Jadilah Pewarta Kabar Gembira

Gembira
Ilustrasi

PEKAN IV PASKAH
Rabu, 11 Mei 2022
Bacaan: Kisah Para Rasul 12: 24-13: 5a; Yohanes 12: 44-50

Manusia ingin gembira dan sukacita. Kita juga begitu. Pertanyaannya, dari mana datangnya kegembiraan dan sukacita itu? Apakah dari diri sendiri atau dari luar dan dari orang lain. Ada yang mengatakan kegembiraan dan sukacita itu datang dari diri sendiri. Amat bersyukur bila orang dapat gembira dan sukacita dari dirinya sendiri atau dari hatinya sendiri. Orang seperti itu tergolong orang istimewa, hebat dan luar biasa.

Akan tetapi normalnya, ke(gembira)an dan sukacita itu datang dari luar atau dari orang lain. Alasannya sederhana saja. Kegembiraan dan sukacita adalah sebuah Überaschung atau surprise, sebuah kejutan dan kagetan. Kalau sesuatu hal atau hadiah misalnya tidak datang tiba-tiba sebagai sebuah kejutan atau kagetan, rasanya sulit bagi kita untuk merasa gembira dan sukacita. Amat sulit menemukan ‘kegembiraan kejutan’ dan ‘sukacita kagetan’ dari diri sendiri. ‘Kegembiraan kejutan’ dan ‘sukacita kagetan’ hanya datang dari luar atau dari orang lain, tetapi terutama dari Tuhan.

Siap Menjadi Pewarta Injil

Agar kita dapat menerima kegembiraan dan sukacita dari luar, terutama dari Tuhan, kita mesti mau menjadi pewarta Injil Tuhan. Inilah kebenaran yang kita dengar dalam bacaan I hari ini: “Pada waktu itu firman Tuhan makin tersebar dan makin banyak didengar orang.” Bahkan untuk tujuan itu, jemaat beribadah dan berpuasa. Dalam kesempatan beribadah dan berpuasa itu, Roh Kudus berkata: “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.” Sesudah itu, mereka “meletakkan tangan ke atas kedua orang itu” dan “membiarkan keduanya pergi” (Kis 12: 24: 13: 2-3).

Dalam bingkai kebenaran ini, kegembiraan dan sukacita berasal dari Tuhan. “Bergembiralah karena Tuhan; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu” (Mzm 36: 4). Dalam arti yang sama, pemazmur juga berdoa kepada Tuhan: “Biarlah bergembira dan bersukacita karena Engkau semua orang yang mencari Engkau; biarlah mereka yang mencintai keselamatan dari pada-Mu tetap berkata: ‘Tuhan itu besar!” (Mzm 40: 17). Kegembiraan dan sukacita dari Tuhan menjadi ‘besar’, bila kita mencari Tuhan dan mencintai keselamatan dari Tuhan.

Dari kata-kata pemazmur ini, manusia bergembira dan bersukacita karena Tuhan. Tanpa Tuhan manusia tidak dapat bergembira dan bersukacita secara penuh. Kegembiraan dan sukacita yang tidak bersumber dan tidak berasal dari Tuhan sering bersifat lahiriah dan jasmani dalam bentuk keramaian, bunyi musik yang halus atau keras, menari dan menyanyi, tertawa terbahak-bahak, melucu dan melawak dan sebagainya. Namun kegembiraan dan sukacita dari Tuhan tidak selalu berwajah lahiriah seperti itu, tetapi lebih bersifat batin atau rohani.

Hanya pertanyaannya, siapa bisa mewartakan dan meneruskan kegembiraan dan sukacita dari Tuhan itu? Kita mesti siap untuk dikhususkan dan dipilih, siap untuk dilantik dan ditahbiskan sebagai imam dan religius serta siap pula untuk ditetapkan dan diutus guna mewartakan Injil.

Amat bersyukur dan berterima kasih bila ada anak-anak kita yang mau menerima panggilan khusus dari Tuhan untuk menjadi imam atau religius dan misionaris seperti Barnabas dan Saulus.

Kita Mesti Menjadi Orang Baik

Tetapi lebih daripada itu, kita mesti mau menjadi orang baik dan mau berbuat baik. Pada tingkat manusiawi, kegembiraan dan sukacita itu bersumber pada sikap dan perilaku baik serta lahir dari perkataan dan perbuatan baik. Bila kita rajin dan tekun untuk berkata dan berbicara baik serta bila kita setia untuk berbuat baik atau melakukan kebaikan, otomatis kegembiraan dan sukacita itu bertumbuh dalam diri kita dan pasti berbuah bagi orang lain.

Sebab itu, sebagaimana “Tuhan itu baik kepada semua orang” (Mzm 145: 9), begitu juga kita mesti berkata baik dan berbuat baik kepada siapa saja. Intinya, dalam perkataan dan perbuatan apa saja, “janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah” (Gal 6: 9). Maka kita tidak boleh ‘menjadi lemah’, jemu atau bosan untuk berbuat baik. Hanya bila kita tidak jemu untuk berbuat baik, kita sendiri dan orang lain akan menuai dan mengalami kegembiraan dan sukacita dalam hidup.

Doaku dan berkat Tuhan
Mgr Hubertus Leteng

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel 

 

error: Sorry Bro, Anda Terekam CCTV