Oleh: Wihelmina Gantri Daiman★
infopertama.com – Membaca sastra tidak hanya memperkaya kosakata, tetapi juga memperkaya jiwa. Bagi mahasiswa, paparan terhadap berbagai genre sastra, mulai dari puisi hingga novel, terbukti efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral, melatih kepekaan, dan membentuk fondasi karakter yang kuat di tengah tantangan zaman.
Dalam konteks Pendidikan, sastra tidak hanya berfungsi sebagai materi ajar, tetapi juga berperan penting dalam pembentukan karakter dan empati mahasiswa. Melalui sastra dapat membantu mahasiswa memahami nilai-nilai, mengenali berbagai sifat karakter, dan meneladani contoh-contoh yang baik.
Peran sastra dalam membentuk karakter dan empati mahasiswa sangat positif dan didukung oleh berbagai penelitian serta argumen. Sastra dianggap sebagai alat yang efektif untuk mendidik, mengembangkan moral, dan meningkatkan pemahaman terhadap pengalaman manusia. Sastra memaparkan berbagai nilai moral, sosial, dan budaya yang tertanam dalam cerita.
Melalui apresiasi sastra, mahasiswa dapat mengenali berbagai karakter, sifat, dan dilematika yang dihadapi tokoh-tokohnya. Kisah-kisah dalam sastra sering kali menampilkan figur-figur yang memiliki karakter kuat dan inspiratif.
Mahasiswa dapat meneladani contoh-contoh baik dari tokoh-tokoh tersebut, serta belajar dari kesalahan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh yang kurang baik.
Tidak seperti pendidikan karakter yang disampaikan secara langsung, sastra menyajikan nilai-nilai moral melalui narasi dan metafora. Hal ini membuat proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan tidak terkesan menggurui.
Di lingkungan kampus, pendidikan karakter melalui sastra dapat membantu mahasiswa membentuk integritas dan etika yang kuat. Dengan memahami nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, dan disiplin, mereka akan lebih siap menghadapi tantangan moral dalam kehidupan profesional.
Sastra juga memaksa pembaca untuk melangkah keluar dari perspektif diri sendiri dan melihat dunia melalui mata orang lain. Hal ini melatih mahasiswa untuk memahami perasaan, motivasi, dan sudut pandang karakter lain, yang secara langsung meningkatkan kemampuan empati mereka.
Melalui cerita fiksi, mahasiswa dapat mengalami beragam emosi dan situasi yang mungkin tidak pernah mereka alami dalam kehidupan nyata.
Pengalaman ini memungkinkan mereka untuk lebih memahami kompleksitas pengalaman manusia secara keseluruhan.
Sastra menawarkan kesempatan bagi mahasiswa untuk terlibat dengan emosi dan pengalaman orang dari berbagai latar belakang. Ini mendorong hubungan emosional yang dapat meruntuhkan batasan sosial dan budaya, serta meningkatkan kepekaan budaya.
Membaca fiksi sastra sering kali disebut sebagai “simulasi” pengalaman sosial. Melalui simulasi ini, mahasiswa dapat melatih dan meningkatkan keterampilan interpersonal mereka, yang sangat penting untuk membangun empati.
Penelitian menunjukkan bahwa penerapan pendidikan karakter dalam perkuliahan, seperti melalui mata kuliah estetika sastra, dapat efektif dalam membentuk kepribadian mahasiswa.
Dosen dapat mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter melalui berbagai bentuk karya sastra, seperti puisi, cerpen, novel, dan drama. Pendekatan ini dapat terus dibina untuk membentuk karakter mahasiswa secara berkelanjutan.
Di luar kelas, kegiatan literasi yang melibatkan apresiasi sastra dapat menjadi cara lain untuk membina karakter mahasiswa, termasuk melestarikan budaya dan identitas bangsa.
Dengan demikian, jelas bahwa pengajaran sastra bukan sekadar membahas teks, tetapi merupakan investasi penting dalam membentuk karakter mahasiswa yang berempati, reflektif, dan berwawasan luas, yang akan menjadi bekal berharga di tengah masyarakat yang majemuk.
★Mahasiswi Unika Santunan Paulus Ruteng
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â

