Cepat, Lugas dan Berimbang

Wela Wangkung: Narasi Tiga Estafet Pater Waser SVD

ESTAFET TIGA

Kini di usia senja, ia dalam sunyi; bermenung, termangu; seorang diri, sendri; tiada lebih dari sebutir debu; tidak perlu semua orang tahu.

Tapi kemilau wela wangkung membiaskan cahaya; ke mana kalau bukan ke sudut-sudut bumi Congkasae sejauh-jauh mata memandang; mengaromai manusia-manusianya yang kini sedang mengendarai waktu; ia pun diam-diam bergumam:

“Wahai anak-anak dan cucu-cucuku, sejatinya hanya pengembara-lah kamu; sesungguhnya kamu diam-diam punya keinginan untuk mendengar Sabda Tuhan secara langsung; memang itulah hakikat jiwamu: memendam kerinduan terhadap asal-usulmu; selalu mendambakan satu-satunya Terminal Akhir pengembaraan hidupmu!”

Kini, dari dan ke kamarnya, ia pergi dan selalu kembali; mendendangkan lagu bisu, sendiri; dalam lubuk hati; tentang cinta yang disembunyikannya dari kata-kata; yang tak terlukis betapa dalam keajaibannya; tentang lilin-lilin kecil di bumi Manggarai di mana cinta dan kasih sayang terpateri abadi.

Dari Manggarai, untuk sebentar saja, ia ingin menggoda langit negeri Swiss; corona atau omicron, tiada ia perduli; ingin ia meniti di atas jalan-jalan kecil di Oberdorf, kampung masa kecilnya; oase cinta yang membuat Ia betah untuk sesekali bertahan.

Ketika langkahnya menapaki tanah kelahiran, suaranya pelan tapi renyah seperti gairah hujan; menyelinap ke dalam jiwa orang-orang yang dijumpainya; mereka-mereka yang dikenalnya disebutnya orang-orang Manggarai, misionaris dan malikat pelindung; ia bercanda sambil tersenyum.

Ia bercengkerama menghangatkan jiwa di musim dingin; rambutnya tergerai serupa hutan tropis; meliuk-liuk membenihkan rindu; seperti ingin meringkus malam-malam nan syahdu di saat-saat masa kecilnya dulu; tapi tenggelam ia dalam lamunan sunyi; memohon-mohon untuk bersegeralah pulang kembali ke bumi Manggarai.

Yah, wela wangkung itu tampak sendiri tapi tidak sendirian; cinta utk Manggarai sudah terurai dalam kata dan nada; menjadi lagu bisu yang selalu terdengung dalam sukma; sejauh-jauh melangkah hingga mendarat di alas tiba.
Wahai wela wangkung
Kepadamu anak-anak manggarai mempersembahkan segala api keperihan
Di dada mereka demi cinta kepadamu
Melakoni jalan yang engkau mulai dalam kesenyapan
Meski bukan dari rahimmu
Mereka tahu dahi keriputmu telah menjadi sejuta warta
Tentang cinta yang melampui ruang dan waktu.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel