Kaum intelektual biasanya mengutamakan pencarian kebenaran dan pengetahuan. Tanpa sikap kritis terhadap wejangan dogma dari pemegang otoritas, maka kebenaran dan pengetahuan sulit ditemukan.
Membiasakan diri bersikap kritis pada orotitas, membuat para pemegang otoritas semakin dewasa dan terbuka. Semua kritik dan umpan balik dari untuk memperbaiki pengetahuan dan pemahaman akan diterima oleh para pemegang otoritas secara dewasa dan terbuka.
Sikap kritis datang dari hak atas kebebasan berpikir dan berekspresi. Itu adalah hak konstitusional maupun hak universal yang melekat pada harkat dan martabat manusia sejak lahir.
Sebagai hak konstitusional, Konstitusi (Vide Pasal 28 UUD 1945) dan peraturan perundang-undangan di bidang Hak Asasi Manusia (Vide Pasal 4, 10 dan 14 UU No.39 Tahun 1999) dan Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (Vide Pasal 9, 10 dan 11 UU No.9 Tahun 1998) telah memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak atas kebebasan berpikir dan berekspresi.
Begitu pula secara universal, hak atas kebebasan berpikir dan berekspresi dijamin oleh Deklarasi Universal HAM (Vide Pasal 18 dan 19), Kovenan Internasional mengenai Hak Sipil dan Politik (Pasal 18 dan 19) dan Kovenan Internasional mengenai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Pasal 15 dan 19).
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel