Jakarta, infopertama.com – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) diminta terbuka soal tunjangan profesi guru. Permintaan itu datang dari Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Prof Dr Unifah Rosyidi.
“Penghapusan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kemudian gabung dalam RUU Sistem Pendidikan Nasional merupakan sesuatu yang memprihatinkan. Karena tidak ada lagi penghargaan kepada guru yang jumlahnya 3,1 juta orang sebagai sebuah profesi,” kata Unifah di Jakarta, Senin (19/09).
Padahal profesi lainnya, kata Unifah ada pengakuan dalam sebuah undang-undang (UU). Seperti UU 18/2003 tentang Advokat, UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU 38/2014 tentang Keperawatan. Dan, UU 11/2014 tentang Keinsinyuran serta berbagai profesi lainnya.
Dia menambahkan penghapusan guru sebagai sebuah profesi, menihilkan pengabdian. Serta, kerja keras guru yang selama ini dengan tulus ikhlas bertugas di seluruh pelosok negeri untuk mencerdaskan anak-anak bangsa.
“Bagi kami UU Guru dan Dosen adalah Lex Specialis Derogat Legi Generali bagi profesi guru,” kata Unifah.
Ia menambahkan seiring dengan penghapusan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, tunjangan profesi guru juga bakal hapus. Penghapusan tunjangan profesi guru, lanjut dia, kebijakan yang sangat menyakiti hati guru.
“Tunjangan profesi bukan sekedar persoalan uang, tetapi sebuah penghargaan dan penghormatan negara terhadap profesi guru. Guru merasa bangga karena profesinya diakui dan dihormati negara,” jelas dia.
Kemudian, Kemendikbudristek secara lisan menyatakan, pemberian tunjangan untuk guru Aparatur Sipil Negara akan mengacu kepada UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) berupa tunjangan fungsional. Meski demikian, ketentuan itu tidak tercantum secara eksplisit dalam RUU Sisdiknas.
Karena tidak nyatakan secara tertulis, menimbulkan kekhawatiran di kalangan guru apakah Kemendikbudristek bersungguh-sungguh akan memberikan tunjangan “fungsional” untuk guru.
“Jika besaran tunjangan profesi diikat oleh undang-undang sebesar satu kali gaji, bagaimana dengan tunjangan fungsional? Selama ini tidak pernah ada penjelasan dari Kemendikbudristek, apalagi nyatakan secara tegas dalam undang-undang sehingga menimbulkan kekhawatiran di kalangan guru,” kata dia lagi.
Para guru di sekolah swasta pun akan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Tidak ada lagi kekhususan untuk dunia pendidikan dan profesi guru. Melainkan disamakan penghasilannya dengan buruh. Selain itu Kemendikbudristek mengesampingkan atau tutup mata terhadap kondisi sekolah swasta di Tanah Air,” kata dia.
Oleh karena itu, pihaknya meminta agar tetap memberikan tunjangan profesi guru kepada guru dan nyatakan secara tegas dalam Undang-undang Sisdiknas.
PGRI sangat setuju dan berkomitmen untuk mendukung Kemendikbudristek dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru. Oleh karena itu Pendidikan Profesi Guru (PPG) tidak lakukan dengan metode yang rumit, namun melihat kompetensi dan profesionalisme guru di kelas.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel