infopertama.com – Pemerintah menepis retret atau orientasi kepemimpinan bagi 505 kepala daerah hasil Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024 setelah dilantik pada 20 Februari mendatang sebagai bentuk pemborosan. Langkah-langkah efisiensi telah diambil. Retret atau orientasi bagi ratusan kepala daerah baru itu juga amanat dari Undang-Undang Pemerintahan Daerah.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi, Jumat (14/2/2025), di kantor PCO, Jakarta, menjelaskan, Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memerintahkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberikan pelatihan kepada para kepala daerah yang baru terpilih. Selain itu, UU Pemerintahan Daerah memerintahkan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) untuk memberikan diklat kepada para kepala daerah terpilih.
Pembinaan kepada kepala daerah diatur dalam Pasal 374 Ayat (3) dan (4) UU No 23/2014. Disebutkan, pembinaan yang bersifat umum dan teknis dilakukan dalam bentuk fasilitasi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan.
”Nah, sekarang diklat-diklat ini, diklat-diklat pemimpin ini, disatukan. Jadi, hanya tujuh hari. Jadi, diklat Kementerian Dalam Negeri dengan diklat Lemhannas disatukan, jadi kerja sama Kemendagri dan Lemhannas. Biayanya bisa lebih hemat, prosesnya lebih hemat, dan dari sisi waktu juga jauh lebih efisien,” tuturnya.
Menurut rencana, retret tersebut bakal digelar di Glamping Borobudur International Golf, kompleks Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, 21-28 Februari atau sehari setelah 505 kepala-wakil kepala daerah dilantik.
Perubahan pembiayaan
Hasan Nasbi pun menjelaskan soal perubahan pembiayaan penyelenggaraan retret dari semula ditanggung bersama oleh Kemendagri dan pemda menjadi ditanggung sepenuhnya oleh Kemendagri.
Menurut dia, keputusan pembiayaan ditanggung bersama diambil sebelum anggaran Kemendagri direkonstruksi sebagai tindak lanjut dari efisiensi anggaran. Sebelum rekonstruksi, Kemendagri melihat anggarannya dipangkas, tetapi di sisi lain setiap pemda dilihat sudah mengalokasikan anggaran diklat bagi kepala daerah yang baru. Dengan demikian, diambil keputusan untuk pembiayaan bersama.

Namun, setelah rekonstruksi, anggaran Kemendagri ternyata cukup untuk membiayai semua kegiatan retret. Dengan realitas itu, pembiayaan pun diambil alih oleh Kemendagri, tidak ada lagi sumbangan dari pemda.
Perubahan pembiayaan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 200.5/692/SJ yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian, Kamis (13/2/2025). Surat itu ditujukan kepada gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota di seluruh Indonesia.
Aspirasi dari pemda
Secara terpisah, Wakil Mendagri Bima Arya Sugiarto mengamini perubahan pembiayaan itu. Menurut dia, keputusan semula untuk menanggung bersama biaya retret berangkat dari aspirasi sejumlah pemda yang masuk ke Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemendagri.
Usulan tersebut didasarkan pada tersedianya alokasi anggaran untuk peningkatan kapasitas jajaran pemda, termasuk kepala daerah, di pemda. Anggaran itu selalu dialokasikan pemda agar dalam pelaksanaan tugas dan pembuatan kebijakan betul-betul memahami proses merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan serta mengawasi APBD.
Berangkat dari realitas dan usulan itu, BPSDM mengeluarkan surat edaran kepada semua kepala daerah yang isinya retret dibiayai bersama pemda dan Kemendagri. Surat ini beredar luas di media sosial. Tak sebatas karena pemda harus ikut menanggung biaya dari acara yang sebetulnya digelar untuk kepentingan pemerintah pusat, tetapi juga karena besarnya anggaran yang harus dikeluarkan kepala daerah.
”Namun, kemudian Menteri Dalam Negeri memutuskan bahwa biaya kepala daerah tidak dibebankan kepada APBD, tapi akan ditanggung sepenuhnya oleh Kemendagri,” lanjut Bima Arya.
Alasannya, dalam meningkatkan kapasitas kepala daerah terpilih yang tidak semuanya berasal dari latar belakang birokrat, Kemendagri yang bertanggung jawab sebagai pembina dan pengawas pemerintahan daerah. ”Jadi, surat edaran sebelumnya diperbaiki sesuai keputusan Mendagri,” tambahnya.
Orientasi secara bertahap
Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan saat dihubungi menuturkan, praktik yang berjalan selama ini, setelah pelantikan kepala daerah selalu digelar kursus orientasi kepala daerah di Jakarta. Namun, pelaksanaannya secara bergelombang per angkatan. Satu angkatan biasanya berisi 40 kepala-wakil kepala daerah. Kursus orientasi berlangsung selama satu bulan.
”Para kepala daerah itu dikumpulkan di BPDSM Kemendagri di Jakarta. Seluruh pembiayaan ditanggung oleh pemerintah pusat melalui APBN pada Kemendagri, tidak pernah dari APBD,” ujar Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri itu.
Mengapa kursus orientasi kepala daerah itu digelar selama satu bulan?
Menurut dia, kepala daerah harus betul-betul mendalami tugas masing-masing. Kepala daerah berlatar belakang dari berbagai bidang. Ada yang politikus, ada pula dari organisasi masyarakat sipil, birokrasi, pengusaha, dan sebagainya. Mereka harus diberi pemahaman untuk menjalankan tugas barunya sebagai kepala daerah.
”Jadi, lebih memberi pengetahuan tentang pengetahuan memimpin dan manajerial, skill, maupun teknikal. Jadi, bukan seperti latihan-latihan tentara begitu. Ada senam, tetapi pagi saja,” katanya.
Pelaksanaan orientasi secara bertahap itu pun dinilainya lebih efektif dan efisien. Sebab, jika dilakukan hanya sepekan, materi yang akan disampaikan kurang mendalam.
Dengan pelaksanaan secara bergelombang, anggaran yang dibutuhkan pun bisa bertahap. Sebab, biasanya dana APBN tidak tersedia langsung sekaligus dalam jumlah banyak. Jika retret dilakukan secara mendadak tanpa ada kesiapan pendanaan, ia khawatir pelaksanaannya akan kocar-kacir dari sisi sumber pembiayaan.
Terlebih, saat ini pemerintah sedang menggalakkan program penghematan atau efisiensi anggaran negara sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Dalam inpres tersebut diatur mengenai pembatasan perjalanan dinas dan seremonial. Namun, dengan rencana retret secara bersamaan di Akmil Magelang, justru hal-hal yang dilarang dalam inpres itu akan dilakukan oleh pemerintah pusat. Hal ini dinilainya kontradiktif dan inkonsisten.
”Biaya perjalanan dinas kepala daerah ke Akmil Magelang itu, kan, pasti juga tetap ada yang dari APBD. Karena lokasi dan jarak tempuh masing-masing berbeda. Nah, bagaimana itu laporan pertanggungjawaban dari APBD? Karena dilarang perjalanan dinas di Inpres No 1/2025,” kata Djohermansyah.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel