Bila Masih Mungkin Kita Menorehkan Batin

(sekadar heningkan isi jiwa dan mengalur arus pikiran)

P. Kons Beo, SVD

Kita sebenarnya bisa terjebak di ‘kemenduaan hati dan rasa.’ Antara maksud dan kata yang terungkap, kita sering terbentur dinding gelora rasa dan pikiran tak menentu. Bagaimana pun hasrat hati itu mengalir ‘lurus dan tak berbelok kelok.’

“Setangkai mawar yang kau beri, bisa beraroma mewangian kata-kata. Namun, sebenarnya, gelora suram hatimu berharap agar jemari si penerimanya bisa berdarah. Terluka oleh dedurian tangkai mawar itu.”

Di cakap-cakap kita…?

Ramai-ramai kita galang pendapat dan lalu runcingkan opini itu. Ungkapkan keyakinan dalam nalar berbalut rasa. Di situ kita ingin tiba pada factum. Dan di situ pula lah, kebenaran harus jadi milikku atau milik kita yang senafas. Dalam bicara-bicara lepas bersama, kita sering merasa telah yakin akan fakta atau telah tiba pada kebenaran itu.

Padahal, sebenarnya, di dalam cakap-cakap bersama itu, kita semua, bisa saja, telah ambruk dalam saling menyesatkan.

Sebab, kita begitu yakin bahwa kita telah bicara atas nama nilai. Suara kita itu diyakini lurus demi kebaikan bersama. Ini demi nama baik sesama yang tak boleh luntur. Tak boleh tertiup dan tercecer belepotan di sana sini. Padahalnya, semuanya hanyalah rangkaian kata-kata ‘seolah-olah.’ Iya, ‘seolah-olah kita bermaksud bening.’

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel