Ruteng, infopertama.com – Melkhior Judiwan, SH, MH, Pengacara EH, korban kasus dugaan pidana Penipuan yang dilakukan oleh seorang ibu atas nama Agatha Wahyuni Anggun (AWA) angkat bicara kasus kliennya yang yang hinga kini belum ada titik terang.
Pasalnya, dua intitusi penegak hukum, Polres Matim dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Manggarai masih berkutat pada beda pendapat antara pidana atau perdata.
Polres Matim, menilai kasus dugaan penipuan yang dilakukan oleh AWA telah memenuhi unsur melakukan tindakan pidana penipuan. Terlebih, karena kepolisian juga sudah meminta pendapat Ahli, yang pada intinya bahwa kasus tersebut menurut pendapat Ahli adalah pidana penipuan. Lantas, hal itu pun oleh Polres Matim telah menetapkan saudari AWA sebagai tersangka.
Kemudian, berkas perkara itu dilimpahkan (tahap I) ke Kejari Manggarai pada 27 Maret 2023.
Namun, pada 10 April 2023, Kejari Manggarai mengembalikan berkas perkara dimaksud untuk dilengkapi (P19). Berikutnya, Penyidik Polres Matim pada tanggal 04 Mei 2023, telah mengirimkan kembali berkas perkara tersebut ke Kejari Manggarai.
Sejak itu, kasus penipuan yang oleh AWA terhadap korban EH hingga kini belum ada kejelasan penyelesaiannya.
Demikian Melkhior Judiwan, bahwa berkas perkaranya EH mestinya harus sudah dinyatakan P-21 oleh Kejari Manggarai. Karena hal itu benar-benar merupakan sebuah delic, dengan kualifikasi dugaan tindak pidana penipuan.
“Uang yang dipinjamkan oleh tersangka sebesar 38 juta itu, belum pernah dikembalikan se-senpun kepada Korban. Setiap kali ditagih, dia (tersangka AWA) itu, hanya janji, janji, dan janji saja, dan belum pernah terealisasi, atau belum pernah dibayar sama sekali. Bahkan ketika didesak oleh klien kami, tersangka tersebut selalu berkelit, dan sering menghindar.” Ujar Melkhior via gawainya kepada infopertama.com, Selasa, (27/02).
Ia berpandangan, sikap-sikap seperti inilah yang membuat pemilik uang merasa kurang hati, dan terpaksa harus melapor ke Polisi. Lalu, berkat kesigapan Penyidik pada Polres Manggarai Timur di Borong, terduga pelaku berhasil ditetapkan sebagai tersangka.
Tersangka (AWA), kata Melkhior, sebelumnya memang pernah meminjam uang pada korban, namun tidak ada persoalan. Yang jadi masalah, adalah soal peminjaman uang 38 juta sekarang ini.
Baca juga:
Kasus Penipuan Menggantung Gegara Polres Matim dan Kejari Manggarai Diduga Beda Pendapat
“Jadi, tidak benar kalau Kejari Ruteng, menghubungkan perkara ini, dengan pinjaman uang sebelumnya, yang seolah-olah sudah pernah dibayar, lalu kemudian kualifikasi sebagai sengketa perdata (wanprestasi).” Tutur Melkhior.
Melkhior bahkan menilai keliru cara pandang penegak hukum di kejari Manggarai jika mengaitkan dua soal yang berbeda dalam satu perkara.
“Hemat saya, cara pandang Penegak hukum di Kejaksaan Negeri Ruteng terhadap kasus ini sangat keliru. Karena menghubung-hubungkan perbuatan melawan hukum yang nyata-nyata unsur-unsurnya terpenuhi, dengan perbuatan yang tidak pernah dipersoalkan oleh kedua belah pihak, baik Korban maupun Tersangka.” Ujar Judiwan.
Ia pun mempertanyakan dasar hukum yang dipakai kejari Manggarai sehingga harus dikaji seperti itu. Bukankah Kejari Ruteng justru melanggar asas proporsionalitas dalam hukum pidana? Karena melibatkan perbuatan lain, yang tidak memiliki unsur delic dalam dugaan tindak pidana penipuan yan telah sangat merugikan Klien kami sebagai korban dalam perkara ini.
Selain itu, kata Melkhior, untuk menentukan terbukti atau tidaknya Tersangka/Terdakwa, adalah sudah pasti bukan Jaksa, tapi Pengadilan. Apakah pertimbangan Hakim, sama seperti yang kita perdebatkan sekarang atau tidak, itu urusan pertimbangan keadilan pengadilan.
“Sekali lagi, hemat kami selaku Penasehat hukum Korban, dugaan tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh tersangka AWA ini, sangat memenuhi unsur. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak dinyatakan P-21, untuk kemudian berkas perkaranya segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Ruteng.”
Sebelumnya, Kasi pidana umum (pidum) Kejari Manggarai, Muhammad Ridwan R, yang ditemui di kantornya mengatakan pada dasarnya, apa yang pihaknya terima dari teman-teman penyidik itu berkas perkara yang teman penyidik buat itu dari fakta yang ada.
“Jadi apa yang disajikan oleh teman-teman penyidik dalam bentuk berkas itu yang kami teliti.” Ungkap Ridwan yang didampingi Kasi Intel, Zaenal, Senin, (26/02/24).
Ridwan menjelaskan, berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa kekurangan yaitu kekurangan formil dan materil. Ternyata, fakta yang dibuat oleh teman-teman penyidik itu masih kekurangan formil dan materil.
“Materilnya itu terkait dengan unsur dan alat bukti. Kemudian, formilnya terkait dengan administrasi dan lain-lain. Kedua kekurangan ini kami masukkan di petunjuk (P19). Silahkan teman-teman penyidik melengkapi itu.”
“Kalau langsung teman-teman penyidik menyimpulkan bahwa kejaksaan menganggap itu perdata berarti apa yang disajikan teman-teman penyidik berarti perdata yang disajikan, bukan pidana.” Tegas Ridwan.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â