus Fransiskus, sukacita dan kegembiraan, kerukunan dan kedamaian ‘tidak datang dari benda mati, tetapi datang dari kasih sayang Allah yang hadir dalam keluarga.’
Dalam keluarga boleh ada banyak harta, fasilitas, materi, tetapi itu semua adalah ‘benda mati’. Sukacita sejati dan damai yang benar tidak datang dari benda mati, tetapi dari relasi yang hangat dan komunikasi yang hidup antara anggota keluarga, antara orang tua dan anak-anak, antara ibu dan bapa, antara kakak dan adik, antara saudara dan saudari.
Relasi yang hangat dan komunikasi yang hidup ini tidak tergantikan dan tidak dapat diganti dengan benda mati seperti HP, Televisi, hobi apa saja. “Sedih melihat keluarga saat makan siang, masing-masing dengan ponselnya sendiri tidak berbicara satu sama lain, semua orang berbicara dengan ponselnya”, kata Paus Fransiskus. Maka demi terciptanya relasi yang hangat dan komunikasi yang hidup, Paus Fransiskus amat mendesak keluarga untuk meletakkan ponsel mereka di meja makan dan berbicara satu sama lain.
Selain itu, janganlah keluarga lupa menghadirkan Tuhan. Tuhan adalah pemilik keluarga. Maka mintalah kepada Tuhan pemilik tuaian, keluarga. Berdoalah kepada-Nya. Damai datang dari Tuhan dan dibawa oleh siapa saja. Hanya dengan berdoa keluarga dapat mengalami damai. Tetapi keluarga yang tidak berdoa dapat dipastikan amat sulit mengalami dan merasakan damai dalam keluarga.
Nasrudin meminjam periuk pada tetangganya. Seminggu kemudian ia mengembalikan periuk itu dengan menyertakan juga periuk kecil di sampingnya.
Tetangga heran dan bertanya tentang periuk kecil itu. “Periukmu sedang hamil waktu kupinjam. Dua hari kemudian ia melahirkan bayinya dengan selamat.” Tetangga menerima periuk itu dengan senang hati dan Nasrudin pun pulang. Beberapa hari kemudian Nasrudin pinjam lagi periuk itu.
Namun kali ini ia pura-pura lupa kembalikan. Tetangga mulai marah dan datang ke rumah Nasrudin. Dengan menangis terseduh-seduh Nasrudin menerima tamunya. “Oh sungguh sial. Takdir telah menentukan bahwa periukmu meninggal di rumahku dan telah kumakamkan.” Tetangga marah. “Ayo, kembalikan periukku, mana ada periuk bisa meninggal dunia!” “Tapi periuk yang bisa beranak, tentu bisa pula meninggal dunia,” jawab Nasrudin {Chairul Akhmad, Internet: republica,co.id, Garut, 2 Juli 2022}.
Kehidupan keluarga tidak hanya terdiri dari sukacita dan tawa ria, tetapi juga ratap tangis dan kesedihan seperti Nasrudin. Semua itu bisa terjadi karena apa saja. Untuk itulah, kita perlu berdoa untuk memohon rahmat kekuatan dari Tuhan bagi kehidupan kita dalam keluarga.
Doaku dan berkat Tuhan
Mgr Hubertus Leteng.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel