Labuan Bajo, infopertama.com – Saat ini, pembangunan hotel marak di setiap penjuru kota besar, tak terkecuali
Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT. Hal ini dipengaruhi Labuan Bajo merupakan salah satu tujuan wisata favorit di Indonesia bahkan mancanegara.
Banyaknya wisatawan domestik maupun internasional yang datang ke daerah ini membuka peluang bagi para pelaku bisnis untuk menyediakan Hotel. Sebagaimana
ketahui, hotel memiliki tingkat kebutuhan air baku yang cukup besar.
Salah satu sumber terpercaya di Kelurahan Wae Kelambu yang minta rahasiakan namanya menjelaskan, pengambilan air tanah yang intensif atau eksploitasi air tanah secara berlebihan oleh dua hotel berbintang, yakni Bintang Flores dan Laprima Hotel menguras cadangan sumber daya air tanah dalam jangka waktu singkat, mengakibatkan berbagai dampak yang bersifat langsung maupun tidak langsung.
Pada kondisi lebih lanjut, penurunan muka air tanah. Ini menyebabkan dampak berupa penurunan muka tanah yang mengakibatkan terjadinya banjir pada daerah tersebut.
Lalu bagaimana penegakan hukum
terhadap penggunaan air bawah tanah oleh dua hotel di Labuan Bajo dan Faktor apa saja yang menyebabkan dua hotel tersebut melakukan pelanggaran sehingga sampai pada hari ini belum terlaksana dengan maksimal.
“Banyaknya pelanggaran diduga karena pemerintah tidak tegas dalam pemberian
sanksi kepada si pelanggar,” ungkap sumber yang enggan mediakan namanya, Senin (5/6/2023).
Menurutnya, beberapa faktor yang
menyebabkan dua hotel berbintang di Labuan Bajo melakukan pelanggaran di antaranya karena pemilik Hotel
memang tidak memiliki keinginan untuk mengurus perizinan sebab birokrasi
membutuhkan waktu yang lama. Pemilik Hotel telah memiliki keinginan untuk
mengurus perizinan akan tetapi terbentur dengan persyaratan yang ada. Dan, biaya
langganan PDAM lebih mahal daripada menggunakan sumur bor (air tanah).
Lebih lanjut, Pemerintah Daerah harus lebih tegas dalam menegakkan aturan dengan memberikan sanksi yang tegas pula terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian, pajak pengusahaan air tanah untuk usaha besar sebaiknya naikkan. Paling tidak, sama atau menjadi lebih mahal daripada pajak air PDAM, sehingga penggunaan air tanah dapat terkendali. Dan, harapannya dapat mengurangi kerusakan lingkungan.
“Pemda Mabar harusnya melarang hotel-hotel di Labuan Bajo menggunakan air sumur dalam. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, agar instruksikan hotel menggunakan air produksi dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) setempat. Hotel-hotel yang berada di wilayah Labuan Bajo harus menggunakan air dari PDAM, tidak menggunakan air berdasarkan dari hasil sumur bor,” tegasnya.
Hal ini sangat penting untuk menjaga ekosistem di sekitar lingkungan hotel. Tidak mengganggu kondisi dan sediaan air warga sekitar hotel yang biasanya menggunakan sumur gali. “Pemda Mabar juga harus selalu melakukan pengawasan dengan terus mengecek rasio penggunaan air PDAM di hotel-hotel apakah sesusai dengan batas wajar penggunaannya. Selain itu, masih banyak pengusaha hotel yang memandang penggunaan air PDAM akan lebih menyedot anggaran operasional.”
Dalam penelusuran infopertama.com, dua Hotel berbintang di Labuan Bajo, yakni Laprima Hotel dan Bintang Flores Hotel hingga kini masih menggunakan air sumur dalam atau air tanah untuk menunjang kebutuhan operasional hotel.
Ambros Ambo, Kepala Personalia hotel Bintang Flores mengaku sudah 15 tahun lebih bahkan hingga hari ini masih menggunakan air sumur dalam atau air tanah Wae Kemiri untuk konsumsi (cuci dan mandi). Karena air PDAM di Labuan Bajo baru dua tahun berjalannya dan dua kali seminggu jalannya tentu belum bisa memenuhi kebutuhan hotel. Sehingga kalau misalnya sekarang bahwa air itu tidak layak, saya pikir kita aman-aman kok pake itu air selama ini.
“Kebetulan di awalnya dulu bahwa pihak hotel meminta izin ke tokoh adat dan pihak desa untuk menggunakan air kemiri tersebut. Namun, sebelum digunakan air tersebut pihak desa bersama tokoh adat meminta sejumlah uang ke pihak hotel sebagai syaratnya. Sehingga waktu itu, pihak hotel sempat menawarkan untuk bangun semacam tower supaya semua saluran pipa-pipa warga bisa disatukan di tower tersebut.
Mirisnya, selama 15 tahun bahkan hingga saat ini dua hotel berbintang yang menggunakan air sumur dalam atau sumur ini luput dari pengawasan pemerintah daerah Manggarai Barat. Namun, setiap setahun sekali Dinas ESDM propinsi datang menagihnya tanpa mengeluarkan Izin Penggunaan air tanah dan izin pengolahan air tanah.
“Kami ada air PDAM, namun itu hanya digunakan untuk minum saja. Kami lebih banyak menyedot air tanah karena perhitungan pajak dan juga beban operasional yang jauh lebih murah dengan air sumur atau tanah,“ paparnya kepada infopertama.com, Senin (5/6/2023).
Dia mengungkapkan, kebutuhan akan air di hotel berbintang tidak bisa tercukupi dengan air PDAM. Meskipun, dia sadar jika penggunaan air tanah yang berlebihan akan mengakibatkan dampak bagi ketersediaan air di lingkungan sekitarnya.
“Memang aturan tersebut bagus untuk perlindungan air tanah. Namun, memang pasokan air harus benar diperhatikan oleh PDAM. Jangan perlakukan hotel seperti Rumah Tangga,” tutupnya.
Hingga berita ini ditayangkan, beberapa Dinas terkait belum berhasil dikonfirmasi.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â