Ia menambahkan bahwa kewajiban mempelajari bahasa Arab bersifat fardu ‘ayn untuk perkara dasar (seperti syahādat dan bacaan salat), dan fardu kifāyah untuk pemahaman mendalam terhadap agama.
Dalam bagian akhir paparannya, Nur Fajri juga menepis tuduhan anti-Semitisme yang kerap diarahkan kepada Muslim yang mengkritik penjajahan Zionis di Palestina. Ia menjelaskan bahwa istilah Semit mencakup bukan hanya Yahudi, tetapi juga bangsa Arab.
Selain itu, Islam melarang penghakiman kolektif terhadap Ahl al-Kitāb. “Al-Qur’an, dalam surat Āli ‘Imrān, menyatakan bahwa di antara Ahl al-Kitāb ada yang adil dan dapat dipercaya. Jadi, mengkritik zionisme tidak sama dengan anti-Yahudi,” pungkasnya.
Melalui pemaparan ilmiah, historis, dan teologis tersebut, kuliah pembukaan ini memberikan landasan kuat bagi pemahaman bahwa pemilihan bahasa Arab dalam Al-Qur’an adalah bentuk kebijaksanaan ilāhiyyah yang menyatukan umat, sekaligus menunjukkan keuniversalan Islam yang terbuka untuk semua bangsa dan bahasa.
Catatan, Artikel ini disadur sesuai aslinya dari MUHAMMADIYAH.OR.ID
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel