Cepat, Lugas dan Berimbang

Mari Pandang Wajah Tuhan dalam Sesama

Bunda
Pater Kons Beo, SVD (Dokumen Pribadi)

(tentang mengasihi Tuhan dan mencintai sesama)

Pekan Biasa XXX-A, Minggu, 29 Oktober 2023

P. Kons Beo, SVD

infopertama.com – Iman itu berkharakter. Ia ditandai dengan jiwa nan haus dan hati penuh rindu akan Tuhan. Banyak cara manusia berusaha ‘mencari Tuhan.’ Demi terus pertautkan relasi, memperdalam Kasih dan tumbuhkan harapan di dalam Tuhan sendiri.

Kita terus mencariNya di dalam doa, di dalam perayaan iman bersama, dan di dalam saat-saat penuh keheningan. Bahkan di dalam kesadaran batin teramat sederhana sekalipun: “Tuhan ada di sini, di dalam jiwa ini…”

Tanda kita mengasihi Tuhan adalah biarlah hati kita bicara “Tuhan itu hadir di dalam diri dan seluruh perjalanan hidup ini.” Dari situlah kita segera tahu ‘apa dan bagaimana kita kembali selalu kepadaNya: dalam syukur dan trimakasih, dalam pujian dan hormat, dalam bincang-bincang tentang keseharian, pun di dalam luapan kata-kata jerit pilu menyayat. Bukankah Tuhan adalah Bapa dan Ibu kita Mahapengasih dan Mahapenyayang?

Ikutilah kisah-kisah heroik penuh iman dan kasih dalam ziarah hidup saudara-saudari kita. Iman mereka sungguh kokoh dan bertahan. Tak ditentukan oleh situasi dan segala apa yang dialami. Dalam suka dan duka, dalam kelebihan dan kekurangan, dalam pencapaian pun dalam kehilangan, di waktu sehat dan di waktu sakit, di dalam segala keberuntungan pun dalam aneka kemalangan, di dalam situasi damai dan dalam situasi penuh tekanan dan serba kesulitan… saudara-saudari kita itu tetap bertahan di dalam iman akan Tuhan. Di situlah ternyatakan amanat agung Yesus, Sang Kasih Sejati:

“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu” (Matius 22:37)

Tetapi tanda kasih akan Tuhan itu mesti terus berbuah nyata pada disposisi seluruh diri kita akan segala ciptaanNya. Memandang alam raya dan lingkungan sebagai ‘rumah tinggal semesta-bersama’ adalah tanda dan ungkapan kasih kita kepada Tuhan.

Kita hidup dalam krisis global-lingkungan yang sesungguhnya ungkapkan betapa rapuhnya ‘iman dan kasih kita akan Tuhan, Sang Pencipta.’ Alam dan lingkungan jadi cemar yang bertolak dari betapa cemarnya perilaku, perbuatan dan tindakan manusia akan alam dan lingkungan itu.

Kasih akan Tuhan pun terungkap nyata dalam kasih kita terhadap sesama. Nasihat Injil terlampau kaya sebagai seruan agar setiap murid Tuhan diwajibkan untuk sanggup ‘pergi, mendekati dan menjumpai sesamanya.’ Tuhan menyatakan diriNya dalam diri saudara-saudari yang “lapar, haus, sebagai orang asing, telanjang, sakit, dalam penjara” (Matius 25:34-36).

Perintah Yesus sekian kuat dan mendesak, “Kamu harus memberi mereka makan….” (Markus 6:37). Maka bertolaklah kita dari formasi hati yang ‘beribah, yang tahu apa artinya berbagi dan melepaskan demi hidup dan kebaikan sesama.’

Siapapun pasti sudah pada tahu, “lawan dari cintakasih bukanlah kebencian, namun sikap ketidakpedulian.” Di dalam dunia yang sungguh didera oleh kegetiran hidup, yang ditorpedo oleh segala keterbatasan dan bahkan kekurangan, ketidakpedulian adalah virus maut yang lebih memperburuk keadaan!

Kita hidup dalam situasi dunia di mana Kasih dan perhatian akan sesama penuh derita dipalang oleh ‘tembok tinggi dan tebal individualisme.’ Manusia dirantai sungguh oleh kegelisahan serta kecemasan sungguh demi nasib aman-nyaman dirinya sendiri, yang menjebaknya dalam ‘sikap menimbun, menumpuk demi diri dan hidupnya sendiri.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel