Cepat, Lugas dan Berimbang

Anak Sumber Kegembiraan Hidup

anak
Segala bentuk ekspresi anak tetaplah senantiasa menjadi kegembiraan buat orang tua. (ist)

KHOTBAH HARI RAYA KELAHIRAN SANTO YOHANES PEMBAPTIS
Yes 49: 1-6; Kis 13: 22-26; Luk 1: 57-60.80

Pada hari ini kita bersama Gereja sejagat merayakan hari Raya Kelahiran Santo Yohanes Pembaptis. Kelahiran Yohanes Pembaptis amat luar biasa. Begitu Elisabet bersalin dan melahirkan seorang anak laki-laki, para tetangga dan sanak saudaranya merasa kagum dan heran, karena Tuhan telah menunjukkan rahmat-Nya yang begitu besar kepada Elisabet. Mereka tidak dapat membayangkan bahwa Elisabet bisa mengandung dan melahirkan, karena Elisabet dan suaminya Zakharia sudah tua. Tetapi faktanya kedua pasangan tua ini masih bisa mendapatkan anak laki-laki. Itulah sebabnya mereka sangat bersukacita bersama-sama dengan Elisabet.

Dari peristiwa kelahiran Yohanes Pembaptis ini, setiap anak merupakan karunia Tuhan yang membawa kegembiraan bagi orang lain di dunia. Pertama-tama bagi orang tua, anak adalah mahkota kasih Tuhan yang terindah bagi keluarga. Dalam nuansa ini, kita amat paham dan mengerti betapa sedihnya atau susahnya ketika ada orang tua atau pasangan suami istri yang tidak mendapat karunia anak dari darah dan daging mereka sendiri. Di luar mereka boleh ada banyak anak-anak dari siapa saja, dari kakak adik, dari para tetangga atau dari orang lain. Tetapi mereka masih tetap merasa kosong, hampa dan sia-sia karena anak-anak yang mereka lihat tidak berasal dari hubungan kasih dari darah dan daging mereka sendiri.

Rasa ‘kosong’ atau ‘hampa’ karena tidak mendapat anak kandung dari relasi kasih darah dan daging sendiri menegaskan kebenaran bahwa kelahiran dan kehadiran seorang anak dalam keluarga merupakan kegembiraan dan sukacita yang besar bagi keluarga dan bagi manusia. Tidak ada pasangan suami isteri yang tidak bersukacita ketika lahir atau hadir seorang anak dalam keluarga.

Karena itu, hendaklah setiap anak diterima dan disambut dengan gembira dan sukacita. Setiap anak mesti dilindungi dan dipelihara dengan penuh kasih dan tanggungjawab. Memang betapa amat sedih dan menyedihkan ketika masih terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Dalam peristiwa kekerasan rumah tangga, amat sering ibu dan anak menjadi sasaran kebencian, kemarahan dan amukan emosi laki-laki atau suami. Lebih sedih lagi, ketika masih ada ibu yang begitu tega ‘menjual’, menyiksa dan membunuh anak kandung sendiri. Bahkan kasus aborsi atau pembunuhan janin masih marak terjadi di banyak tempat dan wilayah di mana saja, baik secara nyata maupun secara tersembunyi.

Kekerasan terhadap anak melahirkan generasi masa depan yang dihantui dengan trauma dan luka batin. Manusia traumatis dan penuh luka batin pasti sulit membawa harapan dan optimisme dalam hidup. Orang-orang demikian agak sulit memperlihatkan dinamika hidup yang berwajah cerah dan ceria bagi diri dan bagi orang lain.

Generasi ‘loyo’ lahir dari manusia ‘penuh trauma’ dan ‘luka batin’ dalam hidup. Generasi ‘loyo’ pasti bukan dambaan dan harapan Tuhan dan orang tua. Juga generasi ‘loyo’ bukan cita-cita dan kebutuhan gereja, bangsa dan Negara. “Bersukarialah, hai pemuda dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu” (Pkh 11: 9). Anak-anak dan orang muda pada dasarnya adalah generasi masa depan yang bersukaria dan bersukacita. Gembira dan sukacita adalah karunia dasar dari Tuhan bagi anak-anak dan orang muda. Anak-anak dan orang muda yang penuh kegembiraan dan sukacita adalah generasi masa depan harapan orang tua, gereja, bangsa dan Negara.

Sebab itu hendaklah orang tua menerima dan menyambut dengan gembira dan sukacita kehadiran anak-anak dalam keluarga. Orang tua mesti mencintai, memelihara dan membesarkan anak dengan semangat yang tinggi dan dengan antusiasme yang besar.

Nasrudin yang muka jelek berhasil menjadi suami dari seorang wanita yang cantik jelita. Setelah beberapa bulan menikah, istrinya hamil dan Nasrudin senang bukan main. Saat keduanya bercerita, tiba-tiba istrinya bilang: “Aku akan menyesal jika bayi dalam perutku mirip denganmu.” “Justru kamu akan menyesal jika bayi itu tidak mirip denganku,” kata Nasrudin. “Mengapa begitu? Kamu akan menjadi ayah yang beruntung jika ia memiliki paras atau muka yang tidak mirip denganmu” balas istrinya. “Lho, jika ia tidak mirip denganku, lalu ia anak siapa?” tegas Nasrudin, mengutip kesan.id.

Anak mau menjadi rupa siapa rupa siapa, bukan hal penting. Hal yang paling penting dan utama adalah menerima, menyambut, memelihara dan membesarkan anak dengan gembira dan sukacita. Bila anak sudah ‘jadi’ dalam kandungan, orangtua hanya mempunyai tanggungjawab untuk menerima dan memelihara anak, agar mereka bertumbuh dan berkembang dengan baik untuk menjadi orang yang berguna bagi kemuliaan nama Tuhan dan bagi keselamatan hidup sesama, selain hidup kita sendiri.

Doaku dan berkat Tuhan
Mgr Hubertus Leteng

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel