infopertama.com – Ketika kita dihadapkan dengan urusan pembangunan yang bertujuan untuk kepentingan umum maka gejolak sosial pasti selalu muncul. Terutama sekali menyangkut tanah/lahan yang terdampak pembangunan.
Persoalan lahan lazimnya lahir dari beberapa faktor seperti: kurangnya sosialisasi terkait pembangunan dari pihak terkait; minimnya pengetahuan masyarakat tentang nilai guna pembangunan; ketidakpuasan pemilik lahan atas harga yang ditawarkan; kecemburuan sosial akibat lahannya tidak terdampak; hasutan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, dan lainnya.
Faktor-faktor di atas, pada akhirnya melahirkan dukungan ataupun penolakan terhadap pembangunan untuk kepentingan umum. Biasanya butuh waktu yang tidak singkat bagi pelaksana proyek untuk mengantongi kesepakatan final dengan masyarakat terdampak.
Lihat saja ketika ada rencana pembangunan geotermal dan perbaikan jalan raya di wilayah Poco Leok. Proses menuju kesepakatan finalnya sangat lama karena ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab menghasut warga untuk menolak pembangunan. Padahal, sebagian besar warga Poco Leok mendukung penuh pembangunan karena mereka sadar betul bahwa mereka sangat butuh pembangunan untuk mengejar keterbelakangan mereka.
Namun demikian, tidak etis kalau kita terus menerus jadikan media sebagai wadah curhat. Masyarakat juga sangat butuh pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan. Maka dari itu, mari kita kembali pada obyek vital pembahasan yakni tentang tanah.
Terutama dalam konteks fungsionalitas tanah. Lebih tepatnya soal konstitusionalitas fungsi sosial tanah; sebagaimana judul ulasan ini.
Berbicara soal hak atas tanah di Indonesia sangatlah unik. Mengapa demikian? karena hak-hak atas tanah di negara kita memiliki suatu kekhasan yakni bersifat dualitasnya hak atas tanah. Dualitas di sini maksudnya bahwa hak individual atas tanah sifatnya pribadi sekaligus bernilai sosial. Nilai sosial atas tanah kemudian disebut dengan fungsi sosial tanah.
Lalu, apa itu fungsi sosial tanah?
Secara sederhana fungsi sosial tanah dapat diartikan bahwa setiap hak atas tanah memiliki tujuan sosial yakni untuk kepentingan umum. Semisal anda memiliki sebidang tanah maka tanah yang anda miliki haruslah memiliki nilai guna untuk kepentingan umum. Nilai guna demi kepentingan umum artinya jika negara membutuhkan lahan-tanah untuk pembangunan yang bertujuan kemaslahatan bersama, maka hendaknya kita sebagai pemiliki hak atas tanah mendukungnya dengan mengalihkan hak atas tanah kita kepada negara.
Mengalihkan hak kita atas lahan yang dibutuhkan negara tentu tidak secara cuma-cuma. Negara juga berkewajiban untuk ganti rugi; bila perlu ganti untung, atas lahan yang kita miliki hal demikian juga berlaku terhadap bangunan ataupun tanaman kita pada lahan tersebut.
Secara konstitusi, fungsi sosial tanah merupakan suatu asas yang melekat dalam sistem agraria nasional kita. Jadi, setiap jengkal tanah yang berada di dalam wilayah NKRI melekat yang namanya asas fungsi sosial. Inilah alasan paling konstitusional mengapa peraturan perundang-undangan negara Indonesia terkait tanah; mulai dari Undang-Undang Agraria Nasional sampai pada peraturan di bawahnya, diikat oleh asas fungsi sosial.
Barang kali ada yang bertanya mengapa asas fungsi sosial berlaku pada tanah? Menjawab pertanyaan ini tidaklah cukup dengan ulasan singkat ini. Sangatlah butuh pendalaman yang cermat melalui riset ilmiah. Namun demikian, mari terlebih dahulu kita lihat abstraksinya.
Pertama-tama, sebaiknya perlu diketahui dan direnungkan bersama terkait sistem perekonomian negara kita sebagai negara sosial. Apa itu negara sosial? Negara Sosial adalah negara yang menghendaki adanya nilai kepentingan bersama dalam kepemilikan pribadi atas harta.
Lalu, apa bedanya dengan negara sosialis? Negara sosialis adalah negara yang menghapus kepemilikan pribadi atas harta. Negara sosialis umumnya berkiblat pada ideologi sosialisme. Negara beraliran seperti ini biasanya memberikan kekuasaan mutlak kepada negara untuk mengendalikan perekonomian. Dalam prakteknya, cenderung otoriter. Sementara negara sosial Indonesia jelas berpedoman pada Pancasila. Dalam prakteknya cenderung demokratis.
Secara dasar bernegara, identitas negara sosial ini sebenarnya implementasi dari Sila Kelima Pancasila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Amanah dasar negara ini kemudian dipatrikan dalam konstitusi negara UUD 1945 dalam Pasal 33 tentang perekonomian negara. Pengaturan pasal ini semakin memperjelas predikat Indonesia sebagai negara sosial. Pada ketentuan Pasal 33 inilah dikenal yang namanya hak menguasai negara atas tanah (bumi, air dan kekayaan alam…-lihat Pasal 33 ayat (3) ).
Kekuasaan negara atas tanah kemudian diturunkan dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UU PA). UU PA semakin mengkonkretkan maksud dari kekuasaan negara atas tanah. Dari UU inilah kita mengenal yang namanya asas fungsi sosial atas tanah. Terkait hal ini Pasal 6 UU PA mengatur: semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Artinya, sifat hak atas tanah haruslah mengandung nilai kepentingan umum.
Kalau membaca penjelasan dari pasal 6 UU PA terkait fungsi sosial tanah, dapat diketahui bahwa nilai kepentingan umum di sini bukan untuk merugikan hak individual (pribadi-tanah ulayat). Fungsi sosial pada tanah semata-mata untuk membuat keseimbangan antara kepentingan pribadi ataupun masyarakat pemilik tanah ulayat dengan kepentingan umum.
Perlu ditegaskan bahwa asas fungsi sosial tanah tidak saja berlaku bagi tanah-tanah pribadi tetapi mengikat juga tanah-tanah komunal; selama tanah itu berada di bumi Indonesia. Mungkin masih ada yang bertanya; bagaimana supaya fungsi sosial tanah tidak kemudian mengorbankan kepentingan pribadi ataupun masyarakat adat?
Untuk menjawab pertanyaan ini, lihatlah UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. UU ini mengatur secara jelas supaya negara mengedepankan keadilan dan kemanusiaan. Atau lebih teknis lagi, silahkan baca Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Lebih konkretnya lagi, kita hanya perlu menyimak pemberitaan ataupun mengalami ketika ada proyek pembangunan negara pada lahan milik warga. Terjadi yang namanya kompensasi bahkan ganti untung bagi para pemilik lahan yang terdampak proyek. Berlaku pula bagi masyarakat pemiliki hak ulayat.
Pada situasi inilah keseimbangan antara kepentingan pribadi atau masyarakat adat dengan kepentingan umum terwujud. Pemilik lahan mendapatkan kompensasi atas tanah sedangkan negara dapat memanfaatkan lahan tersebut untuk pembangunan. Warga atau masyarakat adat yang memberikan tanahnya kepada negara sebenarnya bentuk nyata dari fungsi sosial tanah. Terlebih sebagai bentuk kesadaran bernegara dan kepatuhan hukum.
Dengan demikian, konstitusionalitas fungsi sosial atas tanah sudah sangat jelas mulai dari amanah Pancasila, UUD 1945 hingga pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tanah. Bahwasannya tanah yang kita miliki mengandung nilai sosial untuk kepentingan umum. Pembangunan geotermal dan jalan raya adalah untuk kepentingan umum. Oleh karena itu, kesadaran dan kepatuhan hukum seluruh warga masyarakat terhadap asas fungsi sosial sangatlah dibutuhkan. Niscaya kesadaran dan kepatuhan tersebut akan mendatangkan kemajuan dan kemakmuran.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel