Hukuman Terhadap Pemalsuan Sertifikat
Modus operandi yang dilakukan oleh para mafia tanah adalah dengan pemalsuan sertifikat yakni menerbitkan sertifikat atau mensertifikatkan tanah /lahan orang lain yang lazimnya tidak memiliki tanda pengenal yang jelas. Lahan yang dibiarkan “kosong” menjadi incaran para mafia tanah. Berdasarkan keterangan Polda Metro yang telah menangkap sindikat mafia tanah, para pelaku terlebih dahulu menghapus hak-hak yang melekat pada pemilik tanah asli dengan cara menerbitkan surat-surat baru, untuk kemudian menerbitkan sertifikat baru.
Tindakan pemalsuan sertifikat sudah barang tentu tidak bisa ditolerir. Oleh karena itu, setiap pelaku wajib mendapat sanksi/hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun hukuman terhadap pemalsuan surat diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP:
Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.

Jika merunut pada pengaturan Pasal 263 ayat (1) KUHP di atas, maka dapat dipahami bahwa setiap perbuatan pemalsuan surat dipenjara selama-lamanya 6 tahun. Hukuman terhadap pemalsuan sertifikat tanah lebih lanjut diatur dalam Pasal 264 KUHP:
- Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
- akta-akta otentik;
- surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
- surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
- talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
- surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan;
- Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Pengaturan Pasal 264 ayat KUHP sebenarnya penegasan terhadap Pasal 263 KUHP. Kalau kita cermat melihat pengaturan kedua Pasal di atas, Pasal 263 KUHP sebenarnya mengatur pemalsuan surat secara umum. Intinya segala macam surat yang dapat menerbitkan sesuatu hak. Sedangkan Pasal 264 KUHP lebih jelas dan spesifik mulai dari akta-akta otentik, surat hutang hingga surat kredit.
Terkait sertifikat tanah dapat dikategorikan ke dalam akta-akta otentik. Selain berupa penegasan, masa hukuman juga berbeda. Kalau dalam Pasal 263 KUHP hukumannya hanya 6 tahun penjara sedangkan dalam Pasal 264 KUHP hukumannya menjadi 8 tahun.
Dengan berpedoman pada Pasal 263 ayat (1) dan Pasal 264 KUHP, dapat dipastikan bahwa siapapun yang melakukan pemalsuan sertifikat tanah dan ataupun menggunakannya dapat dihukum dengan penjara selama-lamanya 8 tahun. Jadi, apabila kita membicarakan hukuman terhadap tindakan pemalsuan sertifikat tanah maka rujukannya adalah Pasal 263 dan 264 KUHP.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel