idulfitri

Pahlawan Tak Berakhir di Kuburan

Pahlawan
Foto: Scott MacBride/Getty Images

Oleh Khoirul Anam*

Petaka koronavirus yang masih betah tinggal di sekitar kita telah menelan banyak korban, ada yang sembuh dan bisa berkumpul kembali dengan keluarga, tetapi ada juga yang makin rapuh hingga akhirnya harus pergi untuk selamanya.

Dalam khasanah kebahasaan kita, orang-orang yang tak lagi berbagi udara dengan kita itu kerap ada sematan gelar “almarhum”. Istilah ini berasal dari serapan bahasa Arab secara apa adanya ke dalam bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia seri kelima (KBBI V) mengartikan “almarhum” sebagai “orang yang dirahmati Allah”. Pemaknaan ini bersumber dari kata dasar “almarhum”, yakni ra-him. KBBI V juga menambahkan akhiran “-ah” (menjadi almarhumah) untuk sebutan kepada jenazah perempuan.

Di lapangan, penggunaan “almarhum/-ah” ternyata menuai sejumlah masalah, tiga di antaranya adalah: pertama, pergeseran pemaknaan. Jika dirunut ke kata dasarnya, ra-him berarti “kasih” atau “mengasihi”, karenanya “almarhum” bermakna “orang yang dikasihi”. Itu sebabnya, secara kebahasaan, gelar atau sebutan ini boleh ditujukan ke siapa saja, tak harus kepada orang yang sudah tak lagi bernyawa. Kepada mantan Anda yang kini tampak lebih bahagia pun –sebab ia mungkin mendapat rahmat dari Allah, gelar ini boleh disematkan.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel