(sekadar satu perenungan)
“Pergilah dengan percaya diri ke tempat yang menjadi impianmu! Jalani hidup dan wujudkan di situ apa yang jadi impianmu…”
(Henry David Thoreau, penulis-filsuf Amerika, 1817 – 1862)
P. Kons Beo, SVD
infopertama.com – Memang benarlah! Ternyata perjalanan yang paling panjang dan makan waktu paling lama adalah ‘jalan pulang kepada diri sendiri.’ Self discovery and self acceptance (temukan diri dan terima diri) itu adalah pergulatan panjang tanpa titik akhir di sepanjang hidup.
Teramat sering kita tersenyap dalam kesendirian dan lamunan akan ‘apa yang seharusnya dan apa yang tak seharusnya.’ Akibatnya? Hidup ini, yang mesti dipetakan dalam visi yang orientatif dan produktif, jadinya tersendat bahkan terblokir dalam tirani fantasi liar. Penuh angan yang membelenggu. Yang bikin lebih miris, kita bisa dipaksa untuk akui semuanya sebagai ‘kebenaran dan kita menyembahnya.’ Dan pada saat yang sama, kita masih berharap agar, ‘jauhkan impian hampa dan lamunan yang menggoda….’
“Tampilkan diri yang bukan kita dan tidak seharusnya” atau hidup di jalur “seolah-olah yang akut” sering jadi drama pencitraan diri yang penuh lebaynya. Dalam diri sendiri ‘kebaikan’ bisa saja sekedar produk mitos, atau pun bahwa ‘kejahatan’ hanyalah bagian dari labelisasi sosial yang kental. Padahal tak selamanya dan seharusnya demikian seperti itu.
“Aku memang sulit menjadi aku. Dan tetap aku butuhkan jalan panjang untuk tiba pada diri sendiri. Sebab ada sekian banyak awan gemawan tebal dalam mitos, mekanisme diri, rasionalisasi diri, generalisasi, hipokrisasi, pencitraan diri, proyeksi diri yang singkirkan aku dari jatidiri yang mesti kukenali dan kumiliki.”
Terkadang kita nampaknya sekian berpasrah saja pada apa yang datang ‘dari luar atau dari sesama’ sebagai ‘penilaian, catatan rekomendatif, bahkan cap ini dan itu.’ Itulah efek sosial dari kehidupan bersama yang tak terhindarkan. Tetapi, tidak kah kita bisa menjadi amat reaksioner atau merasa tertekan sekiranya telinga dan rasa hati ini harus menangkap kata-kata bersuara, “Memang dasar tidak tahu diri..”
Sebab itulah, entah dalam rasa hati tak menentu, toh ‘pulang kepada diri, yang masih kaya ibarat lebat hutan perawan dan tersembunyi,’ mesti tetap digencarkan. Di tampang luaran dunia bisa kagumi kita sebagai ‘bahagia penuh senyum ceriah, namun sejati kita sendirilah yang lagi bergulat dengan jeritan hati: biar sangkarku terbuat dari emas, lebih baik ku hidup di hutan luas.
Bagi kawula muda, atau katakan saja, buat yang masih miliki energi hidup dan potensi diri yang masih berlimpah, sekiranya ‘belajar menata pikiran tentang diri sendiri’ demi ‘menemukan diri sejati’ (Peter Shepherd) tetaplah menjadi ‘ruang terbuka hijau yang tetap miliki harapan.’
Tulis Peter Sherpherd, “Kita harus kembali mendapatkan kehidupan dan jujur kepada diri sendiri. Hanya dengan itu satu-satunya cara untuk beroleh kebahagiaan yang tulus….”
Siapapun pantas dapatkan apa yang sepantasnya didapatkan. Tentu dalam pergulatan dengan diri sendiri dalam kisah dan peristiwa hidup yang nyata. Kita bisa tampak bagai ‘negeri di atas awan, namun sejatinya kita tetaplah bertumpuh di bumi yang berputar, yang pastinya punya banyak gejolaknya.’
Di dalam dunia penuh pertarungan (yang banyak tak sehatnya) kata-kata pujian dan cemoohan itu sering kamuflatif gerak arusnya. Artinya? “Yang bernada pujian dan banyak angkat-angkatnya itu sebenarnya se lagi membabat. Yang terus mencaci, menghina dan menantang, justru di situ ada peluang untuk maju dan berkembang.
Jika mesti kembali ke laptop, iya yang terindah adalah ‘kembali pada kekuatan diri sendiri dan juga mengakrabkan diri pada ketidakhebatan, kekurangan dan kelemahan sendiri.’ Toh, kita bukanlah siapa-siapa juga yang wajib mentereng di segala lini.
Terkadang kita bisa terperangkap dalam jebakan “keharusan eksternal-luaran.” Yang serba ‘harus begini dan mesti begitu’ bernada imperatif. Yang penuh dengan tuntutan teramat sangat. Kita jadinya bisa ‘keliru dengan diri sendiri.’ Biarkan kita temukan diri seperti adanya kita, yang lalu dioptimalkan di jalan hidup kita.
Bagaimanapun, di jalan hidup kita, terutama bagi kawula muda, masih terdapat sekian banyak orang istimewa dan hebat. Kata-kata dan aura diri serta kisah-kisah mereka sungguh jadi tawaran dan undangan yang mencerahkan dan membebaskan.
Jika tak terjebak lagi dalam ‘keliru telak tentang diri sendiri,’ maka dunia ini bukan lagi jadi arena “mimpi-mimpi yang terkandas…..”
Verbo Dei Amorem Spiranti
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel