Bacaan I Kejadian 22:1-2-9a.10-13.15-18
Bacaan II Roma 8:31b-34
Injil Markus 9:2-10
P. Kons Beo, SVD
Setiap kita manusia inginkan hidup yang indah. Dan hidup yang indah dan menyakinkan itu bisa ditelisik dalam banyak aspeknya. Ada yang melihatnya dalam setiap keberhasilan atau kisah sukses yang dialami. Hidup itu indah melalui cita-cita yang dapat digapai: dapatkan kedudukan atau kepercayaan, lulus dalam ujian, juga ada yang sungguh merasa bahwa hidup itu indah saat telah menemukan jantung hati.
Kita tak menyangkal bahwa ada sekian banyak orang yang begitu yakin bahwa kebahagiaan itu dialami melalui harta benda yang dimiliki. Iya, melalui sekian banyak fasilitas yang mempermudah gerak kehidupan itu. Ada lagi yang merasa bahwa hidup yang indah itu didapatakan dalam persahabatan atau relasi yang baik dengan sesama, juga dalam merasakan keadaan kesehatan yang tak mencemaskan!
Demi mengalami kehidupan yang indah, baik dan membahagiakan, kita manusia itu menjadi ulet dalam berusaha, dalam kerja keras, dan dalam sekian banyak perjuangan di hidup ini. Kita semua tentu, demi hidup penuh bahagia, pasti larut dalam doa dan harapan mendalam pada Tuhan. Yakinlah bahwa kita melalui doa mengharapkan datangnya segala yang indah, yang baik, dan yang jauh dari segala macam tantangan dan halangan
Namun pertanyaannya, apakah sungguh bahwa hidup yang indah dan bahagia itu mesti sesuai dengan apa yang kita manusia harapkan dalam kacamata manusiawi kita?
Kita diajak untuk merenungkan kebenaran-kebenaran pengalaman dan penghayatan iman kita di dalam Yesus. Satu dua pokok perenungan dapat kita dalami dalam keseharian kita:
Pertama, Doa-doa yang kita panjatkan pada Tuhan, pada kenyataannya tidak membawa kita ‘keluar dari kenyataan hidup ini.’ Singkatnya doa itu bukan pelarian kita dari kenyataan hidup. Justru sebaliknya, doa-doa kita itu adalah harapan kita pada Tuhan agar kita ‘disanggupkan memeluk kenyataan hidup ini dengan jiwa besar dan keteduhan hati.’
Renungkan kenyataan yang harus dialami Abraham dan Sara. Tentu, dalam doa-doa mereka berharap pada Tuhan agar pada waktunya mereka berdua yang telah renta itu , masih dikaruniani seorang anak. Dan itu terjadi! Seorang anak yang lalu diberi nama Ishak dihadirkan sebagai buah cinta pasutri usia lanjut itu. Tetapi, kenyataaan ujian dari Tuhan segera menyusul. Ishak harus dikorbankan bagi Tuhan. Kita dapatkan pergolakan batin dan pertarungan iman dalam diri Abraham.
Abraham lalu dibenarkan karena ia taat pada kehendak Tuhan untuk mempersembahkan Ishak. Tetapi, yang paling membahagiakan dalam diri Abraham bahwa ia dikenal sebagai ‘bapa bangsa yang memberkati.’ Maka, kebahagiaan yang benar bagi kita adalah saat kita sungguh masuk dalam doa-doa dan memahami rencana dan kehendak Allah yang mesti terjadi dalam hidup kita. Dan terutama bahwa hidup kita menjadi TANDA BERKAT BAGI SESAMA..
Kedua, Kebahagiaan dan keindahan hidup itu seturut jalan Yesus, selalu lewati jalan derita, pengorbanan dan pemberian diri. Kita bisa saja, seperti Petrus, Yakobus dan Yohanes, sangatlah terpukau akan perubahan wajah Yesus di gunung yang tinggi itu. Ketika “Yesus berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaianNya sangat putih berkilauan…” (Markus 9:2-3).
Kata-kata Petrus memang diterima sebagai ungkapan penuh sukacita dan kebahagiaan. Kemah harus dibangun agar ‘kemesrahan puncak gunung tidak boleh berlalu, melainkan tetap bertahan.’ Kita selalu ingin bahwa ‘kemesrahan atau kebahagiaan itu janganlah cepat pergi atau berlalu.’
Tetapi hitunglah kisah-kisah hidup kita yang banyak juga ‘sakit hati dan penuh tantangan.’ Tetapi justru kisah-kisah itu mesti dilewati dan tak boleh kita abaikan begitu saja. Bacaan Injil diawali dengan kalimat pembuka: “Sekali peristiwa Yesus berbicara tentang bagaimana Ia akan menderita……”
Transfigurasi itu diawali dengan kisah derita, tantangan dan kisah yang menyakitkan! Lihatlah kerja kita di sawah ladang, bahwa usaha, kerja keras, pengorbanan bahkan penderitaan mesti kita lewati untuk dapatkan keadaaan sawah dan ladang menjadi subur, segar dan menghijau.
Salah satu kecerdasan spiritual jelaskan pada kita bahwa kebahagiaan itu selalu diawali saat-saat berat dalam penderitaan, namun kita penuh kesetiaan dalam iman berjuang untuk menghadapinya.
Ketika, Renungkan tokoh-tokoh penuh iman seperti Ayub, yang pada akhirnya dibenarkan Tuhan setelah ia hadapi sekian banyak ujian hidup dan penderitaan. Renungkan kisah Bunda Maria, yang tahu menghadapi ramalan Simeon, “Sebilah pedang akan menembus jiwamu” (Lukas 2:35). Maria telah menjadi Bunda yang bertahan bersama derita Puteranya hingga di kaki salib. Dan menjadi wanita yang sungguh dimuliakan!
Yang mau kita renungkan adalah: Kita sungguh menjadi pribadi yang ‘alangkah bahagianya kita sekiranya kita sungguh pasrah pada kehendak dan penyelenggaraan Allah.’
Mari kita renungkan kata-kata Rasul Paulus, yang ditulisnya kepada jemaat di Roma, “Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita…” (Roma 8:18).
Di balik tantangan, cobaan, penderitaan, pengorbanan selalu terdapat harapan akan kebahagiaan di dalam Tuhan…
Verbo Dei Amorem Spiranti
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel