Cepat, Lugas dan Berimbang

Yayasan Ayo Indonesia dan Bapelitbangda Matim Gelar FGD Desiminasi Hasil Studi Perubahan Iklim

Studi Perubahan Iklim
(Foto: Yos Syukur)

Data Produksi Padi Manggarai Timur

Rikhard memaparkan, berdasarkan data produksi padi di lahan sawah beririgasi tehnis dan sawah tadah hujan pada tahun 2019, 2020 dan 2021 yang dirilis oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Manggarai Timur tahun 2021, menyatakan bahwa untuk level kabupaten, produksi padi sawah menurun sebesar 18,23 persen (23.981,95 ton) dari 131,492,4 ton menjadi 107.510,45 ton. Jauh lebih tinggi dari data penurunan produksi padi secara nasional, sebesar 0,43 persen (Data BPS Tahun 2021).

Produksi padi ladang pun tidak luput dari pengaruh dampak perubahan iklim, akibat masa kekeringan yang semakin lama. Dan, hal ini diperparah oleh bergesernya pola curah hujan.

Berdasarkan data dari sumber yang sama, produksi pada sawah tadah hujan menunjukkan kecenderungan menurun. Bahkan cukup besar mencapai 53.94 persen atau sebanyak 2.780,6 ton, dari 5.154,98 ton menurun menjadi 2.374,37 ton.

Studi Perubahan Iklim
Grafik 1. Tren produksi padi di lahan sawah tadah hujan
Studi Perubahan Iklim
Grafik 2. Tren produksi padi di lahan sawah beririgasi tehnis

Pada Studi lapangan ini juga, kata Rikhard, Tim menemukan fakta lain. Fakta itu yakni tanaman perdagangan utama sebagai sumber penghidupan petani, seperti kopi (Arabika, Robusta) dan cengkeh mengalami penurunan produksi. Khusus untuk tanaman cengkeh pada dua tahun terakhir tidak berbuah. Sedangkan kedua jenis kopi di Desa Golo Ndari dan Golo Ngawan produksinya sedikit. Hal ini gegara tidak turunnya hujan pada Agustus dan September yang bermanfaat untuk merangsang pembungaan kopi.

Implikasi perubahan iklim terhadap petani dan keluarganya

Petani yang menjadi narasumber pada studi Partisipatif di 4 lokasi mengaku bahwa akibat dari menurunnya produksi padi, yang hanya mampu memenuhi kebutuhan beras untuk 2 bulan setelah panen, adalah membengkaknya pengeluaran dari setiap rumah tangga untuk membeli beras, diperburuk lagi oleh fakta telah terjadinya kehilangan penghasilan petani dari hasil perkebunan kopi dan cengkeh.

Situasi di keluarga – keluarga semakin sulit dari aspek sosial ekonomi sebab pengeluaran tahunan mereka semakin besar, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar tetapi untuk biaya urusan adat dan sosial kemasyarakatan, jika membandingkan antara nilai pengeluaran dengan pendapatan dari setiap rumah tangga sebagian besar dari mereka mengalami defisit keuangan, besar pasak daripada tiang dalam pengelolaan keuangan keluarga menjadi persoalan, sehingga yang terjadi kemudian mereka memilih 2 alternatif jalan keluar, yaitu

1) Para Suami terpaksa memutuskan untuk mencari pekerjaan ke kota meninggalkan keluarga untuk waktu yang relatif lama 7-8 bulan, sedangkan isteri mereka harus bekerja menjadi buruh tani meski dengan upah rendah.

2) Mereka meminjam uang kepada lembaga keuangan yang populer disebut Pinjaman Harian oleh masyarakat di sana untuk memenuhi kebutuhan pembelanjaan wajib dalam rumah tangga, seperti membeli sembilan bahan pokok, biaya pendidikan anak-anak mereka, urusan adat, dan sosial kemasyarakatan dengan bunga pinjaman relatif besar, 16,6 persen.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel