“Perubahan iklim berpengaruh pada peningkatan jumlah populasi dan serangan organisme pengganggu (OPT) pada tanaman (Laman CYBEXT, 25./11/2019),” tegasnya.
Ia menjelaskan, petani yang menanam padi ladang atau sawah tadah hujan di Kel. Watu Ngene, terpaksa meninggalkan lahannya pada 5 tahun terakhir karena ketidakpastian turunnya musim hujan, dan sering mengalami gagal panen. Sedangkan di Desa Golo Ndari dan Golo Ngawan yang sebagian besar petani menggarap sawah tadah hujan untuk menjamin ketersediaan pangan mengalami hal yang sama. Yakni, produksi padi cenderung menurun, berkisar 40-50 persen. Bahkan sering mengalami gagal panen sebagai akibat dari bergesernya musim hujan dan kekeringan.
“Untuk ketahui, musim tanam padi di lahan sawah tadah hujan biasanya jatuh pada bulan Nopember. Tetapi pada kondisi 15 tahun terakhir musim tanam padi mundur ke Desember, Januari dan Februari,” ungkapnya.
Menurutnya, persoalan ini berpotensi akan berlanjut di lokasi studi, jumlah petani rentan terus meningkat dengan alasan;
- Sebanyak 90 persen dari mereka berpendidikan Sekolah Dasar, kapasitas adaptasi mereka rendah.
- Petani tidak mengetahui informasi iklim untuk menentukan musim tanam.
- Tehnologi pertanian yang adaptif dengan perubahan iklim belum ada.
- Perambahan hutan oleh masyarakat untuk buka lahan pertanian cukup tinggi.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel