Ruteng, infopertama.com – Upaya Pemerintah Kabupaten Manggarai tuk menertibkan pedagang dalam rangka penataan pasar inpres (Paris) Ruteng rupanya susah maksimal.
Hal itu dikarenakan ketidaksinkronanan kerja lintas sektor antara Organisasi Perangkat Daerah, pun dengan pihak swasta, CV Lalong Tana yang mengurusi retribusi parkir di Paris Ruteng.
Ketidaksinkronan ini menyebabkan upaya penertiban Paris Ruteng seperti Poco-Poco. Suatu gerakan goyang ragam sekali maju dua kali mundur.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) misalnya, sebagai aparat sipil penegakan Perda tidak bisa maksimal karena tidak didukung fasilitas memadai.
Meski secara SDM dengan 89 personil, kerja-kerja mereka dinilai zonk karena tidak bisa mengambil tindakan, sarana pendukung seperti kendaraan truk pengangkut tidak ada.
Sulit dibayangkan personil Satpol PP jika membongkar paksa lapak-lapak liar di Paris Ruteng harus memindahkan material dengan cara dipikul ke kantor Satpol PP.
Petugas Parkir dari CV Lalong Tana misalnya, harus memungut parkir pada kendaraan pada bahu jalan. Pungutan ini dinilai ilegal meski petugas sudah dilengkapi dengan karcis. Sebabnya, area parkir yang dipungut petugas bukanlah lokasi parkir.
Ketika itu dipungut, maka automatis melegalkan parkiran liar. Sementara pada lokasi parkir sebenarnya dialihfungsikan jadi lapak-lapak liar pedagang. Keberadaan mereka dipastikan tanpa retribusi, mereka untung Pemda Buntung.
Lantas, adakah alternatif bagi para pedagang menjajakan dagangan mereka pada tempat-tempat resmi?
Sebenarnya Pemda Manggarai sudah menyediakan tempat yang sangat layak bagi mereka menjajakan dagangan, Pasar Rakyat Puni.
Tetapi, kembali lagi pada mental atau karakter pedagang Manggarai yang hanya mau instan, tidak tertib dan mau menang sendiri.
Keadaan ini, seyogianya bisa diatasi jika ada ketegasan dari Pemda Manggarai melalui OPD Terkait seperti Satpol PP. Itupun, jika dilengkapi dengan sarpas pendukung seperti truk pengangkut.
Ketegasan SatPol PP menjadi langkah terakhir tanpa perlu pertimbangan kemanusiaan, pendekatan humanis lagi. Sebabnya jelas, bahwa rangkaian proses seperti sosialisasi semua sudah dilakukan.
Mental kembeluak (suka-suka) pedagang di Paris Ruteng seakan memastikan Pemda Manggarai tidak pernah dianggap ada.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel