Terkait larangan diatur dalam Pasal 304 sampai 305 UU Pemilu. terdapat dua syarat utama Presiden bisa kampanye. Pertama, melakukan cuti. Kedua, tidak boleh menggunakan fasilitas negara kecuali fasilitas keamanan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa apa yang disampaikan Presiden Jokowi sudah benar bahwa Presiden boleh berkampanye. Namun, jangan lupa bahwa harus cuti terlebih dahulu dan tidak boleh menggunakan fasilitas negara kecuali fasilitas keamanan.
Alasan Presiden Boleh Kampanye
Telah dijelaskan bahwa secara aturan hukum presiden boleh kampanye dan memihak. Kini, mari kita ajukan satu pertanyaan yakni mengapa presiden boleh kampanye dan memihak? Menjawab pertanyaan ini tidak perlu mengerutkan dahi, karena alasannya hanya satu yaitu karena presiden bukan saja pejabat publik tetapi juga pejabat politik. Sekadar menambah wawasan, saya akan menjelaskan perbedaan antara pejabat publik dengan pejabat politik.
Pejabat publik adalah orang yang menduduki jabatan publik dan segala sesuatunya dibiayai anggaran publik serta bekerja untuk publik. Sedangkan pejabat politik adalah orang yang menduduki jabatan tertentu karena telah meraih kemenangan dalam suatu kontestasi politik. Katakanlah seseorang menang dalam kontestasi legislatif (DPR/DPD/DPRD) ataupun eksekutif (Presiden/Gubernur/Bupati).
Dalam praktiknya, seseorang menjabat sebagai pejabat publik sekaligus pejabat politik. Hal demikian disebabkan oleh dua hal: pertama, mekanisme politik (pemilu) yang mengantarkan seseorang memangku jabatan publik. Kedua, domain kekuasaannya sama yakni publik-masyarakat.
Soal presiden boleh kampanye dan memihak, kita mengacu pada identitas jabatan presiden sebagai pejabat politik. Sebagaimana telah ditegaskan Presiden Jokowi bahwasannya, seorang presiden ataupun menteri adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik. Nah, kedirian presiden sebagai pejabat politik inilah yang kemudian menjadi pijakan mengapa presiden diperbolehkan berkampanye politik.
Namun, perlu diingat bahwa ketika seorang pejabat publik seperti Presiden, Menteri hingga Kepala Daerah menjalankan identitasnya sebagai pejabat politik maka segala macam fasilitas yang ia dapatkan sebagai pejabat publik, tidak lagi boleh digunakan. Mengapa demikian? karena sebagai pejabat politik ia tidak lagi menjalankan tugas demi kemaslahatan bersama tetapi untuk kepentingan politiknya.
Apa yang Salah Dengan Presiden Kampanye?
Terkait presiden kampanye, banyak kalangan yang menolak dan mengkritik Presiden Jokowi. Pertanyaannya sekarang adalah mengapa banyak yang menolak ataupun mengkritik Presiden Jokowi ketika berpihak pada capres/cawapres tertentu? Bukankah tindakan Presiden Jokowi tidak melanggar hukum? Untuk menjawab pertanyaan dan mungkin juga kegalauan banyak orang mari kita cermati jawaban berikut.
Pertama-tama, mari kita lihat jabatan presiden di negara yang menganut presidensialisme seperti negara Indonesia. Di dalam presidensialisme, yang namanya presiden merangkap dua identitas kekuasaan sekaligus yakni Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Sistem presidensial memberi kekuasaan yang sangat dominan kepada presiden. Sebagai Kepala Negara presiden berfungsi sebagai lambang negara, sedangkan sebagai Kepala Pemerintahan presiden berfungsi sebagai penguasa dan penyelenggara anggaran negara.
Dalam kedudukannya sebagai Kepala Pemerintahan, bisa dibayangkan ketika presiden terjun politik praktis. Bukankah peluang menyalahgunakan anggaran untuk kepentingan politik sangat mungkin terjadi? Bukankah marak terjadinya politisasi bantuan sosial (bansos) sekarang ini? Harus diakui bahwa sangatlah mudah bagi seorang presiden untuk membungkus kepentingan politiknya dengan jargon kunjungan negara ataupun kunjungan presiden.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â