Cepat, Lugas dan Berimbang

Sengkarut Kematian Brigadir J

Kematian Brigadir J menambah lebam pada tubuh Polri. Sangat tepat kata Presiden Jokowi bahwa kasus ini membuat Polri babak belur. Kini Polri sedang menyembuhkan lebam di sekujur tubuhnya. Maka dari itu, pengusutan tuntas kasus penembakan Brigadir J menjadi momentum krusial bagi institusi Polri.

Kronologi Kasus

Brigadir J (Joshua) meninggal tertembak pada tanggal 8 Juli 2022 pukul 17.00 WIB di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Namun, berita kematian Brigadir J baru seruak ke publik tiga hari setelahnya. Kasus kemudian menjadi sorotan ketika pihak keluarga Brigader J selaku korban mendatangi Polri untuk menyampaikan ketidakterimaan dan kecurigaan terhadap kematian Brigader J. Selain itu, keluarga juga minta dilakukan autopsi ulang.

Kapolri Sigit Listyo langsung bergerak cepat menanggapi kasus ini. Berbagai keputusan stategis dibuat. Autopsi ulang pun dilakukan. Mutasi dan penonaktifan beberapa personil langsung dilakukan. Pada 18 Juli, Ferdy Sambo dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Kepala Devisi Profesi dan Pengamanan. Pada 20 Juli, Kepala Biro Paminal Divisi Propam, Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Jaksel Kombes Budhi Herdi juga dinonaktfikan dari jabatan mereka masing-masing.

Kapolri kemudian membentuk Tim Khusus (Timsus) untuk penyelidikan kasus kematian Brigader J. Selain Timsus, belakangan dibentuklah Inpektorat Khusus (Irsus) untuk penyelidikan kode etik. Pada 3 Agustus, Bharada E (Eliezer) selaku sopir Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka. Tidak lama setelah itu, Timsus juga menetapkan Brigadir RR (Ricky Rizal) selaku ajudan dari istri Sambo sebagai tersangka. Selain itu, ada satu lagi yang ditetapkan sebagai tersangka yakni KM (Kuat Ma’ruf) selaku sopir dari istri Ferdy Sambo.

Pada 6 Agustus, FS (Ferdy Sambo) ditempatkan di tempat khusus di Mako Brimob karena dugaan tidak profesional di tempat kejadian perkara (TKP). Sambo dalam hal ini diduga kuat mengambil CCTV yang menjadi salah satu alat bukti. 3 hari berselang yakni pada 9 Agustus Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka. Dalam Konferensi Pers yang langsung disampaikan oleh Kapolri pada 9 Agustus itu, personil polisi yang diduga terlibat menjadi 31 orang. 11 orang di antaranya ditempatkan di ruang khusus sama seperti 4 tersangka.

Brigadir J, Ferdy Sambo, Istri Ferdy Sambo dan Bharada E

Yang ditunggu-tunggu publik akhirnya terjelaskan juga.

Skenario dan Motif Pembunuhan

Sebagaimana diketahui bersama, pada tanggal 3 Agustus keluarga Brigadir J menyambangi kantor Menko Polhukan Mahfud MD. Dalam perjumpaan itu Mahfud MD menuturkan bahwa pihak keluarga Brigadir J menyampaikan hal-hal yang menurut mereka janggal dalam kasus kematian korban. Hal yang menarik dari hasil pertemuan tersebut adalah Mahfud MD langsung memberitahukan semacam kunci kotak pandora kepada publik.

Dalam jumpa persnya dikatakan terdapat 2 aspek psikologis dalam kasus ini yakni psycho hierarchical dan psycho polotic. Kalau ditafsirkan, psycho hierarchical dalam kasus ini berhubungan dengan unsur jabatan yakni antara atasan dengan bawahan. Sedangkan psycho polotic dalam kasus ini maksudnya peristiwa tragis kematian Brigadir J memiliki kepentingan politik tertentu.

Perlu dicatat bahwa apa yang disampaikan Mahfud MD tidaklah berpengaruh pada proses hukum penyidikan. Namun demikian, tidak boleh dipungkiri bahwa pandangan Mahfud MD memberi sinyal yang jelas kepada publik bahwa kasus kematian Brigadir J memiliki skenario dan motif tertentu.

Skenario pembunuhan kemudian diungkap oleh tersangka Bharada E. Meski awalnya dia mengaku menembak Brigadir J untuk membela diri, tapi pada akhirnya ia mencabut pengakuan tersebut dan mengakui bahwa penembakan yang dilakukannya atas perintah atasan yang tidak lain FS.

Dalam perjalanannya Timsus terus berusaha membongkar skenario dan motif pembunuhan terhadap Brigadir J. Timsus kemudian menempatkan 25 personil yang diduga terlibat pada tempat khusus di Mako Brimob. Bahkan, hasil penyidikan Timsus dan Irsus dalam konferensi pers 9 Agustus, personil yang ditahan bertambah menjadi 31 orang.

Terkait skenario pembunuhan Brigadir J, pada dasarnya dapat kita cermati dari pengakuan-pengakuan dari para pihak yang berkaitan langsung ataupun menyaksikan peristiwa tragis tersebut. Lihatlah pengakuan awal Bharada E. Simak pula pengakuan istri FS soal pelecehan. Simak pula pernyataan FS dalam jumpa pers sebelum ditahan di Mako Brimob. Semua pengakuan tersebut sepertinya sudah diskenariokan sebelumnya.

Terkait motif, memang hingga kini belum menemui titik terang. Timsus mengatakan motif pembunuhan terhadap Brigadir J masih dalam proses penyidikan. Kalau kita kembali pada pengakuan awal maka motif pembunuhan adalah pelecehan. Tetapi, setelah dilakukan pendalaman oleh Timsus motif pelecehan hanyalah motif rekayasa.

Ferdy Sambo Sebagai Kunci

Sengkarut Kematian Brigadir J
Ferdy Sambo

Sejak kematian Brigadir J menyeruak ke publik, berbagai komponen masyarakat dan instansi-instansi negara terkait turun tangan. Gerakan-gerakan masyarakat mulai menyuarakan keadilan atas kematian tragis Brigadir J. Komnas HAM, Kompolnas, LPSK hingga Komnas HAM Perempuan dan Anak; terlibat aktif dalam pengusutan perkara ini.

Kalau anda sekalian jeli mengamati, semua pengusutan yang dilakukan oleh berbagai elemen dan institusi mengarah pada satu figur kuat yakni Jenderal bintang 2 Irjen Ferdy Sambo. Lihatlah Komnas HAM yang memang sejak awal bersikukuh mengungkap secara terang kasus ini.

Terutama soal indikasi pengaburan fakta dan alat bukti dalam perkara penembakan terhadap Brigadir J. Upaya Sambo yang mengorbankan Bharada E tentu saja bentuk pelanggaran HAM.

Begitu pula LPSK yang selalu menjadi payung bagi Bharada E dan keluarga Brigadir J. Apalagi ketika Bharada E mengajukan kesiapannya menjadi justice collaborator. Jika kita melihat sengkarut perkara ini, maka pada akhirnya kita paham bahwa kebenaran pasti akan menemukan jalannya sendiri.

Pengusutan yang dilakukan secara serius dan tanpa henti dari Timsus dan juga Komnas HAM; akhirnya menemui satu titik yang jelas bahwa memang Ferdy Sambo menjadi kunci pembunuhan Brigadir J.

Ancaman Pidana

Kepolisian telah memberikan dakwaan (ancaman hukuman) kepada para tersangka dalam kasus penembakan Brigadir J. Sebagaimana diketahui, saat ini ada 4 orang tersangka dalam kasus kematian Brigadir J. Mereka adalah Bharada E, Brigadir RR, KM dan Irjen FS.  Bharada E didakwa dengan Pasal 388 juncto 55 dan 56 KUHP.

Brigadir Ricky Rizal dengan Pasal 340 subsider Pasal 388 juncto 55 dan 56 KUHP. KM didakwa dengan Pasal 233 junto 56 KUHP. Ferdy Sambo diancam dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Perhatikan ketentuan pasal-pasal KUHP di bawah ini:

Pasal 338 KUHP:

“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

Pasal 55 KUHP:

Ayat 1: Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

Pasal 56 KUHP, pidana sebagai pembantu kejahatan:

Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Isi Pasal 340 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 233 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktika sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Peluang Hukuman Tersangka

Jika kita melihat pasal-pasal yang didakwakan kepada para tersangka, maka pasal yang menjerat mereka semua adalah Pasal 56 KUHP. Bharada E dijerat dengan ancaman 15 tahun penjara. RR dijerat dengan ancaman penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun. KM dijerat dengan ancaman penjara kira-kira 5 tahun. FS dijerat dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.

Ada dua tersangka yang peluang hukumannya berkurang dan bertambah yakni Bharada E dan Irjen FS. Bharada E yang dijerat dengan Pasal 338 KUHP, dapat saja dilepaskan dari tuntutannya karena ia berlindung pada Pasal 55 KUHP. Jadi, dakwaan melakukan pembunuhan terhadap Brigadir J digugurkan oleh alasan atas perintah atasan. Ini artinya Bharada E berpeluang dikurangi bahkan dibebaskan dari hukuman.

Sementara itu, Irjen FS hukumannya berpotensi lebih berat karena ada peluang dijerat pasal berlapis yakni pasal pembunuhan berencana, penyalahgunaan jabatan dan penghilangkan barang bukti yakni CCTV.

*Fais Yonas Bo’a pegiat ketatanegaraan, penulis buku UUD 1945, MPR dan Keniscayaan Amandemen (Terkait Kewenangan Konstitutif MPR dan Kebutuhan Amandemen Kelima UUD 1945)

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel