Bacaan I Bilangan 11:25 – 29
Bacaan II Yakobus 5:1 – 6
Injil Markus 9: 38-45.47-48
infopertama.com – Salah satu tanda keberagamaan yang sehat itu adalah semakin terbukanya cakrawala pikiran, dan semakin lapangnya area hati. Ajaran agama itu menjadi inspirasi baru dan segar bagi penganutnya untuk menggapai dunia, mengakrabi sesama, dan bertumbuh serta berkembang dalam nilai-nilai kemanusiaan. Kita alami peradapan dunia yang damai dan sejuk, ketika manusia dapat saling bergandengan tangan. Membangun dunia dan mengeratkan tali persahabatan dalam citra kekeluargaan sebagai sesama manusia.
Ajaran agama yang sehat itu menuntun para penganutnya menuju alam keabadian. Tetapi tentu melalui jalan-jalan yang benar dan pasti. Gereja adalah kita bersama, yang berjalan menuju ‘rumah abadi’ dalam iman akan Yesus Kristus. Dia yang adalah Jalan dan Kebenaran dan Kehidupan (cf Yoh 14:6).
Bagaimana pun, seturut Yesus, untuk menggapai hidup yang benar, mesti ditata cara berpikir dan bersikap terhadap sesama. Mengikuti Yesus serta bersamaNya tidak menandaskan adanya ‘satu kekhususan yang superior eksklusif.’ Sederhananya, bahwa dengan dengan jadi ‘orang beriman dan dekat Yesus’ kita menjadi segala-galanya dalam benar dan saleh ‘milik kita sendiri.’
Ketiga Bacaan Kitab Suci ingatkan kita untuk berjalan dalam kebenaran Injili dalam memahami dan bersikap terhadap siapapun sesama.
Pertama, dalam Nama Yesus, siapapun dapat berbuat baik dan bertindak demi keselamatan, demi kemanusiaan. Kristus dan ajaranNya adalah ‘milik semesta dan dapat ditemui oleh siapa saja.’ Dalam hal kebaikan dan kebenaran di dalam cahaya Injil tak ada semboyan kaku dan baku ‘only Christian-only Catholic.’ Dalam Injil, para murid yang mencegat orang lain yang berbuat baik dalam nama Yesus, justru akhirnya dicegat oleh Yesus sendiri.
Dalam perjuangan akan nilai-nilai kemanusiaan, kebenaran dan kehidupan, siapapun sesama tak pernah boleh dicegat dan disingkirkan. Dalam Yesus, ditegaskan Allah mahakuasa, mahaagung dan mahabesar, yang tidak boleh dikerdilkan oleh isi pikiran dan tindakan manusia (penganutNya) yang sempit, kerdil dan picik. Apa yang disebut ‘nafsu kemurnian’ dalam penghayatan religius yang suram selalu lah disempitkan pada ‘hanya kita saja. Dan semua yang bukan kita, haruslah disingkirkan…’
Ingatlah kita selalu akan kata-kata Tuhan, “Jangan kamu cegat dia! Sebab tidak ada seorang pun yang telah mengadakan mukjizat dalam namaKu, dapat seketika itu juga mengumpat Aku” (Mrk 9:39).
Kedua, Dari pada ‘sibuk dengan orang (lain) yang berbuat baik, Yesus malah menuntut para murid dan pedengarNya untuk bermawas diri. Demi menata sikap, perilaku dan tindakan sendiri. Ungkapan: lempar ke dalam laut, penggal tangan dan kaki, cungkillah mata’ isyaratkan betapa kita mesti ‘mengatur dan tertibkan diri sendiri’ ketimbang harus ‘mengamat-amati dan mencegat orang lain, yang bukan kita’ yang ternyata ‘sanggup berbuat baik.’
Memang, terasa gampanglah untuk mengamat-amati dan mencegat orang lain. Untuk selalu berprasangka buruk bahwa orang lain juga ‘dipanggil untuk berbuat baik dan berpihak pada nilai.’ Tetapi, rasanya terlalu sulit untuk menata ‘tangan, kaki serta mata’ kita sendiri demi alam kebaikan bersama.
Ketiga, betapa ingat dirinya kaum berpunya, orang-orang kaya itu, seperti yang dilukiskan dalam Surat Yakobus. Miliki segala yang indah gemerlapan serta segalanya, tak sanggup membawa mereka kepada ‘rasa syukur penuh sukacita.’
Sebaliknya, demi ingat diri, ‘mereka telah menahan upah para buruh yang telah menuai hasil ladang mereka…’ Yang disentil tajam oleh Surat Yakobus adalah betapa teganya orang-orang kaya dan berpengaruh itu ‘yang telah hidup dalam kemewahan dan berfoya-foya di bumi’ (Yak 5:4) di atas derita sesamanya, para buruh itu.
Maka, bukalah hati dan menataplah kita ke bumi yang berputar: ‘sekian banyak banyak orang hidup dalam kemewahan, penuh jaminan, berfoyah-foyah dari sekian banyak trik ketidakadilan, tekanan dan penyesatan terhadap sesamanya.’
Biarlah setiap kita berjuang menata seluruh diri dan jalan hidup sendiri. Untuk saling memandang dalam Kasih Tuhan yang membebaskan. Jangan mencegat. Tiada menekan. Tanpa merampas. Dalam kemanusiaan kita yang rapuh, marilah kita saling membebaskan dan saling meneguhkan!
Verbo Dei Amorem Spiranti
Selamat Hari Minggu dan Tuhan memberkati
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel