KHOTBAH PESTA STA PERAWAN MARIA MENGUNJUNGI ELISABET
Selasa, 31 Mei 2022
Bacaan: Zefanya 3: 24-18a; Roma 12: 9-16b; Luk 1: 39-56
Pada umumnya kita semua memiliki saudara dan saudari. Meskipun tidak selalu berarti saudara dan saudari kandung, paling kurang kita ada saudara dan saudari seiman. Tetapi kalau kita tidak lagi memiliki iman, kita benar-benar sebatang kara. Kehidupan tanpa siapa-siapa di dalam relasi darah atau relasi iman, pasti rasanya amat berat dan mustahil dapat dihidupi dan dijalani di dunia ini.
Menurut Yesus, relasi persaudaraan tidak hanya terkait hubungan darah tetapi juga terkait iman. Ketika ibu dan saudara-saudara Yesus datang untuk bertemu dengan Yesus, orang banyak berkata kepada-Nya:
‘Lihat, ibu dan saudara-saudara-Mu ada di luar, dan berusaha menemui Engkau.” Jawab Yesus kepada mereka: “Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?” Ia melihat kepada orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya itu dan berkata: “Inilah ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Barang siapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku” (Mrk 3: 32-35).
Tuhan Yesus pasti tidak menegasi adanya hubungan darah dalam hidup manusia. Hubungan dengan keluarga kandung, orang tua kandung atau saudara-saudari kandung adalah hubungan atau relasi paling dasar atau paling pertama dalam hidup manusia. Tidak ada hubungan atau relasi jenis lain tanpa ada hubungan darah dengan orang tua atau saudara-saudari inti di dalam keluarga.
Akan tetapi selain hubungan darah, Tuhan Yesus masih amat menekankan hubungan rohani atau relasi iman dengan orang lain. Relasi rohani atau relasi iman ini membuat kita tidak hanya hidup dalam lingkungan yang sempit dan terbatas, tetapi juga hidup dengan orang lain siapa di luar hubungan darah.
Relasi rohani yang amat luas dan tanpa batas ini hanya mungkin terjadi oleh Roh Kudus. Roh Kudus membuka pintu hati dan pintu budi kita yang sempit dan terbatas agar kita menjadi luas dan terbuka bagi semua orang. Berkat karunia Roh Kudus kita sanggup membangun dan memelihara relasi yang luas dengan semua orang lain di mana saja dan kapan saja.
Sebab itu janganlah kita takut untuk membuka diri terhadap orang lain. Dalam kesatuan iman, orang lain bukanlah orang asing yang mesti dicurigai atau ditakuti, tetapi adalah saudara dan saudari kita. Iman yang benar tidak mengasingkan, menjauhkan atau menolak orang lain. Iman yang benar tidak membenci dan memusuhi orang lain, tetapi menerima dan menrangkul orang lain sebagai saudara dan saudara kita sendiri.
Hal yang paling penting bagi kita adalah menyadari kehadiran Roh Kudus dalam diri kita. Roh Kudus selalu mengandung dan melahirkan kegembiraan dan sukacita. Sebab itu bila kita datang dan berjumpa dengan orang lain, kita mesti membawa kegembiraan dan sukacita kepada orang lain. Roh Kudus yang ada dalam hati kita adalah Roh Sukacita dan Roh Kegembiraan.
Maka seperti halnya Elisabet bergembira dan bersukacita ketika mendapat kunjungan dari Bunda Maria, demikian juga orang lain kiranya merasa gembira dan sukacita karena kehadiran Roh Kudus dalam diri kita saat kita bertemu dengan orang lain. Ketika kita datang dan bertemu dengan orang lain, kita mesti mengandung dan membawa Roh Kudus dalam diri kita, sehingga orang lain mengalami kegembiraan dan sukacita saat bertemu dan berjumpa dengan kita.
Nasrudin dituduh sebagai penghasut rakyat. Dalam tuduhan itu, Nasrudin pernah berkata kepada rakyat bahwa Raja itu suka fitnah dan senang menfitnah orang lain. Maka Nasrudin dipanggil menghadap Raja. “Bagaimana engkau bisa berkata bahwa aku fitnah?” Dengan senyum Nasrudin menjawab: “Aku tidak mengatakan bahwa Raja suka fitnah. Saya hanya mengatakan bahwa kekayaan dan anak-anak hanyalah ujian bagi Raja. Sebagai seorang ayah yang baik, pasti Raja sangat menyukai kekayaan dan anak-anak. Nah, ketika Raja sangat suka kekayaan dan anak-anak, sejak itulah Raja suka ujian.” Mendengar penjelasan Nasrudin itu, Raja tertunduk malu, menyesal dan sadar diri” {Hunor Sufi, Ketika Abu Nawas Hadapi Fitnah dan Hoaks, Internet: ngopibareng, Garut, 31 Mei 2022}.
Hubungan atau relasi persaudaraan yang baik dengan orang lain bisa saja menjadi ujian bagi kita. Ujian itu terjadi ketika dalam relasi itu kita mengutamakan harta kekayaaan atau anak-anak dan tidak lagi fokus pada persaudaraan yang murni dan sejati. Roh Kudus adalah Roh Kegembiraan dan sukacita. Dia menghendaki agar kita mengutamakan persaudaraan dan bukan hanya kekayaan atau anak-anak atau apa saja. Persaudaraan bisa rusak karena kekayaan, dan hal demikian pasti bukan kehendak Roh Kudus bagi kita.
Doaku dan berkat Tuhan
Mgr Hubertus Leteng
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel