Labuan Bajo, infopertama.com – Cerita getir Rakyat Jelata Korban Gusuran usai rumahnya dibongkar tanpa ganti rugi untuk pembangunan jalan menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Golo Mori di Kecamatan Komodo, Labuan Bajo, Kab. Manggarai Barat, NTT masih menjadi diskusi publik.
Sampai saat ini, sebagian Rakyat Jelata Korban Gusuran yang rumahnya dibongkar itu masih menempati rumah darurat dari bahan lokal. Kini mereka menuntut kompensasi dari pemerintah.
Melalui Forum Rakyat Jelata Korban Gusuran (Rata Korsa) yang merupakan sebuah komunitas masyarakat mayoritas kampung Cumbi dan Nalis, Desa Warloka, Kec. Komodo, Kabupaten Manggarai Barat-NTT, terus memperjuangkan hak-hak warga.
Tergerak oleh persoalan yang sama, yang mana Pemerintah telah mengambil tanah mereka untuk pembangunan ruas jalan Labuan Bajo – Golo Mori, tanpa mendapatkan kompensasi baik berupa ganti rugi maupun ‘ganti untung‘.
Dibantu oleh dua aktivis lokal, Doni Parera dan Ladis Jeharum, 40-an orang warga inipun mengkonsolidasikan diri dalam sebuah forum yang mereka namakan ‘Rata Korsa’ sebagai gerbong kolektif untuk memperjuangkan hak mereka.
Meskipun aktivis yang mendampingi warga ini bukanlah nama baru dalam giat advokasi publik di Kab. Manggarai Barat, tapi nama Rata Korsa sendiri baru publik Mabar kenal, setelah proyek jalan Labuan Bajo selesai dan bertepatan dengan perhelatan KTT ASEAN.
Momentum ini seketika membuat kelompok ini melejit populer. Apalagi seruan melakukan demo saat pembukaan KTT pada 9 Mei 2023 yang justru berada pada suhu sensitif security KTT ASEAN itu. Demo itu mereka lakukan jika tidak ada jaminan dari pemerintah memberikan ganti rugi ataupun ganti untung atas tanah mereka. Dalam sebuah video pendek berdurasi 2 menit 5 detik, Doni Parera bersama dua orang warga Cumbi, Viktor dan Domi, mengancam akan melakukan pemagaran pada jalan menuju Golo Mori.
“Saat Asean Summit, kami akan pagari semua bekas rumah, kebun dan tanah kami yang sudah dbuatkan jalan,” ancam Doni.
Berjuang tanpa Donatur
Meskipun warga Rata Korsa menyadari bahwa jika hal yang mereka perjuangkan ini berhasil, akan ada pihak lain di luar kelompok mereka yang juga akan mendapatkan keuntungan. Sekalipun orang-orang tersebut adalah para investor kaya, tetapi mereka memilih untuk membiayai perjuangannya secara mandiri.
Dominikus, salah satu tokoh dalam komunitas tersebut, kepada awak media ini mengatakan, “Selama ini kami biayai sendiri semuanya pak. Tidak ada yang membiayai kami. Setiap ada pertemuan kami kumpul uang sendiri, jumlahnya variasi.” Ia menambahkan, “Tapi kalau total semuanya, dperkirakan satu orang telah mengeluarkan biaya sebesar 250 ribu,” terangnya mengutip Harianjaraknews, Sabtu (13/5/2023).
Tekanan dan Rayuan hingga Ancaman Pidana
Pasca forum Rata Korsa mengeluarkan pernyataan ‘akan mengelar aksi demostrasi pada Asean Summit berlangsung, terdapat banyak pihak yang berupaya mendekati mereka. Baik sipil maupun pihak kepolisian. Tujuannya adalah meminta mereka mengurungkan niat tersebut. Seperti melansir dari pemberitaan media Floresa.co pada (07/05/2023), pihak kepolisian berkali-kali mendekati Doni Parera, juga mendekati keluarganya. Tujuannya, mengingatkannya agar tidak melakukan aksi. Pendekatan juga oleh orang sipil, yang menurut Doni, merupakan utusan orang pusat.
“Pada tanggal 3 Mei 2023 Doni dan Ladis ditawari uang dengan nominal masing-masing Rp10 juta oleh seseorang yang mereka kenal, agar tidak menggelar aksi tersebut,” demikian tulis media tersebut.
Pada hari yang sama, pada 03/05/2023 di kampung Cumbi, kurang lebih 10 km dari Hotel Meruora tempat sidang KTT, seseorang yang bernama Tedi mendatangi warga. Beliau mengaku sebagai utusan dari Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Kedatangannya didampingi seorang staff dari Kantor Kesbangpol Mabar, Bapak Yos Tala. Kepada warga pak Tedi meminta segera mendata semua lahan yang telah gunakan untuk pembangunan jalan. Data tersebut harus tulis dalam sebuah buku yang pak Tedi sendiri siapkan.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â