Menurut Kejari Manggarai bahwa berdasarkan PP 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah PBB tersebut bukan alas hak/bukti kepemilikan tanah.
BAM selaku PPTK tanpa melakukan Penelitian Status hukum terlebih dahulu tentang tanah tersebut langsung membuat dokumen kesepakatan pembebasan tanah. Tepatnya pada 05 Desember 2012 dengan GJ dengan kesepakatan harga sebesar Rp400.000.000,- (empat ratus juta rupiah).
Pembuatan Dokumen kesepakatan oleh BAM menurut Kajari Manggarai bertentangan dengan Pasal 3 UU No 1 tentang Perbendaharaan Negara.
Menurut Kejari Manggarai, tindakan BAM masuk dalam kategori memperkaya orang lain yaitu GJ. GJ yang menerima pembayaran sebesar Rp402.245.455 (empat ratus dua juta dua ratus empat puluh lima ribu empat ratus lima puluh lima rupah)
Kejari Manggarai tidak menghargai kearifan lokal terkait alas hak tanah milik GJ
Sejumlah aliansi masyarakat dan keluarga melakukan aksi protes keras kepada Kejaksaan Manggarai karena dinilai menggunakan kekuasaan dalam penetapan tersangka GJ dan BAM.
Firman Jaya dalam orasi pada Rabu (2/11) lalu mengatakan penetapan tersangka bapak Gregoris Jeramu dan Benediktus A. Moa merupakan bentuk kezoliman terhadap rakyat kecil dan cacat hukum.
Menurut firman, penetapan tersangka GJ oleh Kejaksaan Negeri Manggarai berpotensi konflik horisontal di Manggarai Timur karena menyangkut hak adat tanah atau hak ulayat
Menurut Firman Jaya, mestinya Kejaksaan Manggarai harus mempertimbangkan aspek kearifan lokal yang ada di Manggarai Timur terkait alas hak atas kepemilikan tanah yang dipersoalkan Kejaksaan Manggarai.
Di sana kata Firman, ada tua Golo, Tua Teno, Tua Gendang, dan batas batas tanah yang mestinya harus dicari tahu oleh pihak Kejaksaan Manggarai terkait kepemilikan tanah.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel