Oleh: Indria Febriansyah★
infopertama.com – Tamansiswa, sebagai warisan pemikiran dan perjuangan Ki Hadjar Dewantara, hari ini menghadapi tantangan besar dari dalam tubuhnya sendiri. Kepemimpinan yang stagnan, rangkap jabatan yang merajalela, dan minimnya regenerasi menjadi gejala nyata kemunduran lembaga pendidikan yang dahulu berdiri sebagai benteng kebudayaan dan kemerdekaan bangsa ini.
Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 3 Tahun 2021 dengan tegas melarang rangkap jabatan antara organ yayasan dan pengelola perguruan tinggi. Namun, kenyataannya, larangan ini tak diindahkan oleh sejumlah pimpinan di lingkup Tamansiswa. Salah satunya adalah kasus rangkap jabatan Rektor UST yang juga duduk dalam struktur Majelis Luhur Tamansiswa—organ yayasan tertinggi yang membawahi seluruh lembaga pendidikan Tamansiswa. Hemat penulis merujuk surat edaran di atas, Ini jelas pelanggaran serius.
Tanggung jawab moral atas pelanggaran ini ada di pundak Ketua Majelis Luhur Tamansiswa saat ini, Prof. Sri Edi Swasono. Di masa kepemimpinannya, praktik rangkap jabatan tak pernah ditertibkan. Bahkan, gaya otoritarian dalam pengambilan keputusan menjadi wajah baru Tamansiswa yang jauh dari nilai-nilai musyawarah, kekeluargaan, dan gotong royong yang dahulu dijunjung tinggi.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel