Cepat, Lugas dan Berimbang

Kita ini Terkadang Lebih Banyak Bikin Susah Diri Sendiri, Bro!

(sekadar satu perenungan)

“Bila kegagalan itu bagai hujan dan keberhasilan bagai matahari, maka butuh keduanya untuk mengalami  indahnya pelangi kehidupan”
(Sang Bijak)

Kons Beo, SVD

Perhatian, Perhatian!

Bayangkan! Anak tak diisinkan ‘bermain di rumah itu atau pun di tempat sana.’ Alasannya sederhana saja. Namun kedengarannya menakutkan. Ada aura setan di sana. Karenanya, tempat-tempat itu selalu mencemaskan, seram dan bikin hati tak tenang.

Dunia, tepatnya hati kita ini, saban hari ditarik pada kata dan suara ‘perhatian, perhatian.’ Sebuah ‘attention please’ yang berdampak pada ‘mesti fokus.’ Tak boleh lengah. Manusia dipaksa ‘berjaga dan bermawas diri.’ Di situ, disiplin diri jadi keharusan. Dan, diri yang ditempatkan dalam waktu, tempat, aksi atau tindakan semuanya mesti ‘ditertibkan’ demi apa yang menarik perhatian itu. Ini semua demi kenyamanan diri sendiri.

Terkadang, ‘perhatian-perhatian’ itu memang kuraskan energi demi fokus ini dan itu. Ini belum terhitung lagi dengan sejumlah syarat mutlak yang mesti dilengkapi! Di terminal keberangkatan, misalnya, para penumpang pasti ditarik pada ‘attention please’ pada nomor penerbangan, tujuan, jam boarding, nomor pintu (gate), dan tentu boarding pass-nya. Ini semua demi kenyamanan diri sendiri.

Cemas merantai

Tentu saja, rasa nyaman itu penting dan harus. Tak ada orang yang mau hidup dalam ketidakpastian dan ketidakjelasan. Tetapi pertanyaannya, adakah alur hidup yang bebas murni dari cemas yang sering bikin tak nyaman di hati dan pikiran?

Katakan begini saja! Orang bisa saja bilang bahwa hidupku terjamin. Tak banyak repot-repotnya. Makan-minum, rumah tinggal, untuk butuh ini dan itu ‘omnia parata sunt.’ Segalanya tersedia. Dalam percaturan hidup sosial ‘aku telah menggapai status dan kedudukan tertentu.’ Belum lagi, untuk segala urusan tetek bengek, toh ada orang yang mengaturnya. Sepertinya semuanya beres.

Tetapi, mari kembali ke pertanyaan mendasar itu: “Apakah dengan itu kesusahan dan pikiran tak karuan segera pergi dan berlalu?” Ya, sabar dulu, Bro! Kita sering dibenturkan dengan kenyataan jaminan yang tak begitu saja dapat menjamin penuh demi satu kepastian. Sepertinya semuanya terjamin, bermodal, dan ada penyandang, punya penyanggah atau tersedia penopang yang mumpungi. Tetapi toh semuanya terasa masih jauh dari satu sukacita keberhasilan. Dan lagi?

Seandainya yang menakutkan

Bila kita jujur, acap kali kita biarkan sekian banya pengandaian ini dan itu, yang nota bene berat dan bernada tak sedap, menerobos masuk dalam hati dan pikiran. Itulah yang disebut sang Bijak sebagai ‘pengandaian atau pertanyaan yang menakutkan.’

Katanya pula, bahwa pertanyaan-pertanyaan itu tak hanya berkecamuk dalam situasi-situasi berat. Tetapi dalam keadaan ‘biasa-biasa saja’ pengandaian itu bisa sungguh mengusik ketenangan. Yang bikin ‘tidur tak tenang’ atau makan tak berselera.

Segenggam pertanyaan itu oleh sang Bijak dideret  seperti, “Bagaimana sekiranya usahaku gagal? Kesehatanku surut? Jika ia benar-benar khianatiku dan pergi bersama yang lain? Sekiranya anak-anakku tak jadi orang dan tak berhasil? Bagaimana sekiranya harapan-harapanku yang tersembunyi pada akhirnya tak tiba pada kenyataan?”

Katanya, tentu saja bahwa pertanyaan-pertanyaan penuh ketegangan ini wajar merasuk hati. Toh, selama kita berziarah di kefanaan bumi dan mesti dihadapkan dengan kerentanan kemanusiawian kita, kita didera gelombang ketakpastian yang berkecamuk. Bagaimanapun, yang menjadi tantangan terbesar dan berat sekiranya ‘yang semua sebatas pengandaian dan pertanyaan-pertanyan menakutkan itu segera diubah jadi kepastian. Dan lebih merasuk sukma saat hal-hal itu ‘sungguh diyakini dan disembah sebagai kebenaran.’

Saya curiga pasti …..

Hampir pasti bahwa setiap individu, ya kita-kita ini ‘yang sebenarnya masih berada di level curiga, namun telah begitu mudah berakrobat ke level kepastian.’ Kalimat yang sungguh diminati namun sebenarnya menjerat adalah “Saya curiga, pasti!.” Baru curiga tapi sudah memastikan! Dan ini sungguh menyiksa ‘rasa hati dan pikiran.’

Tentu, ini tak berarti bahwa curiga, pertanyaan yang menakutkan atau pengandaian yang memberatkan itu tak berarti. Tidaklah demikian! Tetapi, kenapa kah hal-hal yang memberatkan itu mesti ditempatkan sebagai pokok, yang utama atau sentrum dalam hidup?

Seorang yang beriman mesti dasarkan hidup pada iman, keyakinan, kepasrahan dan penyerahan diri pada Tuhan! Bukan pada ketakutan, pada pesimisme atau pada segala ketidaktenangan yang menyeret diri dan hidup kita kepada kekerasan dan tanpa harapan! Kita, sekiranya, terlalu bebankan diri dengan sekian banyak ‘pertanyaan dan pengandaian yang menakutkan.

Kita mesti jadi manusia beriman

Tidak kah kita, sepantasnya, terangi diri dalam pencerahan Rasul Paulus di dalam penyerahan dirinya penuh iman pada Tuhan? Sebab katanya, “Jika Allah di pihak kita siapakah dapat melawan kita?” (Rm 8:31). Hidup di dunia sungguh punya tantangan dan kisah-kisah tak elok pula. Bagaimanapun, dalam iman, kita ‘tak terjepit walau ditindas, tak putus asa walau habis akal, tak ditinggal sendirian walau dianiaya, tak kan binasa walau dihempaskan’ (cf 2Kor 4:8-9).

Sekiranya memang demikianlah tesis penuh kedalaman iman kita, iya semuanya mesti dibawa pada apa yang disebut Penyelengggaraan Allah dan atas kehendakNya.

Yesus, Sang Guru Ilahi, ingatkan, “Dan kamu, rambut di kepalamu pun terhitung semuanya. Sebab itu janganlah kamu takut, sebab kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit” (Mat 10: 30-31).

Akhirnya

Kita beriman, dalam Yesus Sang Putra yang diinspirasi oleh  Terang Roh Kudus, kepada Allah Bapa  yang membesarkan jiwa. Allah yang berikan keteduhan hati dan kekuatan imana-harapan dan kasih! Kita percaya kepada Allah yang membebaskan dan hembuskan rasa penuh sukacita. Bukan kepada Allah yang tanamkan rasa cemas, rasa takut, penuh kegelisahan. Iya, bukan kepada Allah penuh badai dan gejolak yang menakutkan. Bukan!

Allah tak pernah inginkan kita ‘jadi susah dan tak berarti. Tetapi terkadang, kenapa justru kita sendirilah yang cenderung bikin susah diri dan hidup kita sendiri?

Verbo Dei Amorem Spiranti

Collegio San Pietro – Roma.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel