“Problem Kesangsian dan Demokrasi”. Soal menyangsikan ini, aku teringat akan Rene Descartes (1596-1650), filsuf besar yang memperkenalkan ide filosofis terdahsyat, yang disebutnya ‘methodicum doubth’. ‘Kesangsian metodis’ terjemahannya. Menurutnya, kesangsian dapat jadikan suatu metode filosofis untuk menguji segala kebenaran yang sudah dianggap tepat serta bersifat kekal.
Beliau mengajarkan kita tuk membimbangkan segala sesuatu, meragukan segala sesuatu, sehingga segala sesuatu itu tidak dapat diragukan lagi agu (serta) memosisikan kebenaran itu secara tepat. Kita harus mengambil ‘tempat intelektual’ yang tepat tuk menolak secara absolut segala sesuatu yang salah dan sesat. Meskipun nenggitu (demikian), kesangsian itu bukan sesuatu yang melantur begitu saja, melainkan sebuah argumentasi yang didasarkan pada studi yang runtut terhadap suatu kebenaran, keyakinan, dan ideologi. Baru pada tataran ini, kita boleh menyebutnya sebagai methodicum doubth atau kesangsian metodis. Serta menjadi absah dalam suatu diskusi ilmiah yang rasional dan merdeka.
Dengan gagasan di atas, dapat pula ditegaskan bahwa kesangsian metodis atau methodicum doubth merupakan jembatan yang menghubungkan perjalanan menuju kebenaran. Lewat methodicum doubth Descartes, kita diajak tuk membimbangkan semua keyakinan dan ideologi yang sedang kita agung-agungkan. Tentu saja, bukan apa-apa juga, hanya supaya kita meyakini semua itu secara benar, dari kejujuran hati nurani dan kecerahan budi yang membebaskan.
Keyakinan atau ideologi jangan pernah merepresi kemanusiaan kita. Sebaliknya, semua harus produktif dan konstruktif bagi kemanusiaan. Idoelogi yang telah dibenarkan dan dikultuskan membawa keselamatan harus senantiasa diuji muatannya. Caranya ialah dengan menyangsikan secara rasional, metodis, runtut dan kritis. Dengan itu, mungkin kita sedikit lebih mendekatkan diri pada suatu kebenaran hakiki universal tanpa ditunggangi oleh interese-interse pribadi atau golongan murahan.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel