
Jakarta, infopertama.com – Sultan B. Najamudin, Wakil Ketua DPD RI menyoroti persoalan pemerintah masih membayar gaji 97.000 pegawai negeri sipil (PNS) misterius. Sultan berharap program pemutakhiran data mandiri (PDM) dapat segera memperbaiki kualitas data ASN se-Indonesia.
“Semoga program pemutakhiran data mandiri (PDM) dapat menjadi sistem database yang akurat. Tidak boleh lagi ke depan pemerintah kebobolan membayar gaji dan iuran lainnya yang nyatanya ASN-nya fiktif,” kata Sultan melalui keterangan resminya, mengutip wartaparlemen, Senin (24/5)
Sebelumnya, Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengungkap banyak data PNS belum perbarui. Banyak data PNS yang juga tidak jelas atau misterius.
Kepala BKN Bima Haria Wibisana, Senin (24/5), mengatakan, ada 97.000 data PNS yang setelah telusuri ternyata tidak ada orangnya, tetapi pemerintah masih membayar gaji mereka.
Hal itu terungkap setelah BKN mendata PNS secara online pada 2014. Saat itu para PNS mengisi sendiri data mereka.
BKN pun meluncurkan program PDM agar PNS bisa melakukan update data setiap waktu melalui aplikasi MYSAPK. Sehingga PNS bisa melakukan perubahan data sendiri, tidak perlu menunggu BKN.
Waktu pelaksanaan pemutakhiran data secara mandiri akan mulai pada Juli-Desember 2021. BKN akan melakukan Verifikasi akhir dengan menyiapkan dokumennya dalam periode Agustus-Desember.
Audit Aliran Uang ke ASN Fiktif
Lebih lanjut Sultan meminta pembayaran pemerintah selama ini kepada ASN fiktif ditelusuri dan diaudit.
“Perlu ditelusuri dan dan diaudit ke mana uang pembayaran gaji sebanyak 97.000 ASN misterius dan tidak ada orangnya tersebut,” ungkapnya.
Menurut dia, perlu juga diungkap apakah kejadian ini hanya persoalan data yang tidak diperbaharui atau mungkin ada unsur-unsur lainnya yang bersifat kesengajaan oknum tertentu.
“Maka, selanjutnya mesti memastikan secara transparan agar tidak menjadi tanda tanya bagi publik,” kata mantan wakil gubernur Bengkulu, itu.
Sultan meminta pemerintah pusat bersama daerah agar gencar melakukan sosialisasi pemutakhiran data ASN tersebut.
Jika tidak tersampaikan secara masif, maka data yang akan terhimpun tak akan memiliki validitas 100 persen.
“Persoalan data memang menjadi salah satu momok utama dalam pemerintahan kita. Masalah ini sangat memiliki urgensi untuk segera lakukan perbaikan. Sebab, tanpa informasi data yang benar, maka sudah bisa pastikan hasil kebijakannya pasti tidak benar,” ungkapnya. (R.J)