(hanya sepotong rasa pada Hari Komunikasi Sosial Sedunia 2024)
Minggu, 12 Mei 2024, Pekan VII Paskah
“Keramahtamahan dalam perkataan (komunikasi) menciptakan keyakinan; keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian; keramahtamahan dalam memberi menciptakan kasih”
(Lao Tse)
P. Kons Beo, SVD
infopertama.com – Mungkin ini terkesan sentimental. Atau kata alam masa kini sebagai sekian galau dan halu. Tapi itulah yang terasa dalam rentang perjalanan waktu yang tak singkat. Sudahlah! Katanya, “lain doeloe, lain sekarang.” Hati dan pikiran ini sudah dikerangkeng dalam diktum “setiap generasi ada masanya, setiap masa punya karakter generasinya tersendiri.”
Bila mesti berkenang di hari-hari lalu, di tempoe doeloe itu, ada banyak waktu untuk duduk kumpul ‘saling bercerita.’ Anak hebat adalah anak yang ‘punya banyak cerita. Dan lagi ia tahu bagaimana cara berkisah.’ Yang bikin heboh lagi terkesan adanya ‘lomba gaya bercerita.’ Ada maksud di baliknya. Agar terciptalah suasana penuh akrab, dan bangkitkan suasana penuh gelak tawa.
Terkadang tak penting isi cerita itu ‘benar-benar memang begitu’ atau banyak ‘bumbu-bumbu sedapnya.’ Itulah ‘zaman lalu’ yang kala itu masih andalkan dengar radio dan membelalak depan TV hitam putih yang belum banyak orang miliki. Syukurlah, masih ada banyak permainan ini itu, dan lagi, itu tadi, tetap kumpul-kumpul untuk kelakar bercerita. Sangat terasa, bila seorang teman belum pada datang berkumpul.
Tentu, tak bisa kita lupakan kisah emak-emak. Iya, para ibu yang rajin kumpul-kumpul. Selalu ada waktu untuk ‘baku pigi datang.’ Hanya untuk sekedar bertanya masak apa, atau tanya tentang resep buat kue tertentu, sudah lumayan lah.
Yang tak kalah luar biasa, ibu pandai bercerita. Itu terungkap dari pengalaman pribadinya, di saat ia masih gadis kecil di kampung. Semuanya terasa asli, segar, tanpa banyak polesan dan dramanya. Tapi di baliknya ada pesan bernilai dahsyat yang punya maksud demi satu pendidikan kharakter.
Tetapi, ibu juga punya banyak kisah-kisah Kitab Suci yang terhubung dengan tokoh-tokoh tertentu. Itu semua hasil ‘tangkapan telinganya’ dari suara para misionaris. Juga tentang santu ini dan santa itu, dengan tekanan pada kebertahanan iman orang kudus itu dalam Yesus. Cerita-cerita seperti ini, umumnya sebelum tidur malam, yang bikin anak-anak sampai pulas tertidur.
Yang mau dibilang dari kisah-kisah sederhana di waktu dulu itu adalah adanya ‘spasi kesempatan untuk bersuakumpul dan berpadu hati dalam jumpa. Banyak kesempatan untuk face to face yang bermeterai tautan heart to heart sudah menuntun ke dalam Komunikasi yang sungguh manusiawi.
Pada pesan khusus di hari komunikasi sedunia 2024, Gereja dibawa kepada satu tema permenungan khusus. Paus Fransiskus merumuskannya padat dalam tema, “Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Hati: Menuju Komunikasi yang Sungguh Manusia.
Tak ada hal yang lebih utama selain semuanya mesti mulai dari hati. Tak ditampik kenyataan adanya sekian banyak persoalan dalam hidup ini. Namun, bagaimana mesti menghadapinya? “Masalah-masalah ini bersifat teknis, ilmiah dan politik, “kata Paus mengutip Romano Guardini. Tetapi masalah ini dapat didekati dengan benar sekiranya bertolak dari rasa kemanusiaan.
Rasa kemanusiaan itu lahir dari alam keluasan hati yang meresapkan kualitas kebijaksanaan dalam berpikir, menarik kesimpulan dan bertindak. Manusia dituntut untuk memiliki kebijaksanaan hati. Dan kebijaksanaan seperti itu hanya lahir dari dinamika perjumpaan dengan Tuhan sendiri.
Hasil dari kebijaksanaan hati terungkap dalam integrasi pengalaman hidup. Paus Fransiskus menyebutkannya sebagai integrasi antara “keseluruhan dan bagian-bagiannya, keputusan-keputusan dan konsekwensinya, kemuliaan dan kerentanan, masa lalu dan masa depan, individulitas dan keanggotaan kita dalam komunitas yang lebih besar.”
Kebijaksanaan hati itu diyakini sungguh “memampukan kita dalam melihat hubungan, situasi, peristiwa, dan mengungkapkan makna yang sebenarnya. Tanpa kebijaksanaan ini hidup menjadi hambar.” Namun, adakah hal yang sungguh menantang dalam kerangka “Peluang dan Bahaya?” Segala kemajuan dalam ilmu dan teknologi sungguh tak terbendung dan tak terbantahkan.
Manusia sanggup mengkreasi dan memproduksi sekian banyak hal yang mempermudah hidupnya. Kita hidup, sepertinya, di hadapan sekian banyak mesin yang siap ‘melayani’ 24 jam. Di rana media, Paus mencatat, “Media memperluas penyebaran kata-kata…. Dan sekarang kita mampu menciptakan mesin-mesin rumit yang bertindak sebagai pendukung bagi pikiran manusia. Bagaimanapun, masing-masing instrumen ini dapat disalahgnakan.”
Media komunikasi nan canggih menjadikan sekian banyak hal dapat diakses mudah dan dalam hitungan detik. Namun, tidak kah hal ini lahirkan pula banyak tantangan dan bahaya pula? Banjir info yang mendera terkadang justru mendatangkan kenyataan disinformasi atau sebabkan adanya ‘polusi pikiran.’
Seturut refleksi Paus Fransikus, kiranya berita palsu (hoaks) sudah terwujud dengan istilah deepfake, yang nampak dalam foto, yang tampaknya asli namun sebenarnya amat mengecoh. Ada juga editing nakal dan licik yang memanipulasi suara (audio) yang “tidak pernah dikatakan seseorang.” Ini semua kerjanya teknologi simulasi yang bisa sungguh merusakkan hubungan di antara manusia.
Di titik inilah dapat dikatakan bahwa manusia sungguh didera oleh ‘kecerdasan buatan’ yang tidak disikapi dengan penuh kebijaksanaan hati. Akhirnya manusia sendiri masuk dalam situasi penuh kebingungan.
Tentu, Paus Fransiskus tak menegasikan pentingnya kecerdasan artifisial itu. Ada sekian banyak info perkembangan yang amat berguna bagi hidup manusia itu sendiri. Bagaimanapun, “Informasi tidak dapat dipisahkan dari berbagai relasi kehidupan.” Yang patut direnungkan dan diseriusi adalah bahwa “informasi selalu terkait tidak hanya dengan data, tetapi juga dengan pengalaman manusia. Karena itu, butuh kepekaan pada wajah dan ekspresi-ekspresinya, yang berupa kasih sayang dan sikap saling berbagi.”
Apakah yang patut yang direnung lanjut dari pesan Paus Fransiskus pada hari Komunikasi Sedunia 2024 ini? Di tengah percaturan aspek komunikasi yang telah masuk alam industri, maka geliat yang utamakan kepentingan dan keuntungan jadi tak terhindarkan.
Tidak kah kaum muda, misalnya, dan anak-anak, khususnya, telah ‘diculik dan lalu disekap oleh industri media komunikasi? Orangtua merasa nyaman saat anak-anak, misalnya, keasyikan dan tersedot perhatian pada berbagai tayangan, info dan berita tanpa pendampingan ‘hati penuh bijak.’
Kehadiran dan terutama pendampingan penuh bijak orangtua jadi ‘kisah teramat mahal dan jarang.’ Keyakinan Paus Fransiskus bahwa “kebijaksanaan seperti itu tidak diperoleh dari mesin.” Kaum muda yang ‘kehausan’ akan hiburan atau segala hal yang berdaya pikat penuh umpan menjadi kecanduan akan produk industri komunikasi. Dapat dibayangkan bila memang tak ada panduan etis yang mumpungi.
Di masa kini, yang memang terasa sudah tak terbendung kemajuannya dalam pelbagai bidang kehidupan, termasuk rana komunikasi, tetaplah dituntut pendampingan ‘kebijaksanaan hati.’ Dunia, kebersamaan dalam tingkatan apa saja, keluarga, tak boleh pudar apalagi senyap total apa yang kita sebut saja sebagai “atmosfer, suasana ibu tak lagi bercerita penuh hangat….”
Mesin hanya mendrop info dan berita, yang bisa memperbudak. Tak ebih. Namun “alam ibu bercerita penuh hangat” mengisahkan kehadiran, ungkapkan alam afektif-persuasif, yang tampakan mimik yang menghidupkan. Dan terutama ‘memperdengarkan suara penuh makna. Semuanya demi memaknai kisah-kisah hidup yang bercitra.
Maka dengan demikian manusia tetap punya harapan menuju kehidupan bersama yang manusiawi. Sebab semua telah lewati Komunikasi yang Sungguh Manusiawi pula….
Maka, mari belajar untuk tinggalkan keasyikan diri sendiri. Demi sekadar ada bersama dengan yang lain, walau dalam potongan-potongan bercerita kisah seadanya.
Selamat Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-58
Verbo Dei Amorem Spiranti
Collegio San Pietro – Roma
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel