Ruteng, infopertama.com – PT. Violeta Cakra Kencana milik Baba Nyong Buet Diduga memproduksi material galian C ilegal karena tanpa kantongi izin untuk dijual dan kebutuhan proyek.
Dugaan tersebut ketahuan saat Media mendatangi lokasi produksi material galian C PT Violeta Cakra Kencana milik Baba Nyong Buet di Leda, Kec. Langke Rembong, Manggarai NTT, Rabu 21 Juni 2023.
Salah satu karyawan yang tidak disebutkan namanya saat diwawancarai awak media ini mengatakan bahwa hasil produksi material galian C ilegal PT Violeta Cakra Kencana milik Baba Nyong Buet sebagiannya dijual. Dan, sebagian pula untuk keperluan proyeknya.
“Materialnya untuk keperluan proyeknya sendiri dan sebagian juga dijual jika ada yang mau beli,” ungkapnya kepada infopertama, Rabu (21/6/2023).
Sementara Baba Nyong Buet saat diwawancara infopertama di ruang kerjanya mengatakan bahwa untuk produksi material kita sudah memiliki izin.
“Mungkin saya singkat saja, kalau mau tanya izin. Saya punya izin produksi material yang dikeluarkan pemerintah daerah Kabupaten Manggarai. Saya tidak tambang di sini. Karena materialnya saya bawa dari luar. Kebanyakan saya ambil material di Kali Nggorang, Kecamatan Reok. Karena mereka jual saya beli,” ungkap Baba Nyong Buet.
Menurutnya, produksi material yang dijalankan selama ini sudah lama sekali. Dan, izin produksi materialnya dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Manggarai.
“Waktu itu saya minta izin di zamanya almarhum pak Deno Kamelus. Kalau memang izin yang dikeluarkan oleh daerah sekarang tidak berlaku, tolong arahkan saya harus kemana? Supaya saya urus izinnya. Saya ini kan kontraktor juga, jadi saya punya hak untuk produksi material. Bagaimana saya bisa kerja kalau saya tidak produksi material,” Tutur Baba Nyong.
Tak hanya itu, Baba Nyong juga sempat mencatut pihak kepolisian dan beberapa media yang pernah mendatangi lokasi produksi materialnya untuk menanyakan izinnya.
“Mungkin ite baru kenal saya. Karena banyak teman-teman media yang sudah kenal baik dengan saya. Bukan karena saya tidak patuh dengan aturannya. Saya orang paling patuh. Saya tidak mau sakit kepala urus itu. Dan jangan coba-coba intervensi saya. Saya ini rakyat, coba dikasih saran,” tutupnya.
Ketahui, berdasarkan Pasal 158 UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 Milyar.
Selain izin IUP dan IPR, pengelola juga harus memiliki izin khusus penjualan dan pengangkutan sesuai Pasal 161 UU No 4 Tahun 2009.
Tak hanya itu, material batuan yang mereka ambil juga berasal dari kuari yang tak berizin di Nggorang, Kecamatan Reok. Batuan tersebut dipecahkan menggunakan mesin Stone Crusher yang berskala besar. Terlihat juga di lokasi ada begitu banyak batu dan pasir yang ditampung untuk kemudian dijual dan untuk kebutuhan proyek.
Sesuai Undang-Undang (UU) nomor 4 tahun 2009 dalam pasal 161 itu sudah diatur, bahwa yang dipidana adalah setiap orang yang menampung/pembeli, pengangkutan, pengolahan dan lainnya. Jadi, bagi yang melanggar, maka pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Dengan demikian, jika ada kontraktor yang mengambil material dari tambang ilegal sama halnya dengan mengambil barang curian atau bisa disebut penadah dan juga bisa merugikan negara.
Pengusaha-pengusaha Pemecah Batu atau Stone Crusher yang terus beroperasi tanpa melengkapi izin usaha perindustrian dapat dijerat dengan Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Pasal 158, yang berbunyi setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa adanya, IUP, IPR atau IUPK dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 Miliar.
Sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan dan Batu Bara Pasal 161 mengatakan, setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batu bara yang bukan dari pemegang dari IUP dan IUPK atau izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 pasal 40 ayat (3) pasal 43 ayat (2) pasal 48, pasal 67 ayat (1), pasal 74 ayat (1), pasal 81 ayat (2), pasal 103 ayat (2), 104 ayat (3), atau pasal 105 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), jelasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Kasi Minerba Geologi dan Air Tanah UPT Dinas ESDM NTT Andreas S. Kantus belum berhasil dikonfirmasi.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel




