Formasi lainnya adalah formasi bulatan yang merepresentasikan Compang—altar budaya dalam tradisi Manggarai—sebagai simbol harapan agar pendidikan di Manggarai terus tumbuh, berakar kuat pada nilai-nilai lokal, dan berkembang seiring zaman.
“Seperti dalam Filosofi orang Manggarai, tebar wua, wecak wela, cing ngger sili, wela ngger peang, sili-sili cing, peang-peang wela, menggambarkan perkembangan pendidikan di Manggarai, harus seiring dengan perkembangan zaman,” katanya.
Selain Lodok dan Compang, Irna juga menyebutkan adanya formasi bulatan seperti Rumah dalam tarian Sae Gasing. Formasi ini melambangkan keterhubungan yang erat antara anak dan ruang asuhnya, bahwa setiap anak perlu dilindungi, didampingi, dan dibimbing dalam lingkungan yang aman serta penuh kasih.
“Rumah bisa bermakna sekolah, orang tua, atau siapa pun yang berperan menjaga dan menumbuhkan anak. Rumah adalah pijakan pertama dalam pendidikan dan pembentukan karakter,” ungkap Irna.
Tak hanya itu, tarian ini juga menampilkan formasi angka 80, sebagai penanda peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia. Sebuah simbol bahwa semangat kemerdekaan dan pendidikan berjalan beriringan membentuk generasi emas masa depan.
Sementara itu, tarian Wela Runus yang akan dibawakan oleh siswa SMK Setia Bakti, terinspirasi dari kisah rakyat tentang Wela Runus dan Sambulawa.
Tarian ini menjadi penghormatan atas peran perempuan dalam masyarakat—baik sebagai penjaga nilai, penggerak budaya, maupun pilar ketahanan keluarga.
“Ada filosofi kuat di baliknya, yaitu Dempul wuku tela toni, yang berarti keberhasilan dicapai lewat kerja keras, ketekunan, dan keteguhan hati,” ujar Irna menutup.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel