“Dalam dokumen itu juga lingko Menjerite milik Lancang, lingko Nerot milik kampung Terlaing dan sebagian lingko Warang milik Rareng. Namun tiba-tiba diklaim sebagai tanah milik masyarakat adat Mbehal,” ucapnya.
Laporan yang dibuat Tua Golo Terlaing untuk mengantisipasi konflik horizontal
Ini kan aneh dan tidak masuk akal, jelas Hendrik Tua Golo Terlaing.
“Bone Bola terpanggil untuk meluruskan persoalan ini dan lakukan antisipasi untuk hindari konflik horisontal. Ia melaporkan kasus ini ke Polda NTT di Kupang,” kata dia.
Setelah kasus tersebut terhenti di meja penyidik Polda NTT, Bonaventura seenak jidat membagi-bagi tanah milik orang meski tanah tersebut telah bersertifikasi.
“Selama kasus ini terhenti, saudara Bona ini dengan leluasa membagi-bagi tanah milik orang itu kepada siapa saja tanpa menghiraukan bahwa tanah tersebut sudah bersertifikat. Lokasi itu dibersihkan dan ditanami pisang dan buat pondok. Anehnya, setiap orang yang mendapat tanah itu tidak diberikan dokumen tanda bukti. Ini cara licik,” kesal Hendrik.
Aksi Bonevantura membuat kalangan masyarakat adat geram.
“Aksi saudara Bona ini memang berbahaya dan para tokoh adat di Boleng, terutama Terlaing dan Lancang menahan diri dan berupaya jangan terulang tragedi berdarah 2017 di Menjerite,” jelasnya.
Mirip Tragedi Menjerite
Tua Golo Terlaing, Bone Bola mengatakan Tragedi Menjerite diduga seperti apa yang dilakukan Bonevantura.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â