Pekan Biasa III
Kamis, 27 Januari 2022
2Samuel 7: 18-19.24-29; Markus 4: 21-25
Allah berjanji kepada raja Daud bahwa dari keluarganya, Allah “telah memperlihatkan serentetan manusia yang akan datang” (2Sam 7: 19) yang kemudian berujung pada kedatangan Juruselamat, yaitu Yesus Putera Allah sendiri.
Sadar akan janji Allah itu, maka Daud berdoa: “Ya Tuhan Allah, Engkaulah Allah dan segala firman-Mu adalah kebenaran … Kiranya Engkau sekarang berkenan memberkati keluarga hamba-Mu ini, supaya tetap ada di hadapan-Mu untuk selama-lamanya” (2Sam 7: 28-29).
Dari janji Allah kepada keluarga Daud ini, ada 3 pikiran yang berguna bagi kita
(1) Keluarga tidak hanya ada dan hadir untuk hari ini. Sebaliknya keluarga berada dan hadir pada hari ini untuk terus berjalan atau mesti memandang menuju masa depan. Seperti sebuah pohon, keluarga itu bertumbuh dan berkembang untuk terus berbuah dan buahnya itu “tetap” (Yoh 15: 16).
Karena itu, janganlah hidup keluarga itu putus, terpecah belah atau tercerai berai. Keluarga harus tetap utuh dan bertahan, apapun persoalan dan masalah yang muncul. Persoalan dan masalah apa pun muncul dalam hidup tidak untuk memutuskan ikatan hidup keluarga. Sebaliknya persoalan dan masalah apa pun hadir dalam hidup mesti untuk membuat keluarga semakin kokoh kuat memandang masa depan di tengah arus perkembangan zaman.
(2) Setiap orang yang dipanggil untuk hidup berkeluarga, cintailah hidup keluarga. Bangsa manusia berlanjut terus atau berjalan terus melalui keluarga. Kalau tidak ada keluarga, generasi manusia akan putus atau berhenti. Tidak ada manusia baru tanpa keluarga atau tanpa suami istri. Sebab itu, hindarilah hidup sendiri dan hidup sendirian.
Apabila jalan hidup kita berada dalam jalur keluarga, bangunlah ikatan keluarga dan hiduplah sebagai suami istri. Lebih dari itu, sesudah kita masuk dalam hidup keluarga, hendaklah kita mencintai dan memelihara anak-anak dengan baik. Suami istri melawan kodrat dan panggilannya bila ada pasangan suami istri memilih untuk tidak mempunyai keturunan atau anak hanya karena merasa memikul beban berat dalam hidup. Egoisme dan hedonisme tidak boleh melihat kehadiran anak sebagai beban dalam keluarga.
(3) Setiap keluarga mesti memberi tempat yang sentral kepada hubungan dan pergaulan dengan Tuhan dalam doa. Doa adalah jalan tol bukan hanya untuk membangun relasi dengan Tuhan, tetapi juga suatu kunci untuk membuka “keran rahmat dan berkat” dari Tuhan. Tanpa doa keluarga sendiri menutup saluran berkat dan rahmat dari Tuhan. Sebab itu apa pun kesibukan dan masalah dalam keluarga, doa harus tetap mendapat tempat dan ruang yang cukup luas di dalam hidup keluarga. Dengan demikian keluarga tetap bertahan dan berlanjut terus di tengah derasnya tantangan zaman.
Doaku dan berkat Tuhan
Mgr Hubertus Leteng.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel