Jangan Ada Orang yang Diabaikan

Diabaikan
Foto by Google

PEKAN II PASKAH
Sabtu 30 April 2022
Bacaan: Kisah Para Rasul 6: 1-7; Yohanes 6: 16-21

Ketika kita berada dan hidup bersama dengan orang lain, pasti kita ingin mendapat kasih dan perhatian dari orang lain. Kalau kita berani dan tidak merasa malu, kita bisa mengungkapkan dambaan dan keinginan itu dengan terang dan jelas. Tetapi bila kita malu atau ‘malu-malu kucing’, kita bisa mengungkapkan kerinduan itu melalui tanda atau bahasa isyarat yang tidak otomatis terang dan jelas maksudnya. Amat memerlukan kepekaan untuk menafsir dan membacanya.

Sebagaimana kita mengharapkan kasih dan perhatian dari luar, demikian juga orang lain pasti mengharapkan kasih dan perhatian yang sama. Ada orang yang terang-terangan menyampaikan harapan itu kepada kita. Tetapi ada juga orang yang diam-diam saja di dalam hati. Kalau orang tidak berbicara, jangan kita berpikir orang itu tidak mendambakan kasih dan perhatian. Jangan berpikir begitu! Kasih dan perhatian adalah dambaan hati setiap orang dan kebutuhan universal semua orang. Ada pepatah: “Diam-diam makan dalam”. Itu berarti tanpa diungkapkan dengan kata-kata melalui mulut, kasih dan perhatian itu tetap menjadi kebutuhan jiwa atau ‘makanan hati’ setiap orang. Kalau kebutuhan jiwa dan makanan hati itu tidak penuhi, kehidupan manusia akan merana, kering dan tandus, dan akhirnya bisa layu dan mati. Jadi, siapa pun janganlah diabaikan

Kebutuhan akan kasih dan perhatian dapat kita temukan dalam bacaan I hari ini “Di kalangan jemaat di Yerusalem, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena dalam pelayanan sehari-hari pembagian kepada janda-janda diabaikan” (Kis 6: 1).

Dari kisah suci ini, kasih dan perhatian, simpati dan kepeduliaan terhadap para janda tidak berjalan dengan baik dan dengan adil. Para janda ‘diabaikan’. Mereka kurang atau bahkan tidak mendapat ‘pembagian’ kasih dan perhatian, kepedulian dan pelayanan dari para rasul. Mereka tidak menerima dan mengalami pelayanan kasih dan perhatian, simpati dan kepedulian dari sesamanya, khususnya dari para rasul. Alasan bisa dimengerti, yaitu ‘jumlah murid makin bertambah’. Ketika jumlah orang semakin bertambah, amatlah normal bila ada orang yang luput dari perhatian dan perhitungan. Namun, hal itu tidak bisa dan tidak boleh menjadi alasan. Sebab itu amat wajar bila ‘timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani.’

Berdasarkan pengalaman jemaat perdana ini, hendaklah kita tidak mengabaikan pelayanan kasih dan perhatian, simpati dan kepedulian terhadap orang lain. Ada begitu banyak inisiasi dan usaha, kegiatan dan aktivitas yang dapat anda berikan kepada orang lain. Tetapi kasih dan perhatian, simpati dan kepedulian adalah bangunan dasar yang menjadi jiwa atau roh atau spirit dari semua kegiatan dan aktivitas lahiriah yang manusia lakukan. Tanpa semangat kasih dan perhatian, tanpa sikap simpati dan peduli, semua aktivitas dan kegiatan lahiriah dapat menjadi ‘panggung popularitas’, panggung promosi diri, jabatan dan kekuasaan.

Sebab itu, hendaklah kita pertama-tama dan terutama menjadi ‘pelayan’ kasih dan perhatian, ‘pelayan’ simpati dan kepedulian daripada menjadi ‘pelayan’ aktivitas dan kegiatan lahiriah yang memukau dan menggelegar serta menyedot kehadiran banyak orang dan tak jarang mendatangkan keributan massa. Kasih dan perhatian, simpati dan kepedulian bukanlah hal-hal yang besar dan luar biasa, tetapi hal-hal kecil dan sederhana serta murah meriah seperti teguran dan sapaan kata yang lemah lembut dan ramah tamah, senyuman yang manis dan tampilan wajah yang sejuk, aman dan nyaman.

Semua ekspresi diri manusia dalam bentuk tegur sapa dan senyuman tulus dan jujur amat kecil dan sederhana, tetapi semua itu merupakan kerinduan jiwa yang terdalam dan kebutuhan hati yang terkuat dari setiap manusia. Siapa yang menyapa sesamanya dengan kata-kata yang lemah lembut dan ramah tamah, dia memuaskan kerinduan hati manusia yang terdalam. Dan siapa menyebarkan senyuman yang manis, dia membongkar kebekuan dendam dan benci serta kedinginan sikap dan prilaku hidup manusia. Sebab itu ucapkanlah tegur sapa yang pertama saat bertemu dengan orang lain. Dan lemparkanlah senyuman awal yang tulus dan manis kepada setiap orang yang anda jumpai dalam hidupmu sehari-hari, agar mereka yang kita temui tidak merasa diabaikan.

Doaku dan berkat Tuhan
Mgr Hubertus Leteng.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel 

 

error: Sorry Bro, Anda Terekam CCTV