Oleh Khoirul Anam*
Dalam bahasa Indonesia, kata yang umum digunakan untuk merujuk orang ketiga tunggal adalah “dia” dan “ia”. Karena kesamaan fungsi itulah, dua kata di atas kerap dianggap sama saja; sama-sama bisa digunakan untuk keperluan dan konteks yang sama.
Masalahnya, ternyata anggapan tersebut tidak benar. “Dia” dan “ia”, meskipun jelas beda secara kata, tak bisa disamakan dengan, misalnya, alis kanan dan alis kiri—yang meski beda tempat dan bentuk namun memiliki fungsi sama; agar bisa melihat tuyul. Oh tidak, Da Kyung! Keduanya tak sama.
Baca lagi deh kalau masih belum percaya.
Padanan paling pas untuk “dia” adalah “he/she” yang digunakan untuk menunjuk subjek atau objek orang dalam bahasa Inggris, sementara “ia” setara dengan “it” yang umum digunakan untuk merujuk subjek atau objek bukan orang (meski dalam praktiknya tidak selalu begitu, sih).
Contoh:
- Habib akhirnya bisa keluar dari penjara, tetapi dia sekarang masuk lagi; mungkin memang hobi.
- Jakarta ternyata tak seperti yang kau kira, ia penuh sesak dengan polusi dan narasi patah hati.
Penjelasan ini tidak mengada-mengada —mohon jangan samakan saya dengan tukang sulap berambut aneh yang bilang akan ada banyak selebritas tertangkap narkoba itu. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kelima 2018 menyebut “dia” sebagai “persona tunggal yang dibicarakan, di luar pembicara dan kawan bicara; ia”. Kata turunan untuk “dia” adalah “mendiakan”.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel