Demi Bisnis Wisata, Jokowi Ubah 400 Hektare Hutan di Labuan Bajo, Doni Parera: Lawan

Hutan
Foto: Facebook Doni Parera

Labuan Bajo, infopertama.com – Presiden Jokowi menerbitkan sebuah regulasi mengubah hutan seluas 400 hektare di puncak Labuan Bajo dan Nggorang, Flores, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi suatu kawasan bisnis di sektor pariwisata.

Regulasi tersebut berupa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2018 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores.

Kebijakan ini dikritik @KawanBaikKomodo.

“Pak Joko melalui Perpres 32/2018 merubah 400 ha lahan hutan di Puncak Labuan Bajo dan Nggorang Flores menjadi kawasan bukan hutan. Di dalamnya akan dibangun 4 resor/ hotel dan berbagai sarana bisnis wisata. Pa Joko hebat @PDI_Perjuangan hebat! @jokowi,” katanya, Kamis (25/3/2021).

“Bila ingin membangun resort, mengapa harus menghancurkan hutan?” tanya @KawanBaikKomodo.

Pemilik akun ini bahkan mempertanyakan; “Apakah ini benar-benar rencana presiden sebagai kepala negara/ kepala pemerintahan?”

Senada dengan @kawanBaikKomodo, aktivis lingkungan di Manggarai, Doni Parera, juga sebagai pimpinan LSM ILMU dengan tegas menyatakan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah dalam perpres tersebut.

Sumber Air Makin Berkurang

Menurut Doni, selama ini persoalan utama di Labuan Bajo dengan status Super Premiumnya adalah kekurangan sumber air minum bersih. Adanya perpres 32/2018 tersebut menambah derita warga Labuan Bajo akan kekurangan air minum bersih.

Pada areal hutan yang diubah menjadi bukan hutan dalam perpres 32/2018 terdapat 14 mata air yang sekarang ini sedang dalam kondisi kritis. Karenanya, debet air terus berkurang di sekitar Bajo. Wae Nuwa yang sumber airnya berasal dari hutan yang sekarang sedang akan membangun hotel oleh BPOP. Saat kemarau bahkan tidak ada aliran air lagi. Wae Mese yang supply 65 persen kebutuhan air minum ke Labuan Bajo, sumber air irigasi untuk persawahan Nggorang, Capi, dan Merombok bahkan sampai Tompong. Sumber airnya sebagian besar dari hutan itu.

“Saat kemarau, tidak ada aliran air Wae Mese yang melewati kolong jembatan. Hanya sampai di kolam penyedotan instalasi air minum saja. Lalu kenapa kita menambah kerusakan hutan itu lagi?” Beber Doni.

“Pemerintah mau makmurkan rakyat atau malah bikin kita mati perlahan?” Lanjut Doni bertanya.

“Ke depan, Labuan Bajo kehilangan 14 titik mata air tersebut, jangan sampai karena ketamakan, dalam 10 hingga 15 tahun ke depan warga baku bunuh karena rebutan air,” ungkap Doni.

Perjalanan Labuan Bajo

Ketahui, Labuan Bajo dulunya sebagai kota kecamatan, kala itu masih bergabung dengan kabupaten induk, kabupaten Manggarai. Setelah pemekaran, Manggarai Barat menjadi salah satu daerah otonom baru. Labuan Bajo terpilih sebagai kota kabupaten.

Labuan Bajo merupakan sebuah kota kecil di pinggir pantai paling barat Pulau Flores. Wilayah ini memiliki panorama alam yang sangat indah. Sehingga pada Juli 2019 Presiden Jokowi menetapkannya sebagai salah satu Destinasi Pariwisata Super Premium. Dan, kini sedang pembenahan sesuai statusnya tersebut.

Dampak Pengrusakan Hutan

Meski demikian, seperti kita ketahui, hutan selain berfungsi sebagai habitat jutaan flora dan fauna, juga berfungsi sebagai penyedia sumber air. Kemudian juga sebagai penghasil oksigen, penyeimbang lingkungan, dan pencegah timbulnya pemanasan global.

Berikut, dampak yang bakal terjadi, sedikitnya ada sembilan dampak deforestasi atau pengubahan area hutan menjadi lahan tidak berhutan secara permanen. Dampak untuk aktivitas manusia, yaitu: Memicu pemanasan global dan perubahan iklim, hilangnya berbagai jenis spesies flora dan fauna. Lalu, terganggunya siklus air, mengakibatkan banjir dan erosi tanah, mengakibatkan kekeringan. Selain itu, merusaknya ekosistem darat dan laut, menyebabkan abrasi pantai, menimbulkan kerugian ekonomi dan memengaruhi kualitas hidup.

Penulis: Terry Janu

Editor: Redaksi

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel 

 

error: Sorry Bro, Anda Terekam CCTV