Cepat, Lugas dan Berimbang

Kolaborasi Yayasan Ayo Indonesia dan CU Florette Gelar Pelatihan Kewirausahaan hingga Kisah Sukses Perajin Tempe

Berbekal pengalaman yang berharga ini kemudian, cerita Noldi, volume produksi per hari dinaikan menjadi 10 kg, 40 kg. Dan, sejak tahun 2022 hingga saat ini (2023) setiap hari memproduksi 50 kg-60 kg kedelai, dikerjakan oleh 4 orang perempuan.

Sedangkan penjualan dipercayakan kepada 5 orang muda untuk menjual tempe, tahu, tomat ke beberapa kecamatan di Manggarai Raya menggunakan motor. Kelima motor ini merupakan asset.

Peningkatan volume produksi, jelas Noldi lebih lanjut, didasari oleh beberapa faktor. Dimana jumlah konsumen terus meningkat, kebutuhan uang keluarga cukup besar per tahun. Beberapa faktor itu yang memicunya untuk meningkatkan target omset penjualan dan kepedulian social, menyediakan lapangan pekerjaan bagi orang di kampong Null, Desa Poco Lia, Manggarai Timur sehingga mereka tidak perlu meninggalkan kampung dan keluarga untuk mencari uang.

Permintaan yang terus meningkat tadi dipengaruhi oleh mutu tempe yang diproduksi dimana tidak kalah dengan kualitas tempe yang diproduksi oleh beberapa pengusaha tempe di Kota Ruteng. Dan juga, sikap ramah dari para penjual keliling.

Mutu menjadi hal kunci dalam menjaga kepercayaan konsumen sehingga proses produksi harus dikontrol dengan baik demikian juga untuk petani sayur-sayuran harus menjaga mutu agar tidak kehilangan konsumen atau pembeli.

Menjadi seorang wirausaha harus berani mengambil resiko, menghadapi tantangan atau persoalan. Tidak boleh cepat putus asa atau stress.

Persoalan bagi Noldi adalah kenyataan yang harus dihadapi dan dipandang sebagai ujian terkait kesungguhan kita dalam berbisnis.

Persoalan bagi saya, ungkap Noldi adalah motivasi untuk memperbaiki sebab setiap masalah adalah ujian untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan tehnis dalam memproduksi barang, misalnya Tempe.

Tahun 2019, kisah Noldi, adalah tahun yang berat, sulit, dan menantang serta menguji mental. Sebab, 1 ton kedelai yang rencananya untuk memproduksi tempe dengan omset yang besar sesuai rencana bisnis yang dibuatnya mengalami kegagalan. Tempe yang sedang difermentasi semuanya rusak.

Namun beruntung saat itu, saya juga punya satu usaha lain, yaitu memelihara 5 ekor babi untuk penyediaan bibit babi. Sehingga, tempe yang gagal fermentasi tadi dijadikan pakan untuk babi. Meski tempe rusak dan tidak menghasilkan uang, pada tahun itu, saya mendapat rejeki dari usaha babi. Dari 5 ekor induk babi menghasilan 50 ekor anak babi dan terjual semua dengan harga 1 juta per ekor.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel 

Â